I Dewa Kompiang Pasek, Mahaguru Suling Gambuh Batuan Gianyar

 I Dewa Kompiang Pasek, Mahaguru Suling Gambuh Batuan Gianyar

Alm. I Dewa Kompiang Pasek Mahaguru Suling Gambuh Batuan Gianyar

Jaman boleh berubah, teknologi bisa saja maju, namun kesenian Gambuh Gaya Batuan masih lestari hingga saat ini. Kesenian klasik yang ada di Desa Batuan, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar itu biasa tampil dalam setiap upacara atau event. Menariknya, setiap lompatan waktu, selalu saja muncul generasi baru dengan dasar tari yang kuat. Bahkan, setiap jamannya generasi yang muncul memiliki karakter yang bernafaskan Gambuh Batuan yang memang khas. Itu karena para senimannya yang selalu menurunkan ilmunya kepada anak-anak muda. Para tokoh seni itu, memang tak pernah pelit ilmu ketika didatangi para penari-penari muda untuk berlatih.

Salah satu tokoh seniman yang telah mendedikasikan ilmunya bagi generasi muda Batuan adalah Alm. I Dewa Kompiang Pasek. “Do Kak Sek” begitulah panggilan akrab seniman yang lahir di Lingkungan Banjar Gede, Desa Batuan, Gianyar pada tahun 1920 memang getol berbagi ilmu seni pada generasi muda. Jejak tokoh yang terlahir di desa seni menjadikannya sebagai salah satu seniman, guru “suling” khususnya bidang gamelan pagambuhan gaya Batuan. Tokoh seniman yang satu ini, pada eranya sangat disegani oleh sesama seniman juga murid-muridnya. Itu karena ia memiliki skill dan kemampuan teknik dan pakem-pakem permainan suling yang sangat mumpuni.

Secara tidak langsung kesenimanannya telah ambil bagian dalam usaha pelestarian, keajegkan Gambuh Batuan serta giat memotivasi para seniman muda Batuan agar tetap komitmen melestarikan kesenian Gambuh. Saya sempat berlatih bersama beliau dari tahun 1990 – 2000. Saat berguru padanya, saya belajar suling gambuh darinya. Saya mendapatkan ilmu pegambuhan yang melekat, hingga saat ini darinya. Cara beliau menurunkan imunya begitu detail, sehingga saya megagumi ketokohan beliau dalam melestarikan seni pegambuhan serta mencetak generasi.

Alm. Dewa Kompiang Pasek seorang multi talenta yang menguasai semua gending-gending Gambuh gaya Batuan (juru suling), seorang pelukis, pembuat kuas lukisan (penuliyan), menguasai alat musik genggong, dan di rumahnya juga membuka bengkel sepeda. Aktivitas kesehariannya itu dilakoni dengan penuh sabar, ulet dan tanggung jawab, yang diketahui memiliki karakter polos dan pendiam. Ya, kepiawaian bermain suling diperolehnya dengan berguru kepada seniman Batuan Ida Bagus Singset, dan untuk bidang seni lukis berguru kepada I Made Djata-Batuan. Gaya lukisannya juga mendapat sentuhan artistik sewaktu pelukis Rudolf Bonet yang bertandanng ke rumahnya sekitar tahun 1950-an.

Suling Gambuh
Alm. I Dewa Kompiang Pasek Mahaguru Suling Gambuh Batuan Gianyar

Semasa hidupnya, Alm. Dewa Kompiang Pasek pernah didaulat menjadi asisten dosen tidak tetap di perguruan tinggi Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), yang sekarang menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Mengawali kiprahnya di dunia akademik ini pada tahun 1975-1980-an dengan beberapa seniman Batuan lainnya. Pada tahun 1982, bagian dari anggota Group Dharma Santi ASTI Denpasar bergabung dengan Sekaa Gambuh Mayasari Pekandelan Batuan yang berkesempatan melawat ke Negeri Sakura-Jepang dalam misi promosi seni budaya Bali. Salah satu materinya menampilkan pertunjukan Gambuh Gaya Desa Batuan-Gianyar.

Kiprah Dewa Kompiang Pasek di tingkat nasional, mengikuti pementasan Gambuh Mayasari Pekandelan-Batuan di Jakarta tahun 1978-an atas undangan Sukmawati Soekarno Putri. Sedangkan, pengalaman tingkat lokal, ia terlibat sebagai peniup (juru) suling dalam ajang Festival Gambuh se-Bali pada tahun 1961, dan sekaa Gambuh Batuan meraih juara I. Ia juga pernah membina atau melatih Gambuh ke Desa Kedisan-Tegallang Gianyar, Desa Baturiti-Tabanan, dan Desa Pacung-Buleleng.

Kiprah dalam bidang seni lukis tak kalah mernariknya. Selain menjual lukisan ke art shop-art shop di lingkungan Batuan dan Ubud untuk menghidupi keluarganya, beliau juga kerap mengikuti pameran lukisan bersama diantaranya beberapa kali pameran lukisan di agenda Pesta Kesenian Bali (PKB), Sahadewa Painting Gallery-Batuan, Museum Arma Ubud, Museum Ratna Warta Ubud, Museum Neka Ubud, dan tempat lainnya.

Kecakapan dalam seni pagambuhan, Dewa Kompiang Pasek mewariskan melalui mendedikasikan ilmunya pada sekaa Gambuh Tri Wangsa, sekaa Gambuh Mayasari Pekandelan (1971-akhir hayatnya), dan di sekaa Gambuh Kakul Mas-Batuan. Murid-murid beliau dalam bidang Gambuh mencakup dari belahan negara Jepang, Eropa, dan Amerika. Atas jasa beliau mengabdi pada seni telah mendapatkan piagam dari The Japan Foundation pada tanggal 9 Desember 1982, Sekretaris Nasioanl Pewayangan Indonesia “Seni Wangi” pada tanggal 31 Juli 1983, penghargaan Wija Kusuma Kabupaten Gianyar diperoleh pada tanggal 1 Desember 2001 dan 20 Mei 2002. Kini, walau beliau telah tiada, namun jejak juru suling Gambuh ini dapat kita saksikan, dengarkan melalui tiupan merdu seruling-seruling para murid beliau yang senantiasa menebar benih generasi juru suling.

Seniman Gambuh Batuan dari tahun 1970-an hingga 2022, masih eksis di tengah gempuran budaya global. Berkat dedikasi salah satu senimannya yakni Alm. I Dewa Kompiang Pasek sebagai guru suling pagambuhan gaya Batuan. Kiprah beliau dalam dunia seni Gambuh tidak diragukan lagi, baik tingkat lokal, nasional, internasioanl, serta karena dari keterampilan yang multi talenta tersebut menghantarkannya dari dunia praktisi ke dunia akademisi ASTI Denpasar. Suling sebagai instrumen utama dalam barungan gamelan pegambuhan memiliki teknik dalam memainkannya, baik pada tetekep selisir, tetekep lebeng, tetekep baro, maupun pada tetekep sundaren.

Demikian pula dalam teknik memegang suling, harus dikuasai karena dengan panjang suling hingga 90 cm – 100 cm tidak mudah untuk dapat memainkannya. Gambuh adalah seni pertunjukan mengandung vibrasi ritual dalam kehidupan masyarakat Batuan, karena itu ketika pelaksanaan upacara piodalan besar (nadi) di lingkup pura Kahyangan Tiga setempat, dramatari ini akan selalu disajikan. Itu artinya, kesenian Gambuh Batuan masih lestari hingga saat ini.

Baca Juga:  “Men Tiwas Men Sugih” Sesolahan Seni Sastra Virtual Sekdut dan UHN Dalam Bulan Bahasa Bali 2021

Memang, sejak peradaban kuno sampai era modern, seperti sekarang ini, perkembangan Gambuh Batuan sangat pesat karena disangga oleh tangan generasinya, dan berada pada karma sejarah di titik Sahasra Warsa Baturan, yakni momentum 1000 tahun terbitnya Prasasti Baturan Isaka 944, meinisiasi Krama i Baturan sebagai satu kesatuan wilayah istimewa bagi Raja Dharmawangsawardhana Marakatta Pangkajasthana Uttunggadewa. Selain memuat tata sistem kewilayahan, hak dan kewajiban krama, tabuh rah, prasasti tersebut memuat beberapa istilah seni pertunjukan dan seni rupa, seperti citrakara (lukisan), tali-tali, masuling, juru suling, pande mas, pande wesi, undahagi kayu, undahagi watu, sulpika. Maka, dari bukti otentik inilah salah julukan desa seni budaya, gudangnya seniman tersemat untuk Desa Batuan (Baturan). [B]

I Wayan Budiarsa
I Wayan Budiarsa

Dosen dan Koordinator Prodi PSP FSP ISI Denpasar, dilahirkan di Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, 6 September 1973.

I Wayan Budiarsa

I Wayan Budiarsa Dosen dan Koordinator Prodi PSP FSP ISI Denpasar asal Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

Related post