Lima Tari Kontemporer dalam ‘Ni Pollok Bercerita: Studi Tur Performatif Museum Le Mayeur’

 Lima Tari Kontemporer dalam ‘Ni Pollok Bercerita: Studi Tur Performatif Museum Le Mayeur’

Lomba Tari Kontemporer dalam ‘Ni Pollok Bercerita: Studi Tur Performatif Museum Le Mayeur’/Foto: doc.balihbalihan

Kreativitas anak-anak muda dalam meng-koreo sebuah garapan tari patut diajungi jempol. Selain indah, karya-karya mereka penuh dengan simbol dan nilai-nilai positif yang dapat dijadikan sesuluh hidup. Penjiwaan gerak mereka seakan menambah jiwa dalam setiap ruang itu.

Itulah Lomba Tari Kontemporer dalam acara “Ni Pollok Bercerita: Studi Tur Performatif Museum Le Mayeur” yang digelar Komunitas Aghumi di Museum Le Mayeur Sanur, Sabtu 6 Juli 2024. Lomba tari bersifat kekinian ini diikuti oleh lima peserta yang sangat kreatif.

Kemampuan olah gerak dan eksplorasi masing-masing penari begitu kuat. Mereka menari dan mengeksplor museum budaya dan bersejarah itu. Ada yang memanfaatkan ruang pameran, ruang museum, dan halaman empuk yang ditumbuhi rumput itu.

“Lomba Tari Kontemporer ini merupakan program apresiasi yang ditujukan untuk anak-anak dan remaja dalam rangka merespon Museum Le Mayeur dan Figur Ni Pollok,” kata Direktur Kreatif Komunitas Aghumi, Wulan Dewi Saraswati disela-sela acar lomba itu.

Baca Juga:  Selama 27 Hari, Bulan Bahasa Bali Ditonton 14 Ribu Orang Melalui Daring

Selain untuk mengaktivasi museum, lanjut Wulan sapaan akrabnya, program ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran untuk menampilkan Ni Pollok dari berbagai perspektif. “Hasil karya peserta akan digunakan sebagai materi publikasi dalam mendistribusikan figure Ni Pollok ke publik luas,” jelasnya.

Peserta Lomba Tari Kontemporer yang tampil pada hari pertama dari dua hari kegiatan itu, yaitu Nyoman Galih Adi Negara, Ni Komang Sri Wahyuni, Nyoman Pasek Meisa Gunawan, Santi Sukma Melati dan Ni Made Ari Yanti Putri Negara.

Nyoman Galih Adi Negara dengan Tari “Langgeng” (Sebuah cerita tujuan dalam bingkai).

Ini sebuah garapan kontemporer lingkungan yang merepresentasikan tujuan dari sebuah bahtera rumah tangga. Seorang pemimpin keluarga menjadi penentu ke mana keluarga tersebut akan berlayar dan berlabuh.

Keinginan Ni Polok akan kelengkapan sebuah keluarga kandas karena obsesi Le Mayur akan karya dalam bingkainya. Le Mayur sangat lihai membingkai Ni Polok, sehingga menjadi wanita Bali yang nampak seni.

Baca Juga:  Seniman Cilik Mainkan Gender Wayang, Penonton Terpesona

Karya ini mengambil potongan bentuk Le Mayur yang obsesif terhadap Ni Polok sebagai bentuk kecintaanya kepada istrinya. Serta berusaha memunculkan rasa perasaan keduanya dalam sebuah gerak semiotik dan simbolik.

Ni Komang Sri Wahyuni menggarap judul “Marnanta”.

Karya tari dengan sajian site spesifik yang ditarikan oleh satu penari, mengangkat nilai-nilai pada seorang Perempuan. Pencipta ingin menyampaikan peran perempuan yang sangat kompleks dan sentral.

Lomba Tari Kontemporer dalam ‘Ni Pollok Bercerita: Studi Tur Performatif Museum Le Mayeur’/Foto: doc.balihbalihan

Marnanta (menjaga martabat ‘kesucian diri’, keturunan, dan tahta), tiga nilai ini menjadi kodrat secara alamiah dari perempuan. Namun tidak dengan Ni Pollok, tekanan dan eksploitasi cinta yang dialami berdampak besar.

Rasa bersalah dan ragu untuk memilih jalur hidup yang berbeda menyebabkan kesedihan mendalam, kehilangan harga diri, dan kerentanan emosional. Penjajahan emosional dalam cinta juga dapat menciptakan ketiddakseimbangan kekuasaan dan merusak hubungan interpersonal yang sehat.

Nyoman Pasek Meisa Gunawan dengan “Situasi Intuisi”.

Cinta yang terkenal hingga saat ini buktinya nyata tulus dari hati, tapi di balik semua itu tak ada orang yang mengerti intuisi rasa yang aku pendam di dalam hati sebagai seorang wanita.

Baca Juga:  Gemuruh Jegog Mebarung di PKB XLIII

Cukup rasa tertekan ini hanya sampai pada takdir hidup yang aku jalani hindu adalah agamaku, reinkarnasi adalah kepercayaan ku, tapi untuk cinta yang tulus aku korbankan isi hatiku karena situasi yang menuntutku.

Santi Sukma Melati dengan judul “Ruang Batas”

Karya site spesific ini, berpijak pada wacana yg menyebutkan bahwa adanya keinginan dari Ni Polok yang sampai saat ini tdk bisa terwujud yaitu “rasa ingin memiliki keturunan karena sebuah tuntutan untuk tetap mempertahankan keindahan tubuhnya sebagai model Le Mayure”.

Karya tari “Ruang batas” tefokus pada keterbatasan atas ruang tubuh dan ruang gerak, melalui adaptasi gerak – gerak simbolik. Karena berpijak pada Pernyataan di atas, koreografer melihat bahwa adanya batasan atas kepemilikan hak tubuh dari Ni Polok itu sendiri.

Ni Made Ari Yanti Putri Negara dengan karya “The other side of Ni Pollok”

Dari ruang yang telah di-observasi, ada rasa sedih, kecewa, namun juga cinta yang penata rasakan. Bagian ruang yang menarik untuk diolah dengan menampilkan fokus pada rasa sedih.

Baca Juga:  Teater Selem Putih Pentaskan ‘Bendera’: Potret Kekinian dan Panjat Pinang

Dan kecewa Ni Pollok akan angan-angannya yang ingin memiliki keturunan, namun tak diindahkan oleh Le Mayur. Daya yang dimiliki Ni Pollok tidak hanya terlihat dari keindahannya dalam menari, tetapi juga kekuatannya dalam menahan keinginnannya. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post