“Jaga Raga Bara Jiwa” Pesan Agus Kama Loedin di Santrian Galery

 “Jaga Raga Bara Jiwa” Pesan Agus Kama Loedin di Santrian Galery

Jaga Raga Bara Jiwa

Puluhan karya seni rupa ikonografi mewarnai pameran bertajuk “Jaga Raga Bara Jiwa” di Gallery Santrian Sanur. Sang perupa, Agus Kama Loedin menampilkan karya seni 3 dimensi, berupa jalinan kawat dengan berbagai ukuran serta beraneka warna yang memikat hati. Karya seni rupa itu tak hanya memerlukan teknik yang tinggi, tetapi juga menyajikan simbol-simbol yang sarat dengan pesan kenusantaraan. Karya seni rupa itu, seakan mengingatkan kepada khasanah budaya adi luhung yang kaya dengan pesan.


Sosok Agus Kama Loedin merupakan seniman Indoensia yang kini tinggal di Filipina. Dengan latar belakang pendidikan arkeologi dan seniman multitalenta, ia mengeluti dunia senirupa dengan bahan kawat. Kebiasaan bermain kawat itu mulai digeluti sejak sejak dua belas tahun lalu. “Tema dari pameran ini, hanya bisa mengingatkan untuk menjaga budaya yang tertanam di negeri ini. Saya sebagai perupa hanya mengingatkan dalam bentuk karya- karya seni saja. Kalau pejabat, dengan cara berbeda,” kata Agus dalam jumpa media, Kamis 9 Januari 2020.


Kawat, ketika dirangkai ternyata menghasilkan aneka rupa yang akrab dengan ikonografi Hindu Buddha terlahir dan mengalir. Karya karyanya itu konon tercipta secara tiba- tiba. Entah apa judulnya, hanya sebuah pilihan saja. “Nah, ketika ada teman-temannya yang ahli sastra, lontar, memberikan judul yang sebenarnya ssesuai dengan tersurat dilontar. Entah kebetulan atau memang media dari karya ini terlahirkan untuk kata-kata mantra,” ungkap pria kelahiran 11 Oktober 1962 ini serius.


Penulis Mas Ruscitadewi menyebutkan, karya rupa Agus Kama Loedin dominan berbahan jalinan kawat. Hal itu sebagai cerminan kesadaran seniman akan hubungan yang saling terkait, antara bagian tubuh yang satu dengan yang lainnya, dengan benda benda, bahkan dengan semesta. Cinta dengan keyakinan pada kemahabadian, kepada Tuhan adalah cinta yang menjadi satu jalinan tak terpisahkan.


Pengelola Gallery Santrian Dolar Astawa mengatakan, hadirnya perupa Agus Kama Loedin cukup ‘menampar’ muka kita. Pasalnya, orang yang lama tinggal di luar negeri, sebagai seniman memboyong karya-karya sarat pesan ikonografi Hindu Budha yang luar biasa ini. “Inilah dunia seniman, jalinan kekaryaan tidak mengenal batas Negara. Karyanya lebih pada keinginan untuk menjaga akar budaya. Boleh dibilang karya-karya yang disajikan ini menjadi sebuah kerinduan Agus terhadap keunikan budaya nusantara,” sebutnya.


Pameran yang menampilkan 30 karya seni itu terdiri dari 4 karya dua dimensi, dan sisanya merupakan karya tiga dimensi. Karya seni rupa itu menghiasai seluruh ruangan gallery. Karya seni dua dimensi itu dipajang di dinding, karya tiga dimensi mengisi sudut-sudut ruangan serta karya instalasi memenuhi lantai. Pada saat, pameran itu dibuka, Jumat (10/1), diisi dengan sebuah performance dari Komunitas Bali Poleng. Para penari tampil dengan gerak tari yang merupakan hasil dari eksplosasi dari pameran karya seni rupa tersebut. Pameran akan berlangsung hingga 28 Pebruari 2020.


Karyanya yang menggelitik adalah ‘Abhaya Mudra’ yang menggambarkan pencerahan batin yang berarti pelepasan unsur-unsur dunia. Materi telah membuat sang perupa menemukan kebahagiaan sejati, pencerahan. Karya ‘Witarkhamudra’ sebagai informasi tentang sebuah ide yang tidak dengan serta merta dapat dimengerti oleh orang lain. Karya ‘Dharma Cakra Mudra’ menggambarkan dharma bagi manusia, berarti sebuah hukum untuk menjalankan perannya yang berhubungan dengan alam, masyarakat, keluarga dan dirinya sendiri. Cakra berbentuk roda, bulat tidak saja ujung dan pangkalnya, sebagai simbol roda yang berputar dharma akan tersampaikan ke seluruh penjuru dunia.


Karya berjudul ‘Moksa’ berupa tenggorak memakai mahkota, sebagai ungkapan kebebasan dari samsara, kebebasan dari siklus dan lahir kembali (reinkartnasi), bebas dari ketidaktahuan. Ketika seseorang mencapai moksa, ia bersatu dengan alam semesta. ‘Reinkarnasi’ karya berwujud kepala manusia lengkap dengan mahkota dengan mutiara memberi pesan hidup terdiri atas jasmani dan rohani yang sangat terkait dan tidak terpisahkan yang saling mempengaruhi. Nah, keinginan jasmani dapat mempengaruhi roh.


Demikian pula karya ‘Mayura’ berwujud burung merak yang didalam Hinduisme disebut dengan kendaraamn dewa dan dewi. Karya dua dimensi bertajuk ‘Cermin Ken Dedes di Tumapel’ sebagai cermin Kendedes mewakili sosok individu yang mampu bercermin dalam dua pengertian. Ia menjadi sosok perempuan yang sempurna kecantikannya. ‘Nandi’ berwujud lembu yang berperan sebagai kendaraan Dewa Shiwa. Sedangkan ‘Ganesh’ sebagai dewa penghancur segala rintangan Ganesh banyak dipuja masyarakat. Demikian pula karya Stupa, Roda Dharma, Pemujaan Teratai Lingga Yoni dan karya seni lainnya juga menyampaikan pesan. (Ar/AD)

Baca Juga:  “Tirtha Peleburan Mahottama” Sendratari Kokar Tutup PKB XLIV

Related post

20 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *