“Gema Raga Muda Kreatif dan Mandiri” Sajikan Enam Karya Seni Seniman Muda Badung
Gema Raga Muda Kreatif dan Mandiri mungkin menjadi sebuah pergelaran seni yang beda. Para koreografer ataupun komposer yang tampil tak hanya menyajikan oleh kreativitas seninya, tetapi juga cakap dalam berdiskusi memaparkan gagasan dan ide karyanya. Artinya, para seniman yang menampilkan karya itu, tak hanya cukup melalui bahasa tubuh, tetapi juga bahasa lisan, sehingga para penikmat mengerti makna, disamping dapat merasakan nilai estetisnya. Dua moderator yang memandu, membuat diskusi itu lebih atraksif karena tak hanya melibatkan pelaku seni, tetapi juga melibatkan penonton yang peduli terhadap lestarinya seni di Bali.
Pentas seni itu berlangsung di Gedung Budaya Giri Nata Mandala, Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung, Sabtu 15 Januari 2022. Ajang itu digagas para seniman muda Badung yang menampilkan enam karya baru merupakan karya seniman muda Badung. Semua karya yang disajikan itu, terinspirasi dan sebagai persembahan kepada maha guru, yakni seniman I Wayan Widia. Mereka adalah I Made Aristanaya, Agus Pastika Putra, I Komang Tri Sandyasa Putra, Kadek Karunia Artha, Putu Anggradana Suka dan I Nyoman Swandana Putra. Sementara sebagai moderator, I Nyoman Mariyana dan I Wayan Muliyadi yang juga selaku penggas Gema Raga ini.
I Nyoman Mariyana mengatakan, kegiatan Gema Raga ini untuk memberikan suatu penghormatan kepada tokoh seniman Badung. Penghormatan itu, tidak saja dalam bentuk tanda penghargaan yang diberikan, namun juga dengan karya dan diskusi karya. Seniman-seniman muda di Kabupaten Badung ditantang untuk kreatif mengolah rasa baik dalam musik maupun tari yang bersumber dari seorang tokoh, baik dari biografinya ataupun kekaryaannya. Kemudian dipersembahkan kembali kepada Sang Tokoh serta audiens dengan membuka ruang diskusi yang dapat mengedukasi kita semua. “Kegiatan ini, kami gagas bersama teman-teman yang idenya sudah setahun lalu,” katanya.
Ketua Panitia I Wayan Muliyadi menyampaikan, Gema Raga terselenggara merupakan sebuah wadah bagi para seniman badung khususnya seniman-seniman muda. Ini murni kegiatan mandiri seniman muda Badung. Pendanaannya dari hasil kerja keras dan loyalitas seniman muda Badung. Melalui Gema Raga ini untuk menunjukan, bahwa seniman muda di Badung memiliki loyalitas akan seninya dan loyalitas kepada daerah Badung. “Gema raga bukan pentas biasa, bukan pertunjukan biasa. Gema raga memiliki nilai akademis tinggi, dimana seorang pekarya bukan saja dituntut menunjukkan karyanya, juga harus mampu mempertanggungjawabkan karyanya melalui sesi tanya jawab dengan penonton yang hadir maupun penonton yang menyimak melalui media sosial,” jelasnya.
Setelah dibuka oleh Sekretaris Daerah (Sekda) I Wayan Adi Arnawa, lalu keenam seniman itu tampil secara bergiliran menampilkan karya seninya. I Made Aristanaya yang akrab disapa Aris menampilkan karya berjudul “Be Yourself”. Dalam karya itu, pria kelahiran, Badung 8 Mei 1990 itu mengmbarkan positif dan negatif selalu berdampingan, maka biarkan mengalir apa adanya. Jadilah diri sendiri. Aku adalah aku. Kamu adalah kamu. Semua itu diwujudkan dalam bentuk nada-nada yang dimainkan secara unik, kuat dan sangat hidup. Tekniknya tergolong tinggi, sehingga setiap bilah yang dipukul menawarkan nada yang beda, aku dan juga kamu.
Andi Pastika Putra atau akrab disapa Gus Acong menyajikan karya berjudul “Dogma”. Karya ini menjadikan gamelan sebagai objek eksplorasi dan bereksperimen sesuai dengan imajinasi dan kesenangan untuk mendapatkan beberapa warna suara yang unik. Karya Dogma mengedepankan pengolahan ritme dan sistem kempyungan yang tidak enak didengar (disonan) dengan media bilah besi dan pencon Asta Wirat Bhumi. Gamelan Asta Wirat Bhumi ini memiliki karakter warna suara sangat unik, sehingga dapat menghasilkan warna suara yang sesuai dengan imajinasi penata dalam pengaplikasian karya Dogma.
I Komang Tri Sandyasa Putra atu sering disapa Mang Monot menyajikan karyua berjudul “Bukan Dia”. Karya ini merupakan transformasi dari sebuah idealis seseorang yang menginspirasi Mang Monot melalui instrument gong kebyar. Diantaranya hanya kantil, gangsa dan jublag. Melalui teknik serta unsur unsur instrument tersebut, mewujudkan sebuah komposisi karawitan instrumental yang berjudul bukan dia. Hal itu seperti realita yang pernah dirasakan sebagai penikmat musik, “Wah sepertinya saya pernah dengar” padahal bukan dia. Karya ini merupakan dedikasi kepada salah satu tokoh seniman karawitan asal desa penarungan mengwi badung beliau adalah guru saya I Wayan Widya.
Kadek Karunia Artha atau Dek Artha menyajikan karya berjudul “Mulih Ke Mulan”. Karya tari ini lebih pada menggambarkan proses “Lahir, Hidup, dan Mati”. Pada endingnya menggmbarkan semua tak luput dari proses kehidupan ini, untuk apa ??? Lalu, untuk kembali ke “Asalnya”. Pria kelahiran 13 Oktober 1998 ini memang biasa menggarap seni tari. Pendidikan terakhirnya adalah S1 ISI Denpasar dan lebih sering tampil sebagai juara dalam lomba tari. Ia pernah sebagai koreografer lomba baleganjur se-Provinsi Bali dalam ajangPKB 2017 yang meraih juara 2, koreografer dalam ajang Pesta Kesenian Mahasiswa Nasional (Peksiminas) 2020 dan banyak lagi lainnya.
Putu Anggradana Suka dengan panggilan akrab Tu Anggra yang menyajika karya berjudul ‘Bayu Segara’. Karya ini menggambarkan laut sebagai refleksi kehidupan. Laut memberikan kehidupan, keindahan, serta keagungan dari ekosistem biota. Keindahan air itu tanpa disadari memendam dan menghasilkan tenaga yang luar biasa. Ketika air laut surut, membuat pesisir laut menjadi tampak indah, dengan hamparan rumput laut dan terumbu karang, bagaikan padang savana yang luas. Karya ini terinspirasi dari karya karawitan I Wayan Widia berjudul Delod Berawah, yang mengisahkan tentang pantai dan laut dari daerah Delod Berawah. Tu Angga merepresentasikan kembali karya tersebut, secara ekspresif kedalam sebuah karya tari inovatif, dengan durasi 7menit 30detik, sebagai penggambaran dari kegelisahan tersebut. Music iringannya dipercayakan kepada Komposer I Made Rai Wawan Sukma Wijananda.
I Nyoman Swandana Putra atau Mang Slebor menampilkan karya tari Sudhamala. Sebagai komposer I Wayan Satriya Trisnadi dan penampilannya didukung Sanggar Seni Pengangge Art. Garapan ini lebih banyak mengupas warna sebagai penanda, dimana warna memiliki peranan penting dalam menentukan sifat. Warna memiliki fungsi sebagai penentu simbol, baik filosofi yang terkandung, derajat dan lainnya. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali