Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan Tampil Sebagai Legendaris PKB XLIV
- Ulasan
- I Wayan Sudiarsa
- 01/06/2022
- 8 minutes read
Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar akan tampil dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV Tahun 2022 di Taman Budaya, Art Center Provinsi Bali pada tanggal 21 Juni 2022. Dalam perhelatan pentas seni bertajuk Sekaa Gong Legendaris itu, Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan akan memainkan karya-karya legendarisnya, yang mewakili jiwa jaman masa jayanya pada awal abad ke 19 an. Dari awal berdirinya Sekaa Gong Gunung Sari pada tahun 1926 sampai sekarang, terhitung empat generasi penerus yang senantiasa menjaga agar Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan dan setiap karya-karya tetap ajeg lestari. Saya sendiri merupakan generasi keempat selaku penabuh yang ambil bagian dalam usaha pelestarian kesenian Peliatan terutama dalam pe-Arja-an, Palegongan, dan Kekebyaran.
Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan mementaskan Tabuh Pisan Lelambatan dengan genre lelambatan pepanggulan serta menggunakan sistem kolotomi pegongan dan struktur tabuh yang pendek (pegongan pisan). Selanjutnya menyajikan Tari Kebyar Trompong yang dilanjutkan dengan Tari Kebyar Duduk. Karya tari ini diciptakan oleh Alm. I Ketut Marya (Mario) yang memiliki daya spontanitas, kelenturan dan keluwesan gerak tubuh, yang dilakukan dalam posisi duduk sambil dengan lincah dan ekspresifnya memainkan instrumen terompong.
Pada penempilan berikutnya, menyajikan Tabuh Kapiraja, yang menggambarkan keagungan dan kewibawaan Sang Raja Kera (Sugriwa) dengan dinamika yang kompleks sebagai cerminan situasi dan kondisi pada masa awal abad ke-19. Diakhir pertunjuukannya menyajikan, Tari Oleg Tambulilingan. Tari ini diciptakan Alm. I Ketut Marya dengan menggunakan konsep koreografi Ballet dengan materi gerak Bali. Tari ini menggambarkan seekor kumbang yang terbang mengitari bunga seakan memuji keindahan, kecantikan, dan keharumannya.
Yang menarik dari pementasan Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan adalah semua penari adalah kumpulan potensi yang pernah ditempa oleh sang guru. Terlebih lagi dalam tari Terompong dan Kebyar Duduk adanya sebuah realita tiga masa, yakni pertemuan tiga generasi penari Kebyar Duduk Peliatan dalam satu panggung. Pertama, Anak Agung Oka Dalem menarikan Tari Kebyar Terompong yang masih serumpun dengan Tari Kebyar Duduk. Lalu, dilanjutkan oleh Anak Agung Gde Bagus Mandera Erawan menarikan bagian awal dari Tari Kebyar Duduk yang kemudian diteruskan oleh I Made Putra Wijaya selaku generasi muda penerus yang menarikan Tari Kebyar Duduk sampai akhir.
Memang, kalau berbicara tentang kesenian, Peliatan menjadi salah satu pusat kreativitas dan perkembangan seni pertunjukan Bali. Nama Peliatan sudah tidak asing lagi di telinga para pecinta seni terutama seni tari dan karawitan. Terlebih ketika membahas tentang kesenian palegongan dan kekebyaran. Peliatan selain sebagai pusat akulturasi budaya, juga menjadi pusat kreativitas seni yang mempertemukan beragam ide serta kebudayaan menjadi sebuah karya seni yang menggugah jiwa.
Setelah melakukan perbincangan dengan para orang tua, saya bisa menggambarkan kelahiran Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan melalui perjalanan yang panjang. Hal itu tak bisa terlepas dari budaya agraris yang telah melahirkan aktivitas kolektif yang menjadi jiwa kehidupan masyarakat Bali. Aktivitas itu mulai dari sistem kemasyarakatan (pekraman), ekonomi, usada, keyakinan (agama), kesenian, termasuk terbentuknya sistem organisasi yang disebut dengan seka. Salah satu sistem orgnisasi sekaa yang masih bertahan sampai saat ini adalah seka seni yang didalamnya mencangkup berbagai bidang seni terutama pertunjukan.
Sekaa Gong Peliatan yang sekarang dikenal dengan nama Seka Gong Gunung Sari Peliatan, juga mengawali organisasinya dengan membentuk sekaa atau kumpulan orang yang gemar berkesenian terutama seni karawitan dan tari, pada awal abad ke-19, Aktivitas awal yang dilakukan adalah ngelawang (seni pertunjukan keliling) dengan menggabungkan kesenian barong dan arja yang destinasinya sampai ke Bali Utara tepatnya di kota Singaraja. Pada masa itu Singaraja merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda yang tentunya juga menjadi pusat perkembangan budaya Bali termasuk kesenian.
Aktivitas seka ngelawang yang dilakukan sampai ke Singaraja, telah memberikan pengalaman tersendiri bagi seluruh anggota seka yang dalam perjalanannya banyak berjumpa dengan kesenian Bali Utara yang akhirnya menggugah hati anggota untuk membentuk sebuah seka yang lebih serius. Bentuk kesenian Bali Utara yang menggugah hati anggota seka ngelawang Peliatan adalah kesenian gong kebyar. Kesenian inilah yang menjadi tonggak awal berdirinya Seka Gong Peliatan dengan media gamelan gong kebyar yang diprakrsai oleh Alm. Anak Agung Gede Ngurah Mandera yang didampingi oleh Alm. I Made Lebah, Alm. I Gusti Kompiang Pangkung beserta anggota-anggota lainnya.
Aktivitas latihan terus dilakukan dengan sepenuh hati oleh anggota seka. Seiring berjalan waktu dari aktivitas berkesenian, dipertemukanlah seka ini dengan para seniman dari seluruh Bali sehingga terjadi akulturasi budaya antara budaya Peliatan-Gianyar dengan daerah lainnya. Berbagi atau sharing pengalaman yang bermuara pada penyempurnaan ide atau gagasan revolusionerpun terjadi yang kemudian membuahkan karya-karya seni tabuh dan tari yang sampai saat ini masih bisa kita nikmati.
Peristiwa besar pertama yang membesarkan nama Seka Gong Peliatan adalah adanya undangan dari Pemerintah Hindia Belanda untuk tampil di World Colonial Exposition Paris pada tahun 1931 untuk memainkan karya-karyanya. Penampilan di Paris inilah yang menjadikan Seka Gong Peliatan semakin di kenal di Bali dan di kalangan masyarakat dunia. Sekembalinya Seka Gong Peliatan dari di Paris, dibentuklah suatu kesepakatan untuk membeli seperangkat gamelan dengan setiap anggota yang berjumlah 25 orang menyisihkan uang saku selama 3 bulan di Paris untuk biaya pembuatan gamelan. Kemudian disepakati Gunung Sari sebagai nama dari seka gong ini.
Berbekal pengalaman luar biasa dalam mengemban misi kesenian ke Paris, semangat berkesenian Seka Gong Gunung Sari Peliatan semakin membara. Aktivitas latihan secara konsisten dilakukan sehingga karya-karya baru terus tercetus. Salah satunya adalah tari Oleg Tamulilingan yang konsepnya mengikuti pas de deux, atau tari duet, tari Ballet. Tarian ini yang diciptakan dengan mengundang I Ketut Marya dan Pak Sukra (keduanya dari Tabanan) melukiskan tentang mekar ranumnya masa remaja yang digambarkan dengan seekor kumbang mengitari bunga bagaikan memuji keindahan dan keharuman bunga (Tambulilingan Ngisep Sari).
Karya tari ini sampai sekarang masih bisa kita nikmati, begitu juga dengan karya-karya yang lainnya yang seakan tidak lekang oleh waktu. Perjalanan serta pengabdian terhadap kesenian yang dilakukan oleh Seka Gong Gunung Sari terus berlanjut, sampai melanglang buana ke beberapa negara di dunia. Berikut adalah deretan tour yang pernah dilakukan oleh Seka Gong Gunung Sari Peliatan sejak tahun 1931 sampai 1998.
Berikut adalah deretan tour yang pernah dilakukan oleh Seka Gong Gunung Sari Peliatan sejak tahun 1931 sampai 1998. Tour Paris (1931), London (1932), Amerika (1952), Perancis (1953), membuat autobiografi dengan BBC London (1968), Australia di Melbourne, Sidney, dan Canberra (1971), Amerika di kota Mexico (1981), Amerika di kota LA, New York, Washington DC, dan Chicago (1996) serta tour Eropa negeri Paris, Jerman, Belanda, Belgia, dan Swiss (1998).
Selain itu, Seka Gong Gunung Sari juga menjadi salah satu group yang selalu mendapat kepercayaan untuk memainkan karya-karyanya dalam acara kepresidenan. Tak terhitung berapa kabupaten di Nusantara ini yang dijadikan panggung pentas dalam acara-acara pemerintahan pada masa kepemimpinan Presiden Ir. Soekarno. Selain pentas dalam acara kepresidenan, Seka Gong Gunung Sari juga selalu dipercaya untuk memainkan karya-karyanya dalam acara kerajaan di Puri Gianyar. Setiap karya-karya tari dan tabuh yang lahir dari group ini tidak hanya menghibur telinga dan mata, namun juga menggugah hati dan terngiang akan keindahan setiap karyanya.
Begitulah setiap melahirkan karya baru para tokoh seniman Peliatan selalu membuka diri terhadap segala bentuk perkembangan sehingga terjalin hubungan-hubungan dengan para kreator seni di berbagai daerah di Bali. Para seniman Peliatan bersinergi dan secara jujur serta tulus iklas berkarya demi khasanah seni budaya Bali yang kemudian diwariskan kepada generasi penerus. Demikianlah sekilas tentang perjalanan dari Seka Gong Gunung Sari Peliatan, yang sampai saat ini masih tetap eksis. [*]
I Wayan Sudiarsa
I Wayan Sudiarsa yang akrab disapa Pacet, komposer asal Peliatan, Ubud, Gianyar, tamatan S2 ISI Solo, Penggagas Festival Rurung, Ketua Sanggar Gamelan Suling Gita Semara dan Dosen di UNHI Denpasar
Dosen dan Koordinator Prodi PSP FSP ISI Denpasar, dilahirkan di Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, 6 September 1973.