“Rupek” Ketika Kalanari Theatre Movement Yogyakarta Mengupas Situs Air Bali
Ketika direspon dengan sajian seni teater, areal Sungai Taman Budaya Provinsi Bali menjadi lebih indah dan sungguh mempesona. Kalanari Theatre Movement Yogyakarta yang didukung oleh pemain-pemain handal mengubah areal sungai itu menjadi stage pergelaran seni yang atraktif. Areal sungai yang biasa dijadikan tempat-tempat duduk para pengunjung Taman Budaya itu, tak hanya menjadi sebuah tempat pentas seni, tetapi juga menjadi bagian dari pertunjukan itu sendiri. Ibed S. Yuga yang bertindak sebagai sutradara sangat cerdas mengelola tempat itu menjadi bagian dari pertunjukan seni, juga sesuai tema.
Itulah gambaran adilango (pergelaran bertajuk “Rupek” yang disajikan Kalanari Theatre Movement Yogyakarta di areal Sungai Taman Budaya Provinsi Bali serangkaian dengan Festival Seni Bali Jani (FSBJ) IV, Kami 20 Oktober 2022. Garapan Rupek ini berangkat dari narasi-narasi yang berasal dari ruang-waktu klasik dan kotemporer tentang keberadaan Segara Rupek, wilayah laut tersempit di Selat Bali yang memisahkan Pulau Bali dengan Pulau Jawa. “Segara Rupek merupakan situs air yang sangat penting secara geografis, ekologis, politis, kultural, dan spiritual bagi Bali sejak dulu hingga kini,” kata Ibed S. Yuga.
Dari ruang-waktu klasik, Segara Rupek tidak bisa dilepaskan dari kisah tentang Dahyang Sidhimantra dan Manik Angkeran, pada legenda terjadinya Selat Bali. Begitu pula relasinya dengan puncak geografis dan ekologis tertinggi Bali: Gunung Agung. Narasi klasik ini kemudian secara kultural dan spiritual dimonumenkan dengan pembangunan Pura Segara Rupek sebagai salah satu pura kahyangan jagat.
Secara ekologis, pura tersebut berada dalam Taman Nasional Bali Barat (TNBB), sebuah suaka alam nasional (modern) yang seakan turut menjaga situs air dari masa lalu. Segara Rupek yang berhimpitan dengan TNBB menjadi situs yang bukan hanya muncul dari kebijakan klasik, melainkan kebijakan lingkungan dan politik modern. Di masa modern pula, beberapa kali wacana pembangunan jembatan Selat Bali ditolak tegas oleh masyarakat Bali, baik dengan pertimbangan kultural- spiritual maupun sosial-politis.
Menurutnya, jubelan narasi tentang situs air Segara Rupek tersebut menarik untuk diulik kembali, diteguhkan, dikritisi, dan dipelajari secara filosofis dan estetis. “Inilah yang menjadi objektif dari pertunjukan Rupek. Narasi-narasi tersebut digunakan sebagai kelindan teks yang berpotensi memunculkan tabrakan, perjumpaan, saling ragkul, saling sikut, serta tentu saja saling serap, melingkupi eksistensi sebuah situs air penting bagi Bali. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali