Sekaa Gong Abdi Budaya Banjar Anyar, Legendaris Dari Tabanan Tampil di PKB XLIV
- Ulasan
- I Wayan Tusti Adnyana
- 01/06/2022
- 6 minutes read
Sekaa Gong Abdi Budaya Banjar Anyar, Desa Perean Kangin, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan bakal tampil pada perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV Tahun 2022 di Taman Budaya, Art Center Provinsi Bali dalam acara bertajuk “Utsawa (Parade) Gong Kebyar Legendaris”. Tampil sebagai Gong Legendaris dalam ajang bergengsi milik masyarakat Bali itu, bagai sebuah asupan vitamin yang menambah semangat para pendukung sekaa gong ini. Saya sebagai generasi ke 3 juga merasakan semangat itu, sehingga telah mempersiapkan berbagai materi yang bakal disajikan dihadapat masyarakat Bali, luar daerah bahkan luar negeri, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
Pada kesempatan itu, sekaa gong yang didukung 35 anggota ini bakal menyajikan Tabuh Kreasi Sapta Bhuana, sebuah tabuh kreasi yang menggambarkan 7 lapisan dunia yang direfrentasikan dalam bentuk komposisi kekebyaran, baik dinamika, melody, ritme dan harmoni. Tabuh ini diciptakan pada tahun 1971, oleh Gusti Bagus Suharsana. Lalu, menampilkan Tari Oleg Tamulilingan, yang diciptakan oleh I Ketut Mario pada 1952. Selanjutnya, Tabuh Kreasi Abdi Budaya diciptakan oleh Gusti Bagus Suharsana, pada 1971. Judul tabuh ini diambil dari nama sekaa gong di Banjar Anyar yaitu “Abdi Budaya“, menggambarkan pengabdian yang tulus terhadap budaya Bali terutama seni tabuh yang menjadi cirri khas pada banjar setempat. Lalu, Tari Truna Jaya yang diciptakan I Gede Manik dari Desa Jagaraga Buleleng pada 1930.
Berdasarkan infotmasi dari I Made Biodana (Kelian Gong 1967-1999) itu, menyebutkan, Gamelan Gong Kebyar yang berada di Banjar Anyar, dulunya dimiliki oleh salah satu warga di Banjar Pesanggaran, Pedungan, Denpasar Selatan atas nama Mangku Wayan Sena. Jenisnya, berupa gamelan Bebarongan yang terdiri dari 5 buah nada. Pada masa penjajahan Belanda, Gamelan yang dimiliki oleh Mangku Wayan Sena sempat ditanam di Pura Petasikan Penepisiring, Pesanggaran, Pedungan dengan tujuan agar gamelan tidak dirampas oleh penjajah Belanda yang dulunya sering merampas barang berharga yang dimiliki masyarakat di Bali.
Setelah gamelen tersebut lama tertanam, timbulah niat dari Mangku Wayan Sena untuk menjual gamelannya dan informasi tersebut sampai ke masyarakat Banjar Anyar. Dengan adanya informasi tersebut, masyarakat Banjar Anyar mengadakan Paum/rapat banjar untuk membahas tentang pembelian gamelan tersebut. Rapat yang dilaksanakan di Balai Banjar Desa Adat Banjar Anyar mendapatkan keputusan persetujuan seluruh masyakat Banjar Anyar untuk membeli gamelan tersebut.
Dari hasil keputusan rapat yang dilakukan oleh masyarakat Banjar Anyar, Perean Kangin, kira-kira pada tahun 1942 masyarakat Banjar Anyar kala itu berbondong-bondong berjalan kaki pergi ke Pesanggaran untuk membeli gamelan tersebut karena minimnya alat transportasi pada zaman itu. Walau, jaraknya puluhan kilo meter dari Banjar Anyar ke Pesanggaran, tidak menyurutkan masyarakat Banjar Anyar berjalan kaki demi mendapatkan gamelan tersebut.
Mangku Wayan Sena dengan masayarakat Banjar Anyar kemudian melakukan perjanjian tertulis yang hasilnya, mulai tahun 1942 gamelan tersebut menjadi milik masyarakat Banjar Anyar. Gamelan yang dibeli waktu itu masih berbentuk barungan gamelan Bebarongan dan di Banjar Anyar, gamelan ini dilebur dan diperbaharui kembali untuk dijadikan barungan Gamelan Gong Kebyar. Pada saat itu, hanya instrument Gong gantung saja yang tidak di lebur, alasan masyarakat melebur barungan gamelan Bebarongan tersebut adalah untuk kepentingan dalam upacara adat atau agama, contohnya agar Gamelan tersebut bisa digunakan untuk memainkan gending atau tabuh Lelambatan yang memerlukan tambahan oktaf dari gamelan Bebarongan tersebut.
Sampai saat ini masyarakat Banjar Anyar, Perean Kangin, sangat mengusung tinggi adat, budaya, dan tradisi yang sudah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan diwarisi oleh leluhur terdahulu. Salah satu unjuk nyata masyarakat setempat, yaitu nyungsung Ratu Gede dalam wujud Gong Kebyar. Ratu Gede merupakan gamelan yang disucikan oleh masyarakat Banjar Anyar dan salah satu sungsungan masyarakat Banjar Anyar yang sama kedudukannya dengan tapakan yang berwujud Barong, Rangda, dan Pratima. Ratu Gede dipuja oleh masyarakat banjar Anyar sebagai dewa kesenian yang dipercaya akan memberikan Taksu kepada masyarakatnya yang menekuni dunia seni.
Modal keyakinan masyarakat banjar Anyar, Perean kangin, dalam nyungsung Ratu Gede yaitu masyarakat mempunyai kepercayaan, bahwa Ratu Gede memiliki kekuatan magis yang dapat menjaga dan menyembuhkan masyarakatnya dari wabah penyakit dan segala macam bahaya. Salah satu hal yang mendasari masyarakat percaya akan kekuatan Ratu Gede, yaitu adanya bukti nyata yang sudah dirasakan langsung oleh masyarakat setelah mengabdikan diri dan bhakti terhadap Ratu Gede. Masyarakat percaya Ratu Gede bisa menyembuhkan anak yang terlahir dengan kesusahan berbicara. Biasanya masyarakat datang ke gedong Ratu Gede untuk meminta obat atau istilah Bali disebut dengan nunas tamba. Proses pengobatan biasanya disebut dengan “nunas suara” (mohon petunjuk melalui suara).
Masyarakat setempat juga sangat mempercayai Ratu Gede sebagai simbol dari Dewa Siwa yang dalam hal ini dipuja sebagai Siwa Nata Raja. Masyarakat percaya jika Dewa Siwa Nata Raja akan memberikan Taksu atau inner beauty kepada setiap warganya yang menekuni bidang seni. Nyungsung Ratu Gede dalam wujud Gong kebyar memiliki suatu makna yaitu rasa syukur, penghormatan, dan persembahan yang bisa dilakukan oleh masyarakat Banjar Anyar kepada Dewa kesenian yaitu Dewa Siwa sebagai Siwa Nata Raja yang telah memberikan anugerahnya yang melimpah kepada masyarakat Banjar Anyar.
Dari ketekunan yang dijalani oleh masyarakat untuk ngayah dan nyungsung Ratu Gede membuahkan hasil yang sangat membanggakan bagi masyarakat Banjar Anyar, Perean Kangin sendiri. Banyak hal-hal yang membanggakan yang di dapat oleh masyarakat Banjar Anyar, antara lain yaitu diberikan Taksu sangat besar di bidang seni dan banyak melahirkan seniman-seniman yang tidak hanya dibidang seni karawitan saja, seperti halnya seni ukir, seni tari, sampai seni design. Dari hal tersebut menyebabkan masyarakat banjar Anyar, Perean Kangin merasa mendapatkan keuntungan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat kedepannya untuk mencari nafkah. [B]
I Wayan Tusti Adnyana
Seniman karawitan yang kini sebagai Guru Seni Budaya di SMA 1 Baturiti, Tabanan. Sebagai seniman ia telah banyak melahirkan karya, dan hampir setiap tahun menjadi penggarap ataupun Pembina duta Kabupaten Tabanan. Pria tamatan ISI Denpasar ini pernah menjadi duta seni ke luar negeri seperti ke India dan Jepang.