Menghidupkan ‘Style’ Topeng Tugek Carangsari
Bagi yang kengen dengan gaya serta banyolan-banyolan maestro Topeng Tugek Carangsari, I Gusti Ngurah Windia (almarhum) bisa menyaksikan pementasan topeng prembon Sanggar Seni Tugek Carangsari. Gaya dan style lebih pada mengangkat karakter tupeng tugek yang diperankan Ngurah Windia. Walau tidak sama persis, tetapi motif dan gaya penyampaian pesan lewat banyolan itu masih mengena. Mereka mampu mengihidupkan suasana pentas dengan arif menciptakan komunikasi dengan penonton.
Mau bukti? Lihat saja pementasan seniman topeng prembon dari Sanggar Seni Tugek Carangsari di ajang Pesta Kesenian Bali ke-44, Jumat 8 Juli 2022 lalu. Melalui pementasan topeng prembon ini, sebagai duta seni Kabupaten Badung mereka tak saja ingin memberikan hiburan lewat gegonjakan, lelucon yang kepada masyarakat, namun sekaligus ingin menyampaikan pesan-pesan agama dan kebangsaan. “Meskipun ayah saya (I Gusti Ngurah Windia-red) sudah berpulang, kami senantiasa ingin menghidupkan kembali ‘style’ Topeng Tugek Carangsari,” ucap Ketua Sanggar Seni Tugek Carangsari I Gusti Ngurah Artawan di Taman Budaya Provinsi Bali.
Komunitas Topeng Tugek Carangsari yang telah didirikan sejak puluhan silam oleh maestro Topeng Tugek I Gusti Ngurah Windia (almarhum) memang memiliki gaya atau ciri khas tersendiri. Ciri khas itu diantaranya memiliki tembang-tembang tersendiri dan untuk dialog para pemainnya memiliki rumus Tat Sat (Tatwa dan Satua). Dalam satua (cerita) yang dibawakan mengandung tatwa (filsafat) dan tatwa disampaikan melalui satua. “Kami mencoba melanjutkan, semoga bisa sedikit menyamai,” ungkapnya serius.
Kesenian topeng, selain sebagai kesenian Wali (untuk ritual keagamaan) dan hiburan, juga sebagai media menyampaikan pesan kepada masyarakat. Termauk saat tampil di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali itu. Sanggar ini tampil sama seperti halnya pementasan topeng prembon pada umumnya, yang diawali tari Topeng Keras dan Topeng Tua. Tokoh punakawan yaitu Wijil dan Kartala kemudian menyampaikan lawakan-lawakan segar yang membuat penonton bergembira.
Dalam dialognya yang menghibur, mereka menyelipkan ajakan agar masyarakat senantiasa berperilaku yang baik dan menyayangi sesama. Mereka juga menyanyikan lagu Bali berjudul Merah Putih, sembari mengajak penonton supaya ingat dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila. Kelihatannya sederhana, tetapi apa yang dilakukan itu sangat bermanfaat, karena dilakukan dengan senang dan penuh rasa gembira. Hal seperti itu yang dilakukan toepng Tugek dulu dalam menarik perhatian penonton.
Meskipun Topeng Tugek Carangsari sudah pentas di hampir setiap penyelenggaraan Pesta Kesenian Bali, namun untuk pementasan tahun ini, proses latihan-latihan sudah dilakukan sejak Desember 2021. Pentas kali ini, menampilkan lakon Ki Pasek Badak yang sempat tenar tahun 1980-an. “Kami ingin mengajak pecinta topeng tugek menganang masa lalu, melalui pementasan lakon ini. Pesan yang disampaikan juga sangat kental,” imbuh Ngurah Artawan.
Lakon ini mengisahkan di saat Raja Mengwi I Gusti Agung Anom berkuasa, ia tidak bisa mengalahkan tokoh di Desa Buduk yang bernama Ki Pasek Badak. Ki Pasek Badak ini terkenal dengan kesaktiannya, kebal dengan senjata serta mengendarai seekor Badak. Raja Mengwi mengundang Pasek Badak ke puri atau kerajaan untuk diajak perang tanding tanpa melibatkan prajurit dan rakyat. Perjanjian pun disepakati, bahwa siapa yang kalah wajib menyerahkan kekuasaannya. Setelah sekian lama pertempuran terjadi, satu pun tidak ada yang kalah dan menang.
Akhirnya Pasek Badak menyerahkan diri dengan bersedia dibunuh oleh Raja Mengwi, dengan senjata Ki Naga Keras. Tetapi, sebelum meninggal Pasek Badak sempat mengajukan permohonan, bahwa ketika sudah meninggal agar dibuatkan sebuah pelinggih di seputaran Taman Ayun dan dilengkapi dengan penyungsung sebanyak 40 orang. Akhirnya Ki Pasek Badak meninggal dunia dan binatang badak kesayangannya juga mati d isebelah selatan Desa Buduk. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali