Seniman Lawas Sajikan Drama Gong “Godogan”
Sungguh mempesona. Seniman-seniman lawas mementaskan drama gong legend dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44, benar-benar menghibur. Topik digarap dengan apik, lalu dikemas menjadi “gegonjakan” yang betul-betul menarik dan penuh makna. Sebab, gegonjakan itu bisa menghasilkan lelucon yang mengundang gelak tawa penonton, juga menjadi sebuah pesan sebagai bekal kehidupan. Maka jangan heran, kreativitas seniman lawas itu mampu menyulap Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Center), tempat mereka pentas, Jumat 1 Juni 2022 lalu itu menjadi lebih hidup.
Patih Agung Sugita, Ni Wayan Suratni, Gus Topok, Dewa Ayu, Sang Ayu Tirta, Bu Agung, Moyo, Golek dan pemain senior lainnya memang sudah professional dalam pertunjukan seni darma gong. Seniman-seniman senior yang tergabung dalam Sanggar Seni Puspa Kencana, Banjar Udyana Shanti Poh Gading, Desa Ubung Kaja, Kota Denpasar itu memiliki kelebihan untuk improvisasi di atas panggung, sehingga nyaris tak ada kendala. “Untuk pentas ini, kami tak melakukan persiapan yang lama. Hanya sekali latihan bersama,” uangkap Sugita.
Mereka merupakan para pemain yang sudah biasa diajak tampil bersama dan merupakan pemain-pemain yang sudah professional, sehingga lebih cepat paham dan bisa tanggap. “Sebagaian besar seniman di sini sudah biasa diajak manggung, dan hampir semuanya para senior, maka hanya “meadungan apisan” (latihan gabungan sekali saja). Itulah seniman Bali yang mengandalkan improvisasi. Justru semakin diajak latihan, semakin hilang moodnya,” ungkap patih yang terkenal dengan karakter marah di atas panggung ini.
Sajian drama gong berdurasi sekitar dua jam itu berhasil membuat penonton tak beranjak dari tempat duduk. Bahkan Ketua TP PKK Provinsi Bali sekaligus Ketua Dekranasda Provinsi Bali, Nyonya Putri Suastini Koster juga menikmati sajian dari para seniman lawas tersebut. Disinggung mengenai regenerasi, sejatinya sudah diperhitungkan olehnya. “Kami juga menampilkan dua anak usia tiga tahun untuk menjadi godogan kecil. Inilah langkah-langkah kecil dalam meregenerasi drama gong,” ungkap Sugita.
Sugita pun mengaku dirinya kerap diminta untuk membina regenerasi di berbagai daerah, terutama Gianyar. Hampir tidak ada kendala dalam meregenerasi seniman-seniman baru yang akan menekuni drama gong. Hanya saja, kadang-kadang karena tidak ada permintaan untuk tampil, ada rasa ogah yang dirasakan oleh seniman. Akan tetapi, jika memiliki acara, dirinya pasti melibatkan seniman-seniman yang sudah diregenerasi. “Kalau untuk regenerasinya tetap saya perhitungkan. Karena saya selaku pembina, di mana-mana hampir diminta untuk membina. Utamanya di semua kecamatan di Gianyar,” pungkasnya.
Dalam permentasannya itu, mengambil lakon “Godogan” yang mengisahkan seekor Godogan yang mampu berbicara layaknya manusia. Kehidupan yang dijalankan pun layaknya manusia, canda, tawa, suka bersama teman, dan keluarga yang mengangkatnya. Pada suatu hari, ia menemukan cintanya, tertaut pada seorang gadis yang cantik dengan budhi yang tertata. Namun, prahara muncul, hingga duka yang menjauhkan dari pujaan hatinya. Gadis cantik terlunglai lemah tak berdaya. Godogan hadir dengan sejuta doa, dan mantra untuk menyembuhkannya. Hingga akhirnya mereka bersatu. Godogan pun berubah menjadi pangeran tampan penuh pesona. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali