Pawai Ogoh-ogoh Jelang Nyepi, Sebuah Festival Besar Masyarakat Hindu di Bali
Masyarakat Hindu di Bali akan merayakan Hari Raya Nyepi, Rabu 22 Maret 2023. Mendekati hari Tahun Baru Saka 1945 atau sehari sebelumnya, ada festival besar berlangsung hampir di seluruh daerah di Bali. Festival ogoh-ogoh yang berlangsung dalam setiap tahunnya. Ajang ini, seakan memperkenalkan, bahwa Bali memiliki budaya unik.
Walau tergolong baru yang mulai popular sekitar tahun 80-an, namun eksistensi budaya ini semakin lama semaki kuat. Orang malah menjadikan ogoh-ogoh sebagai ajang memperkuat akarnya sebagai orang Bali.
Menyambut Tahun Baru Saka 1945 kali ini, kreativitas ogoh-ogoh begitu semarak. Karya seni ini, tak hanya ada di setiap banjar di Bali, tetapi juga ramai ada di hotel-hotel. Bentuk dan ukurannya juga bermacam-macam, ada yang besar ada pula yang mini. Namun, semua karya ogoh-ogoh itu menarik. Termasuk di Jimbaran Puri A Belmond Hotel.
“Adanya ogoh-ogoh di hotel termasuk di Belmond ini penting adanya, untuk memberikan informasi yang jelas terkait ogoh-ogoh itu,” kata seniman Ogoh-ogoh, Putu Marmar Herayukti, Kamis 16 Maret 2023.
Informasi itu penting disampaikan, karena sering kali ketika orang melihat wujud dari ogoh-ogoh itu seolah-olah berpikir orang Bali suka dengan yang ngeri-ngeri. Ya, itu karena wajah ogoh-ogoh yang dibuat wujudnya serem-serem.
“Sebenarnya, ogoh-ogoh itu hadir dibeberapa tempat pada hari Pengerupukan yang konteknya sebagai upacara “nyomya bhutakala” meneteralisir kekuatan energi alam. Maka di situ yang muncul adalah wujud-wujud tentang alam,” ujarnya.
Ketika bicara tentang alam, tentunya berbicara dengan energi besar yang pernting dinetralisir, sehingga manfaatnya digunakan pada kehidupan setelah Nyepi dengan baik, dan sesuai dengan kebutuhan. Alam itu selalu dengan tampilan yang besar, kuat, dan cukup mengerikan bagi orang yang tidak faham.
“Itu sama halnya, kalau dianalogikan ketika ketemu pria yang tampan, wanita cantik dan pintar, apalagi semua memiliki kekuasaan, tentu kita merasa ada sesuatu yang membuat kita jauh lebih di bawah,” paparnya.
Ogoh-ogoh itu menyimbolkan hal itu tentang alam yang kuat, energy yang kuat yang digambarkan melalui kukunya yang tajam, taring yang panjang, lidah dan ubun-ubun yang berapi. Di tengah-tengah jidatnya ada sebuah batu permata paling baik sebagai simbol kecerdasan, kesaktian yang dimiliki oleh alam.
Masyarakat di Bali percaya tentang alam semesta dan badan manusia yang sesungguhnya menjadi satu. Ketika, manuia berhasil mengkoneksikan pada apa yang ada dalam diri manusia dan pada alam, maka disitulah mulai kehidupan baru yang selaras dengan alam.
“Ini kan simbolsisasi apa yang terjadi pada Hari Raya Nyepi. Secara astronomi kita gelap sekali, tilem kesango, orang-orang mengkoneksikan dirinya dengan alam, yakni dengan memberhentikan aktivitasnya,” bebernya.
Pada saat itu, api dalam dirinya diredupkan sampai tidak menyala melalui Catur Berata Penyepian. Hal itu itu diterapkan mulai dari perkataan, dan perbuatan yang semua harus direm sebentar, sehingga ada waktu rehat walau hanya sehari. Besoknya sudah memasuki hari Raya Ngembak Geni yang memiliki makna manusia mulai mengidupkan api itu kembali dengan kesadaran-kesadaran baru.
Sesungguhnya makna dari semua itu, bisa dirangkaum menjadi sebuah cerita dan pelajaran yang sangat baik terntang kehidupan. Setelah sepanjang tahun manusia membangun atau mencari sesuatu, maka ada satu titik manusia memerlukan satu evaluasi dengan meninggalkan semua itu, seolah-olah belum ada, lalu memulai pada keesokan dengan sesuatu yang baru lagi. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali