“10 Fine Art” Pamerkan 33 Karya Lukis dan 12 Karya Patung di Gedung Dharma Negara Alaya
- Ulasan
- I Gede Made Surya Darma
- 10/12/2021
- 6 minutes read
Penggiat ataupun penggemar seni rupa, boleh sasktikan pameran bertajuk “10 Fine Art” yang digelar di Gedung Dharma Negara Alaya, beralamat di Jl. Mulawarman No 1. Lumintang, Denpasar, Bali. Sedikitnya ada 33 karya seni lukis dalam berbagai macam ukuran serta 12 seni patung yang disajikan dalam gedung kesenian Kota Denpasar itu. Karya-karya itu mengambil model Babi yang di lukis oleh masing masing seniman, dan dua karya patung berbahan anyaman kawat anti karat yang sungguh memikat. Pameran dibuka oleh artis dan politikus Rieke Diah Pitaloka pada, 9 Desember 2021 dan berlangsung sampai, 23 Desember 2021.
Pengantar katalog pameran seni rupa ditulis oleh Made Susanta Dwitanaya dengan menampilkan perupa-perupa kreatif yang telah melahirka segudang karya menarik. Kelompok seniman yang berjumlah 10 orang pelukis Bali itu adalah I Made Dolar Astawa, I Wayan “Apel” Hendrawan, I Wayan “Anyon” Muliastra, I Made Budi Adnyana, Ida Bagus Putu Purwa, A A. Ngurah Paramarta, I Wayan Paramarta, I Made “Romi” Sukadana, I Ketut Teja Astawa dan Vinsensius Dedy Reru.
Dalam perjalanan berkeseniannya, kelompok seni rupa ini mermang memiliki sejarah yang panjuang. Terbentuknya Ten Fine Art berawal dari tragedi bom Bali yang melanda Bali pada 2002. Para Seniman tersebut terpukul melihat situasi yang terjadi dengan adanya bom Bali berkat serangan teroris, dengan situasi yang melanda Bali, yang menyebabkan pariwisata sekejap senyap dibuatnya, ekonomi runtuh, banyak pelaku pariwisata alih profesi.
Made Dollar Astawa, kemudian berinisiatif mendatangi kawan-kawanya sekedar bersilaturahmi dan menanyakan kabar. Dengan adanya bom Bali, berharap kawan-kawanya tidak ada yang menjadi korban. Memang, banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan yang mana dari mereka banyak menggantungkan pekerjaannya di pariwisata melalui karya seni. Misalnya Made Dollar Astawa yang masih bekerja sebagai pelukis layang-layang, dan Ida bagus Putu Purwa bekerja menjadi pelukis keramik di salah satu perusahan keramik kenamaan di Bali.
Sementara, Made Romi Sukadana, Anyon Muliastra, I Gusti Ngurah Paramarta dan Made Budiarsana, selain memperjuangkan gaya lukisnya sekarang, sesekali masih menggantungkan hidupnya dengan menjadi pedagang acung ke berbagai art shop di Ubud. Dedy Reru, selain melukis masih bermain music dibeberapa restoran di Lovina, dan I Wayan Paramarta sudah menjalin kerja sama dengan salah satu art gallery kenamaan di Singapura.
Sementara I Wayan “Apel” Hendrawan yang baru sembuh dari sakit jiwa selalu aktif dalam kegiatan karang taruna dalam pembuatan ogoh-ogoh dan masih menjadi tukang sablon. Teja Astawa masih aktif dalam penulisan cerpen di salah satu media di Bali serta menawarkan lukisan di art shop dengan dukungan pariwisata sekedar menyambung hidup karena sebagian dari mereka menjadi keluarga muda, dan ada pula yang masih lajang.
Semangat kekeluargaan dan obrolan panjang dari mereka, maka dua tahun lamanya dimana mereka masih tertatih-tatih untuk menghidupi keluarga mengerjakan berbagai macam hal yang berkaitan dengan dunia kreatif hanya sekadar bisa menanggung keluarga untuk makan. Maka, pada 2004 akhirnya sepakat membentuk “10 Fine Art” dengan mengontrak sebuah ruko di kawasan Sanur di jadikan Art Gallery. Awalnya mereka kontrak dengan harga 15 juta. Pembentukan awal 10 Fine Art itu sendiri, juga karena gagasan sederhana yang hanya memfokuskan biar bisa mengontrak ruko tersebut selama dua tahun. Lalu mengumpulkan sepuluh pelukis, sehingga beban mengontrak ruko tersebut tidak menjadi beban yang terlalu banyak.
Adanya ruang alternative tersebut sebagai tempat untuk sharing ide dan rasa kepedulian mengenai seni dan budaya di Bali. Ruang alternative yang mereka miliki untuk mengakomodir kegelisahan mereka atas kepeduliannya terhadap Bali melalui seni dan kebudayaan. Disamping itu, juga sebagai tempat nongkrong dan membangun networking seniman Bali di Sanur.
Kelompok 10 Fine Art, dalam perjalanan berkesenian sudah melakukan pameran di berbagai kota di Indonesia, seperti Jogja Malang dan Jakarta, begitu pula pameran di luar negeri salah satunya di Melbourne Australia, secara perorangan mereka aktif berpameran di dalam dan luar negeri. Pameran perdananya pun dilakukan dengan mengadakan tema telanjang, dengan, melukis diri masing masing dengan telanjang, sebagai pameran perdananya. Ruang seni alternatif sebagai artist initiative mendirikan art gallery.
Setahun setelah dibentuknya 10 fine art, dan diresmikannya ruang alternative space yang diberi nama 10 Fine Art. Sepuluh pematung Bali mengadakan pameran yang di beri tema 10 Balinese Sculpture yang terdiri dari Carola Vooges seniman patung berkebangsaan Belanda, I Nyoman Erawan, I Ketut Muja, I Made Suagata, I Wayan Sukenada, I Wayan Jana, I Ketut Selamet, I Wayan Gawiarta, Pande Wayan Mataram, IB Nyoman Darma Putra.
Jika dari sekian pematung lazim menggunakan bahan kayu dan batu, namun seniman patung kontemporer I Wayan Gawiarta alumni ISI Yogyakarta justru menampilkan karya patung berjudul sexy II yang menggunakan bahan bahan tali tambang berbahan plastic itu tidak lazim digunakan di seni patung. Begitu juga karya seni objek art Nyoman Erawan yang merespon bekas bangunan tradisional berbahan kayu jati antik yang di respon sedemikian rupa.
10 Fine Art juga berpameran oleh kelompok Jagor yang terdiri dari I Wayan Danu, I Wayan Santyasa, dan I Wayan Arnata, serta pameran berdua oleh I Wayan Wirawan, dengan I Kadek Susila Dwiyana. Dalam pameran ini I Wayan Wirawan mengenalkan salah satu promotor seni rupa kepada Ida Bagus Putu Purwa yang kemudian menjadi titik awal karya karya seni lukis Ida Bagus Putu Purwa mulai diminati oleh beberapa pecinta seni di Indonesia.
10 Fine Art dengan modal nekat dan tertatih- tatih mereka membuat sebuah art gallery, untuk mempromosikan karya mereka. Selain memberi ruang kepada seniman lain untuk berpameran, bahkan salah satu curator dan pemerhati seni dari Jerman Thomas Freitag menjuluki mereka sebagai produsen gallery, karena mereka yang mengelola gallery, mereka pula yang menghasilkan karya seninya.
Hasil dari penjualan lukisan tersebut pula dimanajemen secara kekeluargaan, dan hasilnya selain digunakan untuk membayar kontrakan berikutnya dan mensponsori kegiatan kesenian, juga digunakan untuk membantu seniman yang tergabung di 10 Fine Art yang istrinya melahirkan, menikah, dan membantu kawannya untuk membayar uang administrasi sekolah saat anak-anakl mereka mulai memasuki Sekolah Dasar. Semua itu dilakukan dengan cara kekeluargaan. Menarikan?
I Gede Made Surya Darma
Pelukis dan seniman performance asal Apuan, Tabanan, Bali.