Kunjungi Desa Nyambu Tabanan, Siswa Asal Perancis Melukis Keindahan Alam dan Keunikan Budayanya

 Kunjungi Desa Nyambu Tabanan, Siswa Asal Perancis Melukis Keindahan Alam dan Keunikan Budayanya

Siswa dari sekolah LYCEE Francais De Bali berkunjung ke Desa Nyambu Tabanan/Foto: ist.

Masyarakat Bali mungkin melihat Banjar Carik Padang, sama seperti desa-desa lainnya, biasa sajka. Tetepi beda halnya dengan siswa dari sekolah LYCEE Francais De Bali (LFB) ini. Mereka sangat mengagumi suasana desa, serta masyarakatnya yang masih mengeluti budaya pertanian.

Banjar Carik Padang yang terletak di Desa Nyambu, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali memang telah memproklamirkan diri sebagai desa wisata, sehingga potensi desa dijaga. termasuk menjaga warisan leluhur agar tetap asri dan lestari.

Ketika siswa Sekolah Dasar (SD) dengan umur sekitar 7 dan 8 tahun dari sekolah LYCEE Francais De Bali (LFB) itu berkunjung ke Banjar Carik Padang, Senin, 22 April 2024, mereka menikmati berbagai aktivitas budaya. Mereka menikmati suasana alam persawahan yang masih asri.

Kunjungan berikutnya, Jumat 25 April 2024 dilakukan oleh siswa setingkat SMA dengan umur 17 tahun. Mereka dari sekolah yang sama, yakni LYCEE Francais De Bali dengan melibatkan sebanyak 17 siswa dan 4 orang guru.

Baca Juga:  Kutipan dari Script Monolog Ni Pollok Bercerita

Selama berada di Desa Nyambu, siswa-siswa asal Perancis ini melihat dan menikmati keindahan Pura Agung yang merupakan pura terbesar memiliki umur yang sangat tua. Panorama sawah di sekitar pura, hingga hutan suci dari seberang sungai menjadi daya arik mereka.

Ada beberapa siswa dan guru sangat kagum dengan arsitektur Pura Agung. Itu karena, Desa Nyambu merupakan desa wisata yang memiliki sejarah panjang. Sebanyak 67 candi dan bangunan lainnya melacak perkembangan budaya Bali dari zaman kuno hingga saat ini.

Siswa dari sekolah LYCEE Francais De Bali berkunjung ke Desa Nyambu Tabanan/Foto: ist.

Candi-candi itu tidak dapat dipisahkan dari kontak budaya dengan kerajaan-kerajaan besar di pulau Jawa dan bagian lain dunia. “Desa Nyambu adalah tujuan yang tepat bagi mereka yang ingin merasakan dan memahami warisan budaya Bali,” jelas Nyoman Wijaya.

Tak luput dari pantaun mereka, yakni sapi-sapi milik warga Banjar Carik Padang yang akrab dan menyenangkan. Lalu, menyusuri jalanan kampung menuju studio saya yang jaraknya cukup jauh dari pura. Saat masuk studio mereka menikmati suasana ruang studio yang menarik itu.

Baca Juga:  I Wayan Seregeg dan I Wayan Mudita Adnyana Menerima Penghargaan Bali Kerthi Nugraha Mahottama

Beberapa karya yang sudah ada, dan beberapa yang sedang proses pengerjaan menjadi daya tarik mereka. Sambil menikmati minuman dan jajanan local, mereka memperbincangkan karya-karya lukis itu. Mereka pun, kemudian melakukan kegiatan melukis.

Dalam melukis itu, mereka dipanbdu oleh Nyoman Wijaya, pemilik studio itu. Dalam melukis bersama mereka dipersilahkan untuk memilih objek apa saja yang mereka temui saat perjalanan dari pura, seperti alam persawahan, tegalan dan aktivitas masyarakatnya.

Saat memberikan workshop Nyoman Wijaya dibantu oleh beberapa teman dari komunitas Maharupa Batukaru Tabanan dan beberapa mahasiswa yang magang di studio itu. “Hasil dari workshop mereka ternyata banyak hal yang menarik yang mereka lukis,” kara Wijaya heran.

Siswa dari sekolah LYCEE Francais De Bali berkunjung ke Desa Nyambu Tabanan/Foto: ist.

Ada yang melukis pura, melukis air terjun yang mereka lihat sebelumnya, melukis sapi, melukis suasana kebun di depan studio, melukis panorama sawah dan jalan desa. Bahkan, ada yang melukis bangunan studio dan lainnya. “Mereka sangat kreatif. Mereka melukis hal-hal yang tak terduga bagi saya,” ucapnya serius.

Baca Juga:  Arma Library Talk; Perbincangkan Perjalanan Rudolf Bonet dan Wujudkan Laboratorium Kreatif Anak Muda

Siswa-siswa itu tampak senang mengikuti program itu. Hal itu, tentu menjadi pengalaman yang istimewa buat mereka. “Dari sekian siswa itu, ada pula yang baru mengenal teknik melukis dengan media akrilic di atas kanvas,” papar pria ini kalem.

Untuk siswa yang umur 17-an, beberapa diantaranya juga belum pernah melukis. Namun, setelah mereka mengikuti workshop singkat, mereka menjadi mengerti. “Setelah mereka selesai melukis, saya memajang karya-karya meraka berjejer. Meraka sangat senang melihat hasilnya. Mereka juga menilai satu persatu karya teman-temannya,” ungkap Wijaya.

Para siswa itu kemudian meninggalkan studio jam 14.00 Wita kemudian melanjutkan perjalanan ke Jatiluwih dan menginap satu malam di sana. “Walau berada di tengah kota, masyarakat desa ini masih melestarikan budaya pertanian, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar negeri,” tambah Wijaya. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post