Lomba Babanyolan di Bulan Bahasa Bali VI, Lucu dan Kaya Dialek

Lomba Babanyolan di Bulan Bahasa Bali VI diminati anak muda/Foto: ist.
Lomba Babanyolan Tunggal menjadi agenda baru pada perhelatan Bulan Bahasa Bali (BBB) VI ini. Kehadirannya yang pertama kali ini disambut positif oleh masyarakat Bali, khususnya anak-anak muda yang memiliki bakat “ngelucu” membuat orang lain tertawa. Tentu, itu tidak mudah.
Ketika tampil di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Bali, Selasa 20 Pebruari 2024 itu, sebanyak 10 peserta tidak melengkapi diri dengan rias busana atau rias wajah, seperti bondres. Babanyolan Tinggal, seperti Stand Up Comedy yang tampil banyol (lucu).
Peserta dari Kabupaten Buleleng mendominasi, sebab dari 10 peserta itu, 4 diantaranya mewakili daerah Bali Utara itu. Mereka tampil kocak dengan gaya Bahasa Buleleng sangat sangat komunikatif. Apalagi, dibarengi dengan kemampuan penguasaan panggung yang sangat baik.
Ya, untuk Lomba Babanyolan kali ini nuansa Buleleng lebih banyak. Selain dialek Buleleng yang diangkat, mereka juga lihai dalam berimprovisasi, dan tidak berlebihan serta menjunjung etika, sehingga babanyolan yang disuguhkan tak menggunakan bahasa jorok atau jaruh.
Memang, dari sekian peserta yang tampil, tak semuanya mampu memikat penonton yang ada saat itu, sehingga tak semua banyolan yang ditawarkan mengundang tawa. Namun, mereka tak kenal lelah dan pasrah untuk melempar banyolan untuk membuat penonton tertawa.
Bahan banyolan yang disajikan, sebagian besar sesuai tema. Penguasaan materi dan improvisasi tampak sangat baik. Dalam penyajian materi, mereka tak hanya mengandalkan kelucuan suara (wirama), tetapi juga wiraga, serta tampil mengedepankan wirasa, sehingga tampil lebih hidup.
Beberapa peserta mampu melemparkan banyolan, sehingga memantik tawa dari para dewan juri yang memiliki latar belakang penari bondres, bahkan lawak Bali itu. Ketiga dewan juri itu adalah Prof. Dr. I Wayan Sugita, Dr. I Ketut Kodi dan I Ketut Suanda (Cedil).
Peserta lomba Bebanyolan Tunggal ini diikuti oleh masyarakat umum dengan usia 14 – 21 tahun. Ajang ini memberikan warna baru terhadap upaya pelestarian Aksara, Bahasa dan Sastra Bali yang gigih dilakukan Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
Karena untuk pelestarian busaya, masing-masing peserta wajib menggunakan bahasa Bali sesuai anggah-ungguh basa Bali dalam menyampaikan Babanyolannya. Mereka juga diharapkan mampu mengeksplorasi berbagai dialek yang tersebar di Pulau Dewata ini.
Peserta wajib menyampaikan banyolan itu sesuai dengan tema BBB VI yakni “Jana Kerthi – Dharma Sadhu Nuraga” sebagai altar pemuliaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali sebagai sumber kebenaran, kebijaksanaan, dan cinta kasih untuk memperkuat jati diri Krama Bali.
Hanya saja, para peserta mesti hati-hati dalam menyampaikan banyolan berdurasi 12 – 15 menit itu. Tidak mengandung unsur pornografi, pornoaksi, kekerasan, pelecehan, ataupun penghinaan. itu tidak menjadi.
“Kami senang, mereka tampil seru, bahkan beberapa peserta sukses membuat kami, para dewan juri ketawa. Rata-rata mereka yang tampil baik dan mampu membawakan gaya atau versi masing-masing daerah,” kata Prof. Sugita.
Pelaksanaan lomba babanyolan kali ini patut diapresiasi terutama kepesertaan anak-anak atau pemuda dari berbagai daerah di Bali. Mereka memang luar biasa, berani tampil di atas panggung untuk melahirkan kelucuan. Mentalnya tinggi dan sangat kreatif menggali hal-hal baru.
“Jadi antusias anak-anak, pemuda yang mau menekuni babanyolan cukup merata dan penuh semangat. Saya amati ada pengembangan yang cukup baik, bagi dunia bebanjolan di Bali, terlebih ajang ini dalam membumikan Bahasa Bali,” papar Prof. Sugita.
Ada pula peserta yang susah untuk mengeluarkan kelucuan. Mereka belum mampu menyajikan cara-cara untuk bisa memancing audien agar mau ketawa. Penguasaan materi yang disiapkan sebelumnya, sangat berpengaruh di atas panggung.
“Menariknya, dalam lomba ini mulai muncul versi Negaroa atau versi Buleleng yang keberadaannya semakin merata dan sangat bagus kita nikmati. Ini mencerminkan potensi kedepan kesenian bebondresan semakin ajeg dan lestari,” terangngya.
Dalam ajang tersebut tim dewan juri menetapkan tiga juara masing-masing sebagai Juara I adalah I Kadek Yoga Satria Wardana (Buleleng), Juara II adalah I Gede Dika Agastya Ermawan (Tabanan) dan Juara III Gede Candra Gupta (Buleleng).
Pada waktu yang sama, agenda BBB VI juga berlangsung di Kalangan Angsoka dengan Lomba Pidarta dengan peserta Prajuru Desa Adat dan di Gedung Ksirarnawa dengan Lomba Mesatwa Krama Istri dengan peserta Paiketan Krama Istri (Pakis) Bali. [B/darma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali