Ni Nyoman Tjandri Perkenalkan Arja Klasik Di Kalangan Milenial

 Ni Nyoman Tjandri Perkenalkan Arja Klasik Di Kalangan Milenial

Jangan larut dalam selera pasar. Untuk memanjakan penonton berbagai pakem didobrak, demi mengundang gelak tawa penonton. Menari genjrang-genjring, bahkan mengarah pada gerak-gerak dan wacana porno yang vulgar. “Jangan busana dijadikan alasan sebagai perkembangan jaman. Liku, bukan tokoh wanita yang buduh (gila), melainkan tokoh yang demen ajum (suka dipuji). Liku itu lucu, namun ada ciri khasnya,” kata Ni Nyoman Tjandri saat menjadi narasumber pada Kriyaloka (Workshop) Arja Klasik di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa 3 Maret 2020.

Dalam workshop yang digelar Dinas Kebudayaan Provinsi Bali mengawali persiapan Pesta Kesenian Bali (PKB) XLII itu, maestro arja asal Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar itu mengatakan, penjiwaan adalah yang terpenting dari semua itu, sehingga tari dan gending, geguritan yang dibawakan menjadi lebih hidup. Walau semua tokoh membawakan geguritan, pupuh yang sama, tetapi dalam penyajiannya tidak akan sama. “Tokoh Galuh memakai Pupuh Ginada, Mantri, Galuh dan tokoh lainnya semua memakai Pupuh Ginada, tetapi beda cara mengembangkannya. Masing-masing tokoh memiliki ciri khas,” papar wanita kelahiran, Singapadu 31 Desember 1949 ini.

Workshop kali ini berlangsung menarik dan sangat kreatif. Putri dari pasangan I Made Kredek dan Ni Made Radi ini menegaskan, prinsipnya menarikan Arja Klasik bukanlah seperti menarikan gerakan Legong meski kharakternya sama. Begitup pula pakem- pakem yang ada mesti dipahami. “Sebut saja pada saat melakukan gerakan tari, kapan waktunya kliwes, nyegut, pejalan, pekelid (istilah teknik menarikan arja) yang disesuaikan dengan iringan gamelan geguntangan. Semua itu harus dipahami dengan benar, sehingga sajian Arja benar-benar hidup,” kata Candri usai workshop.



Istri dari Peltu (Pur. Polri) I Ketut Ketjor ini adalah penari serba bisa, sehingga setiap pertanyaan yang dilontarkan para peserta mampu dijelaskan, bahkan dibarengi dengan memberikan contoh, baik dalam bentuk gerak tari atau dalam matembang. Walau usianya sudah 71 tahun, namun ia masih bugar dan energik. Kharismanya mempesona, membuat peserta workshop seakan dihipnotis, sehingga semua peserta seakan larut dalam setiap penjelasannya. Apalagi pada saat mempratekan kelihaiannya menari Arja yang kuat dengan pakem tari Arja. Ia memerankan Mantri, Liku, dan kadang Galuh lengkap dengan tembangnya.

Baca Juga:  ‘Natya Sani’ Menganugrahkan ‘Abisatya Sani Nugraha’ Kepada 50 Pengabdi Seni dan Budaya di Desa Peliatan

Sebagai seniman Arja, ibu tiga putri ini diangkat sebagai tenaga honorer pada bagian Keluarga Kesenian Bali (KKB) RRI Denpasar mulai tahun 1964. Ia kemudian diangkat sebagai Dosen Luar Biasa di ASTI Denpasar untuk mengampu Mata Kuliah Tembang dan Seni Tari Klasik (Arja, Janger dan Calonarang) pada 1980. Pata 1982, ia kemudian ditugaskan mengajar Tembang untuk mahasiswa D2 Unud dan diangkat sebagai karyawan tetap RRI Stasiun Denpasar pada 1982. Mulai, 31 Desember 2006 lalu memasuki masa Purna Bakti sebagai PNS di LPP RRI Stasiun Denpasar.

Prof. Dr. I Made Bandem yang juga saudara kandung Ni Nyoman Tjandri mengatakan, pakem itu adalah struktur. Arja sekarang adalah Arja Drama Tari Nyanyi. Tarian itu berbasis kepada tembang, sedangkan pendramaan dapat memgambil cerita- cerita ruwatan menyesuaikan dengan tema PKB tahun ini yaitu Atma Kerti Penyucian Jiwa Pramana. “Saya menekankan, setiap membawakan lakon senantiasa membawakan secara “lalah manis”. Lalah itu perang, manis ada romanya, sehingga Arja Klasik menjadi hiburan yang sehat, hiburan memberikan tuntunan,” ucap Prof. Bandem.



Prof. Bandem mengingatkan agar para peserta parada dari lima kota, memperhatikan durasi sajian. “Waktunya maksimal 3 jam jangan lebih, kemudian umur 17-40 tahun, iringan geguntangan. Intinya, hindari yang porno, kalau toh ada mekulit (balutan sastra) tidak vulgar,” pungkasnya.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Propinsi Bali Dr. I Wayan “Kun” Adnyana menjelaskan Tari Arja di PKB 2020, bagian dari Parade yang diikuti oleh kabupaten kota se-Bali. Melalui workshop Arja Klasik, diharapkan menjadi khasanah pelestarian budaya yang dibina secara terus menerus. “Kriyaloka diikuti oleh kalangan milenial. Kami memastikan kriyaloka sangat berfaedah karena menghadirkan narasumber maestro Tari Arja Nyoman Candri,” ungkapnya.

Baca Juga:  Rip Curl Gelar Eco Festival, Dibuka Beach Clean Up Ditutup Penampilan Tjok Bagus dan Navicula

Kriyaloka drama Arja Klasik ini, merupakan bagian dari persiaaan isian parade kabupaten – kota. Melalui kegiatan ini, agar ada pemahaman peserta kontingen, penari, pengiring agar mendapat proyeksi pakem arja klasik yang benar, sehingga ini menjadi acuan. “Walaupun diberikan gaya struktur tari Arja, bukan berarti mematikan gaya masing-masing daerah yang cukup beragam,” ucapnya seraya mengatakan, untuk PKB tahun ini peserta parade Drama Arja Klasik diikuti lima kabupaten dan kota, diantaranya, Denpasar, Gianyar, Tabanan, Badung dan Buleleng. (B/AR)

Related post

164 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *