Pameran Seni Rupa di Tengah Sawah: ‘Creating New Climate Resilent and Inclusive Cities’

Pameran seni rupa bertajuk ‘Creating New Climate Resilent and Inclusive Cities’ di Subak Pedahanan/Foto: Made Raras Puspita Dewi
Menggelar pameran seni rupa, tak hanya berlaku di museum atau gallery. Memajang karya seni di alam persawahan juga menarik. Bahkan, menawarkan keindahan yang lebih. Sajian seni yang ada di dalam goresan kanvas itu seakan berlanjut hingga ke alam sawah yang hidup.
Itulah pameran seni rupa bertajuk ‘Creating New Climate Resilent and Inclusive Cities’ pada Rabu 30 Oktober 2024. Pameran ini memeriahkan lokakarya Bioregional Mapping digelar di Balai Subak Pedahanan, Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali.
Kegiatan pameran dan lokakarya ini adalah rangkaian dari kegiatan pelatihan United Cities and Local Gaverments Asia-Pasific (UCLG-ASPAC) yang diberlangsung di Courtyard Bali Nusa Dua Resort, dari tanggal 30 – 31 Oktober 2024.

Menarik dari pameran itu, anggota subak yang juga seniman patung menyajikan karya patung dalam pameran. Petani itu memajang patung kayu Kurungan Ayam dan orang mencar (orang menjala ikan) merupakan patung khas JAS (Jagapati, Angataka Sedang) yang terkenal di tahun 90-an.
Memang, patung-patung JAS, seperti kurungan ayam, orang mencar, orang mancing sempat terkenal hingga ke mancanegara. Ketika disajikan dalam pameran ‘Creating New Climate Resilent and Inclusive Cities’ karya patung ini masih menarik.
“Kami sangat bangga, kembali bisa memajang karya patung kurungan ayam dan orang mencar patung khas JAS yang sempat diburu wisatawan jaman dulu. Kami berharap karya patung sejenis ini tidak hilang ditelan jaman,” ucap Pekaseh Subak Pedahanan I Wayan Sarimerta.
Patung kayu dengan objek ayam kurungan sangat terkenal, dan rumit dalam pemahatan patung itu. bisa dibayangkan, di dalam kurungan itu ada objek ayam, dan dengan objek orang tua menjadi ciri khas dari Desa Angantaka.
Seiring berjalanya waktu, para seniman patung ini sudah langka digerus jaman, hingga perkembangan pariwisata. Para pematung akhirnya banyak beralih kerjaan menjadi petani, dan buruh bangunan atau menjadi sopir pariwisata.
Generasi penerus pun sudah jarang mau melanjukan tradisi pembuatan patung tersebut. Itu karena, harga jual sudah tidak sebanding dari rumitnya pembuatan patung tersebut. “Sudah pernah ada usaha untuk menciptakan generasi, namun tetap nihil,” ucapnya.
Selain Patung, pameran itu juga menampilkan karya lukis seniman I Wayan Santrayana dan I Gede Made Surya Darma, serta menampilkan video dokumentasi Subak Pedahan.”Ini pameran amal, 50 % dari hasil penjualan lukisan disumbangkan ke Subak Pedahanan,” ucap Surya Darma.
Seniman I Wayan Santrayana, dalam pameran itu menampilkan karya-karya yang mengkritisi kehidupan manusia Bali yang diikat oleh adat budaya dan agama melalui karya seni lukis. Salah satu karya lukisanya yang berjudul Merawat Ritus.
Dalam karya itu, nampak di dalam lukisan Santrayana menampilkan kehidupan masyarakat subak yang sudah terhimpit, oleh pembangunan villa dan hotel. Bahkan, sangat terjepit dari perkembangan pariwisata yang masif di Bali, banyak lahan pertanian sudah beralih fungsi.
Begitu juga karya I Gede Made Surya Darma. Seniman kreatif ini menampilkan lukisan Bio Regional di Subak Pedahan, ada lukisan suasana pertanian di Bali dengan manajeman air Subak, dan satu lukisan menampilkan bulatan-bulatan hijau berjudul Photosynthesis.

Pameran kedua seniman ini memang menarik perhatian para peserta lokakarya Bioregional Mapping itu. Peserta UCLG-ASPAC yang berkebangsaan Spanyol akhirnya membeli dua lukisan yang telah memikat hatinya.
Sementara Founder Hijauku.com membeli satu karya seni patung karya seniman Nyoman Bagiana, yang dikoleksi oleh pengunjung berkebangsaan Spanyol dengan karya Ayam kurungan. Hasil dari penjualan karya itu diserahkan kepada Pekaseh Subak Pedahanan I Wayan Sarimerta.
Lokakarya tentang Bioregional Mapping di Subak Pedahanan itu, digelar oleh Ecolise yang diwakili oleh Sarah Queblati yang juga merupakan Co-founder and Executive Director, Green Releaf Initiative, Inc, berkerja sama dengan Subak Pedahanan.
Sebelumnya, pada 27 Oktober2024 telah melakukan lokakarya pemetaan Bioregional dari Ecolise yang di wakili oleh Sarah Queblatin dan dihadiri 22 LKK Subak Pedahanan, serta Pekaseh Pedahanan, I Wayan Sarimerta; Pekaseh Uma Bun, Ketut Nada dan Pekaseh Padedekan, Sardiana.

Saat itu, hadir pula Majelis Alit Abiansemal, Sugiarta dan Forum Pasedehan Yeh Lauh, Majelis Media Kabupaten Badung, Agus Gede Widita: PPL, Windu Putra; Kepala BPP Abiansemal, Dewa Ari Parwata; Pasar Rakyat Bali Benindra Sanjaya dari unsur petani muda.
Termasuk seniman I Wayan Santrayana dan I Gede Made Surya Darma, juga penerjemah Rahajeng Fitria Melati HICC dan kordinator lapangan I Ketut Punia.
Diawali dengan literasi singkat di Museum Subak Masceti, dipandu oleh Ketut Sugata. Kegiatan tersebut dikordinir oleh I Ketut Punia dari Kembali Organik.
Kunjungan UCLG-ASPAC ke Subak Pedahanan, kebetulan anggota subak melakukan upacara mesegeh, yaitu tradisi budaya agama Hindu. Upacara ini, sebuah upacara sederhana untuk keharmonian alam dan manusia.
Upacara ini dilaksanakan bertepatan dengan hari pegat tuakan, yaitu hari terakhir dari rangakain upacara Galungan yang di tandainya dengan pencabutan penjor. Acara tersebut dipimpin oleh pemangku setempat.
Selanjutnya perkenalan anggota UCLG-ASPAC yang berjumlah kurang lebih enam puluh orang peserta diwakili oleh Cokorda Istri Dewi merupakan Senior Advisor at United in Diversity Indonesia dilanjutkan Eric Hizbullah Founder hijauku.com.
Kemudian laporan kegiatan workshop Bioregional Mapping oleh Sarah Queblati, dan penjelasan secara detail mengenai subak. Workshop itu berlangsung santai karena melakukan sambil berjalanan menyusuri lahan pertanian Subak Pedahanan.
I Ketut Punia yang memandu perjalanan itu, menjelasakan salah satu sesaji upacara biyu kukung sebagai simbol alam semesta. Disana ada simbol bulan, matahari, bumi, lengkap dengan simbol air, dan makhluk hidup serta galaxsi di alam semesta ini.
Semua itu, digarap secara sederhana melalui media janur yang menggambarkan perubahan iklim dengan anggota subak setempat. Setelah mengunjungi lahan pertanian, juga menyaksikan langsung sistim irigasi dalam manajemen air.
Pelatihan United Cities and Local Gaverments Asia-Pasific itu kemudian mengunjungi pameran di Balai Subak Pedahanan.
Para peserta UCLG-ASPAC sangat terkesan dalam kunjungan tersebut. Mereka bisa belajar langsung dari petani, anggota subak, mengenai langkah dan tata cara menajement pertanian di Bali yang selalu menghormati alam di dalam mereka mengolah lahan pertanianya.
Para petani juga melakukan dengan pendekatan spiritual dengan menjaga rangtai makanan di lahan pertanian, ke dalam simbol keagamaan. [B/surya darma]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali