Pentaskan “Arjuna Tapa”. Cara Dosen dan Mahasiswa Pedalangan ISI Denpasar Menghidupkan Kembali Wayang Kulit Parwa gaya Bebadungan

 Pentaskan “Arjuna Tapa”. Cara Dosen dan Mahasiswa Pedalangan ISI Denpasar Menghidupkan Kembali Wayang Kulit Parwa gaya Bebadungan

Pementasan Wayang Kulit Parwa Gaya Bebadungan berjudul “Arjuna Tapa” hasil desiminasi dosen dan mahasiswa ISI Denpasar/Foto: dok.balihbalihan.

Saat ini, seni pertunjukan wayang kulit, khususnya Wayang Kulit Parwa mengalami keterpinggiran, termarginalisasi. Buktinya, sangat jarang bisa menyaksikan dan mendengar pertunjukan Wayang Kulit Parwa di masyarakat, bahkan hampir selama dua dekade terakhir ini. Termasuk salam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) pun tak selalu dijadwalkan dalam setiap tahun, sehingga anak-anak kini serasa semakin jauh dengan seni warisan leluhur ini.

Itulah yang mendasari kami untuk memberikan pelatihan pertunjukan Wayang Kulit Parwa gaya Bebadungan di Sanggar Majalangu, Kelurahan Desa Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung sejak April hingga September 2023. Pelatihan melalui Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PPKM) di bawah naungan Lembaga Penelitian Pengabdian Pada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) ISI Denpasar tahun 2023 ini khusus dengan Wayang Kulit Parwa gaya Bebadungan.

Kegiatan yang merupakan salah satu pengamalan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi meibatkan tiga dosen dan dua mahasiswa Program Studi (Prodi) Pedalangan, yakni Dr. I Made Marajaya, SSP.,M.Si (Prodi Pedalangan) saya sendiri, Ni Komang Sekar Marheni, SSP.,M.Si (Prodi Pedalangan), dan Dr. I Ketut Suteja, SST., M.Sn (Prodi Tari). Sedangkan mahasiswa yang terlibat, yaitu I Komang Wahyu Widyantara dan I Komang Prayoga Putra dari Prodi Pedalangan.

Kalau kita bandingkan pada era tahun 1970-an dan 1980-an, saat itu pertunjukan Wayang Kulit Parwa pernah berada pada rating teratas dari beragam seni pertunjukan yang ada di Bali. Populernya pertunjukan Wayang Kulit Parwa saat itu, telah dibuktikan dengan munculnya sederetan nama-nama dalang populer dan hasil karyanya sampai saat ini masih dapat kita nikmati melalui rekaman audio di Channel Youtube.

Dalang Wayang Kulit Parwa yang sempat populer, seperti Dalang Ida Bagus Ngurah Arnawa (alm) dari Desa Buduk dikenal dengan nama Wayang Buduk yang sekaligus menjadi ikon Wayang Parwa gaya Badung/Bebadungan, Dalang I Dewa Rai Mesi dari Desa Temesi (alm) terkenal dengan sebutan Dalang Bangli yang juga menjadi ikon Wayang Parwagaya Bangli, dan Dalang I Ketut Madra (alm) yang menjadi ikon Wayang Parwa gaya Sukawati Gianyar.

Termasuk pula Dalang I Wayan Rajeg dari Desa Tunjuk yang menjadi ikon Wayang Parwa gaya Tunjuk Tabanan, Dalang I Made Sidja dari Desa Bona yang mewakili gaya Wayang Parwa gaya Bona Gianyar, Dalang I Nyoman Granyam dari Desa Sukawati sekaligus mewakili gaya Sukawati, Dalang I Made Sidia dari Desa Suwug yang menjadi ikon Wayang Parwa gaya Bali Utara, dan lain sebagainya.

Selain dalang Wayang Parwa, kita juga dapat mengenal beberapa dalang Wayang Ramayana yang sempat poluler pada saat itu, seperti Dalang Ida Bagus Sarga (alm) dari Desa Bongkasa sekaligus menjadi ikon Wayang Ramayana gaya Bongkasa, Dalang I Made Jagra (alm) dari Desa Bongkasa juga spesialis Wayang Ramayana gaya Bongkasa, Dalang Ida Bagus Baskara (alm) dari Desa Buduk mewakili Wayang Ramayana gaya Bebadungan, Dalang I Ketut Rupik dari Desa Lukluk (Wakul) yang mewakili gaya Wayang Ramayana gaya Bebadungan, dan lainnya.

Baca Juga:  Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta Meriahkan PKB XLVI dengan “Satria Jati”

Setelah memasuki era tahun1990-an muncul nama-nama dalang populer yang sering nyeraki (merangkap) lebih dari dua jenis pertunjukan wayang kulit, seperti Dalang Ida Bagus Sudiksa (alm) dari Desa Kerobokan (Wayang Parwa, Wayang Ramayana, dan Wayang Calonarang), Dalang I Made Kembar (alm) dari Desa Padangsambian (Wayang Parwa, Wayang Ramayana, dan Wayang Cupak), Dalang Ida Bagus Puja (alm) anak dari Dalang Ida Bagus Ngurah Arnawa dari Griya Tengah Desa Buduk (Wayang Parwa dan Wayang Ramayana), Dalang I Wayan Wija dari Desa Sukawati sekarang menetap di Desa Ubud (Wayang Parwa, Wayang Ramayana, dan Wayang Tantri), dan lainnya.

Selanjutnya memasuki tahun 2000, secara perlahan-lahan pertunjukan wayang kulit tradisi khususnya Wayang Kulit Parwa mengalami keterpinggiran, terutama di daerah Bali Selatan. Hal itu disebabkan oleh munculnya berbagai model pertunjukan wayang kulit bergaya inovatif dari dalang-dalang muda zaman milenial. Sebut saja Dalang I Wayan Nardayana (Wayang Cenk Blonk) dari Desa Belayu Tabanan, dan I Ketut Muada (Wayang Joblar) dari Desa Tumbak Bayuh Badung.

Termasuk pula munculnya Dalang I Made Nuarsa (Wayang D’Karbit) dari Desa Semana Badung, Dalang I Wayan Sudarma (Wayang Genjek) dari Desa Bungkulan Buleleng, Dalang Dewa Agung Sutresna (Wayang Kang Cing Wi) dari Desa Temesi anak dari Dalang Rai Mesi, Dalang Putu Putra Adnyana (Wayang Ledem) dari Desa Selemadeg Tabanan, Dalang I Made Bintang Sundharam (Cenk Blonk Generation) dari Desa Belayu Tabanan, dan lain-lainnya.

Hal yang sama juga terjadi pada pertunjukan Wayang Kulit Parwa di Kabupetan Gianyar khususnya di Desa Sukawati. Desa yang merupakan lumbung kesenian wayang itu juga mengalami keterpinggiran. Hal ini, bahkan pernah ditulis oleh I Made Yudabakti dalam disertasinya yang berjudul “Marginalisasi Wayang Kulit Parwa di Kabupaten Gianyar Pada Era globalisasi” (2013).

Dalam tulisannya, Made Yudabakti menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan terpinggirnya Wayang Kulit Parwa di Gianyar, seperti menurunnya minat dan daya tarik masyarakat untuk menonton Wayang Parwa, menurunnya kreativitas dalang Wayang Parwa, lemahnya pembinaan yang dilakukan oleh Pemda Gianyar, masa depan Wayang Kulit Parwa kurang menjanjikan, masyarakat lebih menyukai tontotan dari pada tuntunan, meningkatnya pengaruh seni budaya asing, tersedianya sumber-sumber hiburan modern, dan pengaruh teknologi komunikasi.

Baca Juga:  Astra Roma Ballet Pergelarkan “BALLOON! (Komik)” di Festival Internasional Bali Padma Bhuwana II ISI Denpasar

Fenomena seperti itu tidak saja terjadi di Kabupaten Gianyar, melainkan terjadi pula di Kabupaten Badung. Pertunjukan Wayang Kulit Parwa sangat jarang dipentaskan karena tidak ada yang menanggap dan menonton. Jika ada masyarakat yang memerlukan tirta (air suci) wayang untuk upacara, masyarakat hanya nunas (minta) tirta wayang ke rumah Jero Dalang yang terdekat. Kecuali untuk pertunjukan Wayang Lemah yang fungsinya sebagai wali dari upacara keagamaan tetap berjalan seperti biasa.

Maka tak salah, kalau para pencinta wayang di daerah Badung sangat mengkhawatirkan jika Wayang Kulit Parwa gaya Bebadungan akan semakin hilang dan punah. Itu karena dalang-dalang muda masa kini tidak mau belajar mengikuti pakem yang ada. Sebut saja, seperti yang dicontohkan oleh rekaman Wayang Buduk dengan dalang Ida Bagus Ngurah Arnawa (alm) dan Putranya Ida Bagus Puja (alm di Channel Youtube.

Demikian halnya dengan para tutorial yang mengajarkan murid-muridnya telah mengubah sedikit demi sedikit pakem gaya Bebadungan dan lebih cendrung memberikan gaya menurut versinya sendiri. Nah, untuk menjawab fenomena itu, serta untuk mengembalikan pakem Wayang Kulit Parwa gaya Bebadungan kepada bentuk aslinya di era globalisasi ini, maka kami memberikan pelatihan pertunjukan Wayang Kulit Parwa gaya Bebadungan ini.

Pementasan Wayang Kulit Parwa Gaya Bebadungan
Pementasan Wayang Kulit Parwa Gaya Bebadungan berjudul “Arjuna Tapa” hasil desiminasi dosen dan mahasiswa ISI Denpasar/Foto: dok.balihbalihan.

Sanggar Majalangu bertindak sebagai mitra kerja, menyambut baik tawaran yang diberikan oleh dosen dan mahasiswa ini. Intinya, kegiatan ini memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk melestarikan kesenian tradisonal khususnya pertunjukan Wayang Kulit Gaya Bebadungan yang belakangan semakin menghilang. Bahkan, tidak dapat dikuasai dengan baik oleh dalang-dalang muda, khususnya di daerah Badung dan sekitarnya.

Dalam proses pelatihan ini, kami mulai dari proses administratif hingga terjun ke lapangan. Kami menerapkan metode praktek pakeliran, yaitu sebuah metode yang lazim digunakan dalam proses pembelajaran praktek Pakeliran di Prodi Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Tahap awal pelatihan, kami selaku pembina memberikan materi secara terpisah-pisah (inter lokal).

Setelah seluruh materi tersebut dikuasai, barulah melakukan teknik penggabungan. Materi-materi terpisah yang kami maksud adalah unsur-unsur estetik dalam pertunjukan wayang kulit yaitu; gending Alas Harum, Panyahcah Parwa (narasi), gending Pengalang/Bebaturan (ilustrasi), Sendu semita (narasi), Pengalang Penasar, gending angkat-angkatan, gending Rebong, sertagending Pepeson Delem dan Sangut.

Baca Juga:  Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. Etnomusikolog dan Mantan Rektor yang Pernah Jadi Pedagang Pisang Goreng

Kami juga memberikan materi gending-gending dan narasi (panyahcah Parwa dan Sendu Semita). Selanjutkan memberikan materi Tetikesan (gerak wayang) mulai dari adegan Igel Kayonan, adegan Patangkilan, adegan Rebong (romantis), Pepeson Delem dan Sangut, dan Siat wayang (peperangan). Kedua unsur estetik yaitu gending/lagu-lagu dan Tetikesan tersebut kemudian digabungkan dengan Antawacana dan retorika pedalangan.

Antawacana itu meliputi suara penokohan dan ucap-ucap (dialog, monolog, epilog) yang berkaitan dengan lakon. Sementara bentuk retorika padalangan yang kami terapkan adalah tutur bertembang, tutur narasi, dan tutur dialog. Lakon yang kami berikan dalam pelatihan ini adalah Arjuna Tapa.

Lakon ini sangat sederhana dan populer dipakai dalam proses belajar mengajar praktek pakeliran. Sementara untuk iringan wayang, selain diberikan oleh pembina dalam proses pelatihan, juga dibantu oleh Sanggar Dwi Abdi Budaya Banjar Pengubengan Kauh Desa Kerobokan Klod, Kecamatan Utara Kabupaten Badung hingga kegiatan desiminasi.

Kami melakukan kegiatan desiminasi pada Selasa tanggal, 26 September 2023 di Bale Banjar Padang, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Saat itu, mengundang pejabat Ketua LP2MPP ISI Denpasar dan jajarannya, Listibya Kecamatan Utara Kabupaten Badung, Ketua Sanggar Majalangu, Ketua Paiketan Seniman Dukuh Kahyangan (Piduh), Ketua Listibya Kecamatan Kuta Utara, Kelian Dinas Banjar Padang, Kelian Adat Banjar Padang, dan para seniman dalang di Kelurahan Kerobokan.

Kami merasa senang, sebab, kegiatan desiminasi ini disambut baik oleh masyarakat. Bahkan, Ketua Sanggar Majalangu, dan Listibya Kecamatan Kuta Utara. Mereka berharap, kegiatan seperti ini bisa berlanjut hingga bisa pentas dalam ajang PKB yang akan datang. Mereka juga mengucapkan terima kasih kepada tim pembina dan Lembaga Tinggi ISI Denpasar, karena telah menerjunkan para dosen dan mahasiswanya ke Desa Adat Kerobokan yang terdiri dari 52 Banjar Adat yang memiliki 21 dalang baik yang belajar secara formal maupun non formal (otodidak).

Pertunjukan Wayang Parwa gaya Bebadungan ini merupakan sebuah aset dan warisan budaya leluhur masyarakat Badung, sehingga sangat perlu dilestarikan dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan masyarakat masa kini. Kehadiran ISI Denpasar untuk memberikan pelayanan dibidang kesenian selalu dinanti-nantikan oleh masyarakat, karena Kampus ISI Denpasar adalah milik masyarakat Bali. [B]

I Made Marajaya

Dr. I Made Marajaya, SSP.,M.Si seorang dalang yang merupakan dosen Program Studi (Prodi) Pedalangan ISI Denpasar.

Related post