Miniatur Ogoh-ogoh Sebuah Pertunjukan Seni Murni

Ogoh-ogoh mini sebuah bukti, kreativitas anak-anak muda Bali yang tak pernah berhenti.
Kreativitas anak-anak muda dalam membuat ogoh-ogoh tak perlu diragukan lagi. Karya seni ogoh-ogoh itu tak hanya indah, tetapi menawarkan cerita bahkan pesan dalam menjalani kehidupan.
Jika sebelumnya membuat ogoh-ogoh dalam ukuran besar, tetapi kini banyak seniman yang melahirkan ogoh-ogoh mini atau miniatur ogoh-ogoh. Bahkan, belakangan juga ramai bermunculan sketsa ogoh-ogoh. Ini sebagai bukti, kreativitas anak-anak muda Bali yang tak pernah berhenti.
Seniman ogoh-ogoh, Putu Marmar Herayukti mengatakan, ogoh-ogoh mini sesungguhnya sebuah hasil dari pengembangan kreativitas dari ogoh-ogoh itu sendiri. Dulu, miniature ogoh-ogoh hanya dibuat oleh anak-anak yang ikut berpartisipasi dalam hari raya “Pengerupuk”, sehari sebelum Nyepi.
Kini, ogoh-ogoh mini dibuat oleh anak-anak muda. Tren itu muncul, ketika perayaan Ngerupuk dan Nyepi terdampak pandemic Covid-19, tepatnya pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Ketika miniatur ogoh-ogoh hadir dalam bentuk yang lebih serius, karya seni itu justru dikompetisikan. Hal tersebut bahkan sudah menjadi sebuah pertunjukan seni murni. Sebab, dalam sajiannya ada seni patung yang ditunjukan, dan penggarapannya juga sangat serius.
Maka itu, kehadiran miniatur ogoh-ogoh ini harusnya mempunyai nilai lebih. “Miniatur ogoh-ogoh bisa dipamerkan menjadi souvenir, dan menjadi barang seni yang bernilai tinggi. Hal ini, sebagai sebuah penghargaan dan sebagai apresiasi,” ungap Marmar.
Kehadiran seniman-seniman muda khususnya dalam membuat ogoh-ogoh ini sebaiknya diperhatikan. Hasil kreasi anak-anak muda dalam membuat ogoh-ogoh mini tergolong tinggi. Namun, serelah dikompetisikan, karya-karya para seniman itu seakan tidak ada ruang untuk memamerkan karya seninya,
“Padahal, miniatur ogoh-ogoh ini bisa dipamerkan, dan itu bisa memberi sebuah nilai untuk membuat karya-karya baru yang lebih bagus lagi. Paling tidak, akan ada yang mendorong seniman lain untuk ikut membuat yang lebih bagus lagi,” imbuhnya.
Mamar menegaskan, untuk bisa menjadikan ogoh-ogoh sebagai souvenir, jangan hanya berpangku tangan pada pemerintah. Hal itu bisa dimulai dari diri sendiri. Para seniman, khususnya seniman ogoh-ogoh bisa mengawali dengan membentuk komunitas.
Ogoh-ogoh mini atau miniatur ogoh-ogoh yang akan dipamerkan atau dilombakan itu mesti diawali dengan kurasi. Juri yang menilai juga harus memiliki kompetensi yang sudah terjaga. Apalagi, mereka datang dari praktisi ogoh-ogoh, sehingga mereka tahu mana ogoh-ogoh yang bernilai tinggi.
Seniman yang karya-karyanya telah dipilih sebagai pemenang, sebaiknya membentuk sebuah komunitas, lalu datang ke pemilik galelry untuk membicarakan sebuah pameran.
Bisa juga mencari tempat untuk bisa mengoleksi ogoh-ogoh yang telah terpilih sebagai terbaik. “Tergantung seniman itu sendiri, kalau senimannya ingin menyimpan sendiri itu tidak menjadi masalah. Kalau pemerintah bisa mewadahi itu bagus juga,” ujarnya.
Namun Marmar mengatakan, sebaiknya jangan tergantung pada pemerintah. Lebih baik berupaya sendiri, sebab memamerkan karya seni sebagai sebuah cara menghargai diri-sendiri, dan untuk membangun diri untuk membuat karya baru. “Ini juga sebagai cara untu meperkenalkan karya kepada khalayak,” tutup Marmar. [B/*]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali