Dek Geh Alih Wahanakan Isi Lontar ke Dalam Bahasa Tubuh di Singaraja Literary Festival

 Dek Geh Alih Wahanakan Isi Lontar ke Dalam Bahasa Tubuh di Singaraja Literary Festival

Seniman I Made Tegeh Okta Maheri/Foto: ist

I Made Tegeh Okta Maheri atau yang akrab disapa Dek Geh adalah salah satu narasumber yang akan memberikan workshop alih wahana lontar ke performing arts pada Singaraja Literary Festival tahun 2023. Festival yang digagas Kadek Sonia Piscayanti bersama Made Adnyana Ole dari Yayasan Mahima Indonesia ini berlangsung selama tiga hari (29 September – 1 Oktober)

Pria asli Buleleng ini akan memberikan workshop teater dan tari bersama Kadek Sonia Piscayanti pada hari kedua bertempat di Puri Kanginan. “Kami akan mengawali dengan menentukan salah satu Cerita Rakyat Bali yang bisa ditransfer atau ditransformasikan kedalam bentuk karya gerak teater maupun gerak tari,” katanya, Selasa 26 September 2023.

Sastra, baik yang ada dalam lontar atau pada cerita Bali lainnya itu sangat penting dalam sebuah karya teater, drama, seni tari ataupun seni lainnya. Hal itu karena, setiap koregrafer ataupun sutradara hampir seluruh garapannya berasal dari sebuah cerita, baik cerita dalam bentuk puisi, cerpen, lontar dan lainnya.

Dalam kegiatan workshop itu, pria jebolan S1 Sekolah Tinggi Seni Indonesia (Institut Seni Indonesia, sekarang) Denpasar ini akan mengajak para peserta untuk berinteraksi sesama peserta lainnya. Hal itu dilakukan agar antara peserta satu dengan lainnya saling mengenal, sehingga timbul rasa senang.

“Saya akan mencoba untuk mengajak para peserta bercerita dan membaca atau dibacakan salah satu cerita kepada para peserta. Cerita yang diangkat dari Lontar yang ada di Gedong Kirtya untuk kemudian menjadi sebuah garapan berjudul Belog Megandong”,” ujar pria kelahiran di Buleleng, Bali, 45 tahun ini.

Selanjutnya mengarahkan para peserta untuk bisa berpikir atau membayangkan cerita dan naskah lontar yang dibacakan itu. Lalu, berinteraksi dengan tubuh masing masing peserta. “Respon tubuh dari ruang yang ada, kami akan mengajak para peserta untuk lebih jauh mengenal apa yang namanya bahasa tubuh (tubuh tari),” papar owner Komunitas Dekgeh Dance Art Community ini.

Baca Juga:  Sanctoo Suites & Villas Tunjukkan Eksistensi Bahasa Bali

Penari tradisi dan kontemporer ini mengaku, sesungguhnya sejak lama ia ingin membuat karya tari berasal atau bersumber dari Aksara Bali. “Jika itu kemudian ditransformasikan ke dalam gerak tubuh akan menjadi sangat bagus. Apalagi ketika bisa dan mampu menirukan semua bentuk aksara itu,” harapnya.

Singaraja Literary Festival merupakan event yang digagas oleh kreator melalui ide-ide yang sangat bagus. Di mana di dalamnya akan terdapat kegiatan mengalihwahanakan naskah-naskah lama atau dimasa lalu yang tersimpan di Gedong Kirtya kedalam berbagai bentuk kegiatan workshop dan lainnya.

Tujuannya mengajak generasi muda kini untik mengetahui atau mengenal kembali keberadaan warisan yang ada tersimpan di perpustakaan Gedong Kirtya ini. “Bagi saya, Singaraja Literary Festival ini merupakan event yang sangat bagus bagi para creator,” imbuh Sutradara dan Koreografer The Water Soul.

“Dalam ajang ini, kita akan mengajak para peserta untuk kembali mengenal lebih dalam sebuah pemikiran para ahli sastra terdahulu yang bisa kita relevansikan dan diterjemahkan kedalam berbagai bentuk seni, seperti dalam seni pertunjukan,” tegas seniman yang sudah biasa pentas di beberapa kota di Indonesia.

Dengan santai, Dek Geh berharap event ini tidak akan berhenti hanya sekali di tahun 2023 ini. Artinya, agar tetap diselenggarakan kedepannya. Melalui event festival ini masyarakat, utamanya generasi muda kembali diajak bersama untuk mengetahui keberadaan lontar ataupun sastra yang tersimpan di perpustakaan Gedong Kirtya.

“Itu artinya, peran serta masyarakat untuk melestarikan seni budaya yang diwariskan oleh leluhur kita terdahulu sudah dilakukan,” ucap penari yang sudah pentas dibeberapa negara, diantaranya Singapura, Spanyol, Perancis, USA, dan Italia ini.

“Generasi muda di jaman era globalisasi seperti sekarang ini lebih cepat dan instan dalam menerima hiburan kekinian, jika itu dibandingkan dengan kemauan untuk menggali dan melestarikan seni budaya yang diwariskan oleh para leluhur dan moyangnya,” pungkasnya. [B/darma]

Related post