Konsep Ajaran Hindu “Tri Premana” Memiliki Nilai Strategis dalam Dunia Pendidikan

 Konsep Ajaran Hindu “Tri Premana” Memiliki Nilai Strategis dalam Dunia Pendidikan

Prof. Dr. Drs. Wayan Paramartha, SH., M.Pd. dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Hindu Indonesia (Unhi) di bidang manajemen pendidikan. Pengukuhan yang berlangsung di Prama Hotel, Sanur, Sabtu 27 Mei 2023, Prof. Paramartha membawakan orasi ilmiah berjudul ‘Manajemen Pembelajaran Berbasis Nilai-nilai Tri Pramana dan Pedagogi’. “Konsep ajaran Hindu memiliki nilai strategis dalam pendidikan, salah satunya Tri Premana,” katanya saat memaparkan orasi ilmiahnya.

Nilai-nilai Tri Pramana memenuhi sebuah konsep manajemen belajar yang mencakup kemampuan atau keterampilan dalam mengelola kegiatan belajar. Konsep Tri Pramana juga memenuhi tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, yakni perubahan tingkah laku. Selain itu, nilai-nilai Tri Premana memenuhi hasil yang hendak dicapai, yakni kualitas dan kuantitas lulusan. “Nilai-nilai Premana juga memenuhi konsep manajemen belajar terkait dengan proses interaksi, yakni saling mempengaruhi,” tegasnya.

Tri Premana juga memenuhi konsep manajemen belajar individu. Para siswa dan manajemen belajar tentang lingkungan, yakni lembaga pendidikan dan masyarakat. Indikator pada kedudukan konsep pembelajaran Tri Pramana memiliki kemiripan dengan taksonomi Bloom versi baru. “Tri Pramana dapat diartikan sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang terdiri atas tiga bagian yakni Sabda Pramana (Agama Pramana), Pratyaksa Pramana, dan Anumana Pramana,” ucapnya.

Assesor BAN-PT dan Lamdik ini menjelaskan, Sabda Pramana (Agama Pramana) adalah tahap awal atau tahap bagi para pemula yang baru belajar, yaitu tahap teori, di mana seseorang mempelajari pengetahuan pendahuluan dengan teknik belajar ke luar. Teknik belajar ke luar ini, ialah mempelajari materi yang ada, baik dari buku maupun ceramah guru dengan memanfaatkan kecerdasan intelektual yang dimiliki. Sabda Pramana dapat diturunkan menjadi beberapa indikator dalam menemukan pembenaran pembelajaran. Indikator pada Sabda Pramana (Agama Pramana) adalah “referensi dan afirmasi”.

Baca Juga:  Drama Gong Lawas Sajikan “Dukuh Suladri”, Ajang Reuni Sampaikan Pesan Etika Kehidupan

Pratyaksa Pramana adalah tahap mengetahui, mengalami dan mencapai pengetahuan melalui kesadaran indrawi dengan cara mengalami keterhubungan kosmik dari pengetahuan yang dipelajari tersebut secara langsung. Pratyaksa Pramana dapat diturunkan menjadi beberapa indikator dalam menemukan pembenaran pembelajaran. Indikator pada Pratyaksa Pramana adalah observasi, bertanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengkomunikasikan.

Sedangkan Anumana Pramana adalah tahap menyimpulkan pengetahuan yang didapat dengan teknik belajar ke dalam diri, yaitu teknik belajar dengan memanfaatkan kebijaksanaan mendalam yang membutuhkan kejernihan pikiran, kepekaan perasaan, dan ketajaman intuisi. Indikator pada Anumana Pramana adalah meringkas, menanggapi, menalikan, merumuskan, dan mengikhtisarkan. “Tujuan akhir dari penerapan nilai-nilai Tri Pramana pada pembelajaran tidaklah berhenti hanya sampai siswa mampu melakukan pemecahan masalah,” sebut suami Dr. Ni Luh Sustiawati, M.Pd. yang dosen ISI Denpasar.

Tujuan akhir dari penerapan nilai-nilai Tri Pramana pada pembelajaran adalah ketika siswa mampu mengkreasikan maupun menciptakan sebuah kasus baru dalam pembelajarannya untuk ditemukan juga pemecahan masalahnya,’’ ujar ayah Ni Luh Dewi Mas Sawitri, S.E., M.Si., Ni Made Ayu Mas Saraswati, S.E. dan Nyoman Prajna Mas Brahmadipa, S.T. ini.

Lulusan Doktor Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang tahun 2011 ini mengatakan, setelah proses yang begitu panjang, tugas guru besar tidak hanya mengajar dan mendidik, tetapi juga peneliti. Guru besar memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, tidak hanya pada institusi yang menaunginya, melainkan pada masyarakat, negara, dan dunia. Guru besar juga harus terus menambah dan membagi ilmunya kepada generasi muda, sekaligus berkontribusi pada kemajuan bangsa,” ujarnya.

Profesor asal Desa Busungbiu, Buleleng tahun 1960 ini lalu menegaskan, setiap guru besar diwajibkan menulis buku dan karya ilmiah, serta menyebarluaskan gagasannya yang mampu memecahkan permasalahan di masyarakat. Mereka dituntut untuk menulis jurnal yang berdampak pada bidang keilmuan yang ditekuninya, sehingga ilmu pengetahuan pun akan semakin berkembang. “Guru besar adalah motor penggerak bagi perguruan tinggi. Semakin banyak guru besar, maka akan semakin dekat juga sebuah universitas untuk mendapatkan akreditasi unggul,” pungkas Prof. Wayan Paramartha. [B/*]

Related post