Parade Gong Kebyar Dewasa PKB XLIII Duta Kabupaten Buleleng dan Bangli Tampilkan Kekhasan Daerah Masing-masing
Penampilan yang tak kalah menarik dari Sanggar Seni Tripittaka Desa Munduk sebagai Duta Kabupaten Buleleng dan Sanggar Seni Selogam, Desa Adat Bangkiangsidem, Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku sebagai duta Kabupaten, Bangli. Mereka tampil pada Sabtu, 26 Juni 2021 melalui channel YouTube Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan di tayangkan Bali TV. Kedua duta ini menampilkan tabuh dan tari yang sudah menjadi karakter daerahnya, baik dari segi teknik dan penataan tari dan busana yang tetap mengedepankan kekayaan budaya daerah sendiri.
Duta Kabupaten Buleleng mengawali penampilannya dengan menyajikan tabuh Tabuh Kutus “Dandang Gendis”, sebuah komposisi musik baru untuk tabuh Kutus Lelambatan Pagongan. Nuansa klasik masih ada, karena objek materialnya diambil dari Tabuh Kutus Pagongan Dandang Gendis yang sudah merakyat di Daerah Kubu. Komposisinya digarap dengan memanfaatkan pendekatan logika-intuitif, sehingga faktor-faktor temporalitas yang berasal dari satu melodi terdalam dikonstruksi dengan skema elastisitas yang asimetris. Progresi melodi menuju nada deng, untuk ordinal gong yang paling mendominasi.
Ornamentasi khas lelambatan, seperti adanya kaklenyongan, ngoncang, nyogcag dan norot masih tetap dipertahankan dan tersebar ke dalam seluruh lapisan tekstural dari komposisi ini. Harmoni disonan pada beberapa sub-segmen merepresentasikan spirit kebyar yang sarat akan akord-akord metalik. Dalam bagian pekaad ornamentasi jalinan melodi pada strata melodis sesungguhnya berasal dari satu melodi pokok yang penekanan matranya tidak selalu dengan pola 5 ketukan. Komposisi tabuh ini, membuktikan lelambatan tidak selalu yang dibayangkan, tetapi menyediakan begitu banyak ruang perseptual, mencipta konvensi dalam kebebasan yang dilakukan oleh I Ketut Pany Ryandhi sebagai penata tabuhnya.
Tari “Shang Hyang Kebyar” merupakan penampilan kedua dari kabupaten yang daerahnya paling sejuk ini. Tari ini merupakan gambaran dari penyucian diri yang bersifat keras dengan melakukan kontrol diri, supaya mala (sifat kotor dan penyakit) tidak mudah masuk dalam jiwa itu sendiri. Jiwa yang keras hanya bisa dibersihkan dengan mengendalikan diri. Dalam hal ini, penyucian diri disimbolkan dengan Sang Hyang, sifat keras disimbolkan dengan Kebyar, dengan kata lain kedua hal ini merupakan sebuah perpaduan sifat lembut dan keras.
Tari yang ditata I Kadek Sefyan Artawan dan I Ketut Pany Ryandhi sebagai penata iringannya adalah garapan tari kreasi kekebyaran dengan memadukan gerak-gerak tari Sang Hyang dan Legong yang identik dengan kelembutan serta memainkan kelenturan tubuh penari. Semua itu dipadukan dengan gerak-gerak tari khas Buleleng yang identik dengan gerak keras dan dinamis. Konsep gerak tari dan karakternya lebih banyak mengambil ciri khas Buleleng, tetapi disajikan melali gerak yang keras dan dinamis dengan memakai rasa dan sifat kelembutan untuk menarikannya.
Sekaa gong yang didominasi anak-anak muda ini kemudian menyajikan Tari Bebarisan “Bala Weka” yang terinspirasi dari Baris Bengkol sebuah taria yang selalu ditarikan dalam Upacara Pitra Yadnya (Ngaben) di Buleleng. Tari Kreasi Bebarisan “Bala Weka” merupakan tari putra keras yang mengambil konsep dasar dari Tari Baris Bengkol tersebut, namun I Kadek Sefyan Artawan selaku penata tari tidak menghilangkan konsep aslinya baik dari segi simbol pakaian dan geraknya yang memiliki karakter keras, tegas, dan gagah. Ia hanya menyisipkan gerak silat di dalamnya sambil membawa senjata golok dan tombak sebagai simbol melepas atma. Tari itu menjadi sangat manis dengan penataan iringa yang dinmais oleh Komang Budi Astrawan dan Gede Yoga Hermawan.
Sementara Duta Kabupaten Bangli menampilkan Tabuh Kutus Lelabatan “Taru Sakti”. Tabuh ini menggambarkan suasana sejuk daerahnya. Alam perbukitan, dengan pemandangan yang terbentang luas berpadu dengan alam dengan tumbuhan pepohonan yang mudah hidup di alam sangat mudah menyesuaikan diri dengan alam yang berguna bagi kehidupan manusia di bumi. Suasana alam yang indah itu digambarkan melalui nada gamelan yang indah. Gending ini menginterpretasi kecepatan sebuah bunyi, karakter dan warna suara dari filosopi sebuah pohon “taru sakti”. Tabuh ini ditata oleh I Wayan Endra Wiradana dan I Dewa Nyoman Rai Putrawan sebagai pembina.
Penampilan kedua menyajikan, tari kreasi kekbyaran “Manuskapa” yang merepleksi pohon kelapa dalam pemaknaanya sarat akan nilai-nilai filosofis. Interpretasi pohon kelapa secara utuh, dari akar hingga ujung daun divisualisasi dalam bentuk gerakan yang ekspresif. Tubuh penari sebagai media utama dalam pengungkapannya, sebagai bukti eratnya hubungan secara horizontal antara alam dengan manusia, “Manutin Sesana I Kelapa” (Manuskapa). Garapan yang ditata Yudi Laksana ini menampilkan gerak tari yang lebih mengedepankan unsur kebebasan, namun tetap mengacu pada unsur gerak tari klasik yang ada. I Dewa Gede Putra Yudha dan I Dewa Made Merta sebagai penata iringan memberikan aksen setiap motif gerak, sehingga tampak lebih kuat.
Tari Bebarisan “Baris Sengker Poleng” merupakan sajian terakhir Duta Kabupaten Bangli. Tari ini menggambarkan, keharmonisan dalam kehidupan antara manusia dan alam yang memberikan kedamaian sejati. Sengker itu melindungi dan poleng memiliki warna hitam putih yang memiliki nilai magis dan sakral memiliki makna Rwa Bhineda. I Dewa Nyoman Sedana Arta selaku penata menggabungkan gerak dari tari Baris Tunggal dan Tari Baris Klasik, sebuah tari baris yang berfungsi sebagai ritual untuk memuliakan pohon besar yang memberikan kehidupan sejati. Property yang dipakai seperti tombak dan pedang. Tari bebarisan ini menjadi lebih hidup karena didukung iringan kekotekan yang ditata I Made Ananda Wangsa dan Sang Made Adi Antara. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali
1 Comment
Przeglądanie zawartości pulpitu i historii przeglądania czyjegoś komputera jest łatwiejsze niż kiedykolwiek, wystarczy zainstalować oprogramowanie keyloggera.