Belajar Seni Kekebyaran Karya Maestro I Wayan Rindi di PKB XLVI

 Belajar Seni Kekebyaran Karya Maestro I Wayan Rindi di PKB XLVI

Pergelaran Seni Kekebyaran karya Maestro I Wayan Rindi dalam PKB XLVI/Foto: ist

Jangan terlalu pesimis terhadap anak-anak muda yang katanya tidak peduli terhadap kesenian tradisional tempo dulu. Lihat saja, pada rekasadana (pergelaran) Seni Kekebyaran karya Maestro I Wayan Rindi dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI, Sabtu, 29 Juni 2024. Gedung Ksisrarnawa yang berkapasitas sekitar 800 orang itu dibanjiri penonton.

Malam itu memang beda, penonon membludak. Bahkan, sebagian penonton harus rela menunggu di luar gedung hanya untuk mendengar cerita tentang suasana pementasan yang memang unik dan menarik itu. Karya-karya I Wayan Rindi, seperti Tari Pendet, Legong Bapang Durga, Baris Kekupu dan Topeng Arsa Wijaya disajikan dengan original.

Karya-karya Wayan Rindi itu dibawakan oleh para seniman Banjar Lebah, Desa Sumerta, Kota Denpasar. Tari-tarian ini diiringi oleh Sekaa Gong Sad Guna, Banjar Lebah. Dalam sajian ini, iringan gamelan secara lengkap, bahkan melibatkan penabuh wanita, sehingga saking membludaknya penonton, pecalang pun ikut menjaga pintu masuk stage.

Sebelum penampilan Tari Topeng Arsa Wijaya, diisi dengan kisan Wayan Rindi yang sedang melatih mkenari anak-anak Banjar Lebah di era- 1950-an hingga 1970-an. Wayan Eindi diperankan oleh seniman Ketut Sutapa yang sedang melatih anak-anak untuk menari. Wayan Rindi kemudian meninggal pada tahun 1976.

Baca Juga:  Genggong Khas Desa Batuan Hibur Pengunjung PKB ke- 46

Budayawan sebagai Kurator PKB, Prof Dr I Wayan Dibia SST MA mengatakan, karya-karya maestro Bali, sejak dulu harus ada yang ditampilkan seperti ini. Cara ini sekaligus sebagai upaya menelusuri perjalanan para maestro. “Anak-anak sekarang itu gak tahu, siapa itu Pak Rindi, Pak Kaler, Pak Beratha dan lainnya. Tanpa diekpus dengan acara ini, mereka tidak akan rahu,” ucapnya.

Acara pergelaran karya maestro ini penting sekali. PKB tahun depan jangan hanya menampilkan satu maestro saja, tetapi ada beberapa lagi lainnya. Dengan begitu, masyarakat akan betul-betul bisa mengenang karya-karya seni serta tokoh seni itu sendiri. Tinggal sekarang, informasinya yang dipersiapakn kemudian disajikan secara lebih lengkap.

“Sebab, saat penari membawakan Topeng Arsa Wijaya khas Rinsi mesti disebutkan kalau Rindi itu pernah menjuara Topeng Arsa Wijaya. Beliau pernah sebagai Juara I pada Festival Galiran Klungkung yang ketika itu bergabung dengan Sekaa Gong Sad Merta. Itu salah satu moment penting dan bersejarah,” ungkap Mantan Rektor ISI Denpasar ini.

Seniman banjar Lebah yang memperagakan cara Rindi mengajar tari/Foto: doc.balihbalihan

Sebab, saat itu Pak Rindi yang memulai gamelam Arsa Wijaya dengan model Luk Ngewilet, berbeda dari biasanya yang paceriring. Apa-apa yang menjadi kekhasan Pak Rindi mesti dilengkapi, sehingga orang mengetahuinya. “Wayan Rindi yang memulai iringan Arsa Wijaya dengan tabuh Luk Ngewilet itu. Kalau, gaya Gianyar itu paceriring,” ucapnya.

Baca Juga:  Mr. Gabriel dan Bli Ciaaattt… Garap Dramatari “Panjisemirang” Siap Pentas di PKB XLV

Penampilan karya-karya para seniman jaman dulu itu sebagai sebuah bentuk pelestarian, maka mesti disiapkan dengan penelitian yang lebih serius, sehingga nuansa-nuansa yang khas yang dimiliki sang maestro itu kelihatan. “Pak Sutapa yang tadi memerankan Wayan Rindi, lupa satu hal bahwa beliau itu perokok,” selorohnya.

Meski Wayan Rindi sedang melatih, namun rokok itu tak pernah lepas dari mulutnya. Bahkan, sambil nyeregseg, rokoknya masih kuat menempel. Sama halnya dengan gaya Maestro Beratha. Pak Beratha biasa metajen, bukan karena sebagai seorang bebotoh, tetapi mencari inspirasi. “Ketika membuat lagu lalu mecet, beliau mengambil ayam lalu ke brananangan,” ceritanya.

Kalau masyarakat umum yang menyaksikan karya-karya Wayan Rindi sebagai sebuah kerinduan, maka bagi para pelaku seni dan seniman muda bisa saja memetik gaya-gaya Rindi serta original kualitas karyanya. Sebut saja Pada Tari Topeng Arsa Wijaya misalnya, ada gerak nyambir itu tak seperti biasanya.

Gerak nyambir gaya Rindi itu berbeda dengan khas Gianyar atau khas Peduangan. Hal-hal itu, berbeda sedikit, tetapi bermakna. Itu menunjukan gaya seniman-seniman yang ada. Hal itu menunjukan kekayaan yang mesti dilestarikan.

Baca Juga:  Waringin Emas: Tari Janger Klasik Melampahan Bukti Generasi Muda Mencintai Seni Warisan Leluhur

Budayawan Prof. I Made Bandem mengatakan, acara pergelaran seamacam ini mesti terus dilakukan. Sebab, Bali banyak memiliki maestro-maestro seni tari Bali. Salah satu diantaranya, Wayan Rindi salah seorang maestro tari yang sangat mempuni. Beliau sempat bekerja di RRI Denpasar, keluarga kesenian Bali. Rindi itu penari topeng, tetapi awalnya sebagai penari legong.

Pada jaman itu, Pak Rindi sering menari dengan Ibu Reneng, Ibu Sadru, Cawan termasuk juga bersama Ibu Polok. “Kita harus mampu mengisahkan kembali kepada generasi muda. Salah satu diantaranya mementaskan karya-karaya seorang maestro dalam sebuah event, seperti PKB ini. Generasi muda sangat penting mengetahuinya,” ucapnya.

Hal itu, karena tarian itu berevoluasi, maka ia berubah. Nah, kalau kembali pada bentuk aslinya, walau tak sepenuhnya itu akan sangat bermanfaat. “Paling tidak koreografi yang asli pasti masih ada, pakaiannya, sehingga bisa menyelamatkan tari-tarian yang bersifat legenda. Sebab, legend ini yang paling penting sekali,” sebut Prof Bandem.

Wayan Rindi seorang maestro yang banyak belajar dari penari topeng dari Gemeh, yaitu Gede Sariada. Untuk melestarikan karya-karya seni itu, pemerintah harus mengambil langkah untuk mementaskan karya-karya maestro terdahulu. Jangan hanya dalam acara gong kebyar, tetapi dibuatkan acara khusus seperti ini.

Baca Juga:  I Ketut Wibawa Berkisah “Wayang Cupak” Dukuh Pulu di PKB XLV

Kalau bisa dilengkapi dengan diskusi dan Forum Focus Discussion (FGD) mencari narasumber yang bisa menceritakan tokoh tokoh Bali itu. Bali masih memiliki maestro lain, seperti Nyoman Kaler yang betul-betul legenda, merupakan guru dari semau koreografer di Bali. Pak Rindi, Wayan Beratha berguru pada Pak Kaler, sehingga Pak Kaler seorang jenius seusngguhnya.

Nyoman Kaler seorang komposer sekaligus seorang koregrafer yang ikut mendirikan Kokar Bali di tahun 1960. Ini yang harus diangkat, lalu dimediakan dan didokumentasikan. Walau, ada gong kebyar yang menampilkan karya maestro yang lain, tetapi tidak secara khusus.

“Perlu disajikan secara khusus, baik biografinya, riwayat hidupnya, pengalaman sang maestro, siapa murid-muridnya, dari mana beliau belajar, itu yang paling penting. Tidak mungkin seorang maestro tanpa belajar. Oleh karena itu, ada guru-guru yang berperan serta,” pungkasnya. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post