Seniman dan Pegiat Seni di Bali Sepakat Bentuk Wadah Pasemetonan
Para seniman dan pegiat seni di Bali, tak hanya menjaga persahabatan dan rasa kebersaman itu dalam, ruang seni, tetapi lebih dari itu. Karena itu, sekitar 100 seniman, budayawan, penulis, jurnalis dan pegiat seni di Pulau Dewata sepakat membentuk wadah kekeluargaan atau pasemetonan. “Wadah pasemetonan ini akan mengumpulkan donasi untuk seniman yang berduka,” kata Oen Haryanto Wijaya yang mencetuskan ide tersebut pada acara Temu Kangen Seniman dan Pegiat Seni di Sekar Jambu Denpasar, Sabtu 27 Agustus 2022.
Disamping mencetuskan ide membentuk wadah pesemetonan itu, Oen The Painting juga menginisiasi pertemuan para seniman dan pecinta seni tersebut. Gagasan tersebut disambut dan didukung para seniman, sehingga hadir dan berkumpul pada acara melepas rindu setelah tak berinteraksi langsung selama pandemi Covid-19. Acara yang didominasi puluhan seniman seni rupa ini, juga guyub bersama seniman dari lintas bidang, jurnalis, kurator, fotografer, dan para pegiat seni.
Budayawan Putu Suasta mengatakan, ide yang baik dan bermanfaat bagi sesama ini harus didukung dan segera diwujudkan. Sebelumnya ia, pernah melakukan penggalangan dana secara spontan bagi seniman yang sedang sakit maupun meninggal dunia. “Jika pasemetonan ini dilembagakan akan lebih baik, tetapi perlu pengelolaan yang rapi dan dapat dipercaya,” ucapnya bersemangat.
Seniman yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof. Wayan Dibia mengusulkan, perlu diformulasikan agar wadah ini terbuka, fleksibel, dan merakyat. Banyak seniman yang pada masa tuanya merana, tidak ada yang memperhatikan. Padahal saat muda dan produktif disanjung setinggi- langit. “Saya sangat mendukung iktikad baik ini dan bersedia ikut terlibat di dalamnya,” ujarnya.
Arsitek Popo Danes mengatakan, empati terhadap seniman ini merupakan sebuah awal yang baik, dan agar segera ditentukan bentuk dan cara penggalian dananya. Lalu, Rektor ISI Denpasar Prof. Wayan Kun Adnyana menekankan, tentang perlunya kepedulian terhadap sesama seniman yang sedang mengalami musibah atau berduka. “Kita sama-sama pernah melewati kesulitan saat sakit, saya kira gagasan ini adalah jawabnya dan menjadi imajinasi kita bersama,” kata Kun Adnyana yang juga seniman seni rupa ini.
Kun Adnyana kemudian mencontohkan keluarga ISI Denpasar memiliki ‘rekening duka’ yang menghimpun dana sukarela dari para donator, lalu disalurkan kepada seniman yang sakit. Pola seperti itu bisa diadopsi dan dikembangkan, bukan hanya untuk seniman yang sakit, tetapi juga yang meninggal untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.
Seniman Nyoman Erawan mendukung misi kemanusiaan ini. Ia berharap bisa dilaksanakan dengan manajemen sederhana dan terpercaya. Erawan yakin tidak sulit mengumpulkan donasi untuk niat luhur untuk membantu sesama seniman yang sedang mengalami musibah.
Dukungan juga datang dari seniman yang hadir, seperti Made Djirna, Made Sumadiyasa, Wayan Redika, Chusin Setiadikara, Mangu Putra, Tjandra Kirana, Gung Man, Nyoman Sujana Kenyem, Suklu, dan Made Wiradana. Ada pula pemilik Griya Santrain Gallery IB Gede Sidharta Putra, pecinta Seni Harry T Putra, juga istri mendiang Made Wianta, Intan Kirana dan Indrawati, istri almarhum Gunarsa. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali