Dramatari Arja “Mesilur” Suguhan Sanggar Maha Tjandra di “Moon Festival”

 Dramatari Arja “Mesilur” Suguhan Sanggar Maha Tjandra di “Moon Festival”

Rindu dan kangen dengan Dramatari Arja yang klasik, seperti tempo dulu? Jangan takut, kesenian seperti itu masih ada. Walau perkembangan jaman terus melesat, namun generasi peduli keasrian kesenian arja terus tumbuh. Lihat saja penampilan Dramatari Arja Sanggar Maha Tjandra dalam ajang “Moon Festival” di Geoks Art Space, Singapadu, Gianyar, Kamis 17 Maret 2022. Arja muani yang mengangkat judul “Mesilur” tampil begitu apik, sehingga penonton yang kebanyakan pelaku dan pecinta seni itu terpukau.

Penampilannya masih kuat mempertahakan pakem “pengarjan” baik dari teknik, tembang (pupuh), busana dan gending-gending (lagu iringan) yang masih kental. Setiap tokoh menyajikan pupuh secara utuh dan lengkap, tanpa ada potongan ataupun pengalan, sehingga mengaburkan arti. Sebab, disetiap pupuh yang ditembangkan itu memiliki makna dan arti yang utuh dan petuah yang sarat dengan nilai pendidikan. Penampilannya juga sangat komunikatif, sehingga penonton semakin lama semakin betah berlama-lama duduk di depan panggung.

Kehadiran Arja Muani Sanggar Maha Tjandra ini sempat menjadi tontonan vaforit masyarakat Bali di tahun 1990-an, dan kali ini terjadi lagi. Kesenian ini didukung seniman-seniman muda kreatif membuat sajian seni klasik ini menarik. Para penari merupakan gabungan antara penari yang berpangalaman dan yang baru mampu mengkemas sebuah pertunjukan seni yang kental dengan tembang itu. Disamping menari dengan teknik yang kuat, para penari juga tampak lihai dalam melantunkan tembang atau pupuh yang laurt. Apalagi iringan musiknya didukung didukung oleh penabuh ‘Sekar Kemuning” dibawah bimbingan Pekak Tama yang memang “metaksu”.

Opening pertunjukan dramatari arja itu diawali dengan story teller yang disajikan Kadek Dewi Aryani,S.Sn selaku Ketua Sanggar Maha Tjandra. Story teller itu disajikan dengan penuh ekpresif, sebab Dewi juga seorang penari, bahkan terkenal memainkan galuh dalam dramatari arja. Pertunjukan ini memang dikemasnya dengan sangat apik, untuk memberikan kesan arja itu masih sangat menarik. “Moon Festival merupakan festival seni pertunjukan, clasical dan fusion performing arts di hari Bulan Purnama,” ucapnya.

Baca Juga:  Pentas di Luar Negeri, Sanggar Seni Citta Usadhi Garap Arja Berbahasa Inggris Kolaborasi dengan Seniman Asing

Mesilur

Karena itu, pada Moon Festival ini menyajikan kesenian Dramatari Arja. “Kami ingin menyajikan kesenian arja yang masih taat pad ager-uger yuang ada dalam pengarjan. Mulai dari teknik tari, tembang-tembang yang wajib dilakukan oleh masing-masing tokoh, dan busana yang masih asli tanpa ada modifikasi, termasuk taat pada pedum karang dalam pentas,” ucapnya.

Karena itu, drama musical Arja Maha Tjandra ini secara khusus dibimbing oleh Pekak Sija, Ninik Tjandri, Prof Dibia, De Astari, Yan Sumantri, dan I Wayan Sira. ”Pentas dramatari arja dalam Moon Festival ini didukung oleh, Aplikasi Matjan, Geoks art space , Balerung stage, DXT Movie Bali, JM Florist Bali, Babi Guling Golden, Binar warung, Dapur Debby, Komunitas Gumiart, Sekar Kemuning, Seksi WC, Napak Tuju, UPA, Next Generation, serta Bajastra Music Production & Swaradanta,” aku Derector Moon Festival ini polos .

Pemeran Liku, Arsa Wijaya mengakui kesulitan menarikan kesenian arja klasik. Namun tekadnya sangat kuat, rasa cinta dan memiliki modal sebagai penari akhirnya peran liku menjadi peran pilihanya. “Prosesnya cukup panjang, saya dibina para penekun, maestro arja secara langsung, mulai dari belajar pupuh itu yang utama, kemudian mengenal kostum arja bukan sekadar intertain kostum modifikasi tapi kostum arja yang klasik, akhirnya ini penampilan saya perdana menarikan arja muani klasik,” terang pria yang piawai memainkan gamelan ini.

Dramatari arja ini didukung oleh seniman-seniman yang handal dalam gerak tari, tembang ataupun acting. Para penari itu, yakni Ade Kamandanu sebagai Condong, Gung Iswara (Galuh), Dewa Edi (Desak Rai), Arsa Wijaya (Liku), Agus JR (Penasar manis), Satya Bhuana (Wijil manis), Kadek Alo (Mantri Manis), Wah De (Penasar Buduh), Santika Bor (Wijil Buduh), Krisna De (Mantri Buduh) dan Yanta Adi sebagai Hyang Narada. [B/*]

Related post