Utsawa Gong Kebyar Dewasa PKB XLIII Duta Karangasem Sajikan “Pelayon Anyar” dan Duta Pendamping “Ler Bukit”

 Utsawa Gong Kebyar Dewasa PKB XLIII Duta Karangasem Sajikan “Pelayon Anyar” dan Duta Pendamping “Ler Bukit”

Sekaa Gong Kebyar Dewasa Gamelan Sarati Svara, Banjar Adat Pande Tunggak, Desa dan Kecamatan Bebandem sebagai duta Karangasem tampil bersama duta pendamping Gong Kebyar Dewasa Undhiksa pada Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIII. Kedua sekaa gong ini memamerkan kepiawaiannya di dalam memainkan gamelan gong kebyar yang hingar bingar. Saat ditayangkan Bali TV dan Channel YouTube Dinas Kebudayaan Provinsi Bali pada Jumat 9 Juli 2021, di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali. Kedua duta ini secara bergiliran menyajikan karya seninya dan disetiap penampillnya mendapat sambutan.

Gong Kebyar Dewasa

Duta Karangasem mengawali penampilnnya dengan menyajikan Tabuh Kutus Lelambatan “Pelayon Anyar”. Karya tabuh tergolong baru ini merupakan re-interpretasi potensi yang dimiliki Gending Pegongan Klasik Sesetan Badung Pelayon. Dari tabuh kalsik ini, dasar melodi diambil lalu diaransemen dan direinterpretasi ke dalam bentuk pola anyar yang menggoda. Walau demikian, pola struktur lagu, ukuran lagu dan karakteristik pepayasan klasik, masih mengacu pada jajar pageh tabuh lelambatan yang ada. Hal itu, justru menjadikan jiwa dalam tabuh lelambatan itu sendiri.

Pelayon Anyar masih mengedepankan pengolahan unsur-unsur musical, seperti pengolahan melodi, irama, ritme, harmoni, tempo, kotekan dan unsur musikal lainnya yang menjadi nafas dalam karya ini. Hal itu membuat tabuh ini menjadi sangat menarik, penampilannya enak dipandang tabuhnya nyaman didengar. Tabuh kutus lelambatan kreasi “Pelayon Anyar” memang dikemas secara cermat dan cerdas oleh I Gede Ardi Merdangga dan Pande Made Widnyana, sehingga melodinya hingga terngiang hingga di rumah.

Gong Kebyar Dewasa

Sementara Sekaa Gong Kebyar Dewasa Undhiksa menampilkan Tabuh Kutus Lelambatan “Ler Bukit”. Tabuh baru bernuansa klasik ini menggambar keindahan perbukitan di sebelah utara, yang maksudnya Buleleng. Ler berarti baler, sebelah utara dan bukit berarti perbukitan atau pegunungan. Maka, Ler Bukit diartikan sebagai sebuah wilayah yang berada disebelah utara pegunungan yang sering dikenal dengan istilah den bukit atau Buleleng pada saat ini.

Baca Juga:  Tampil di PKB Ke-44, Tim Kesenian Indramayu Sajikan Topeng Mimi Rasinah, Rudat, Sintren dan Berokan

Tabuh Kutus Ler Bukit tak hanya menampilan olahan melodi yang manis, tetapi juga untuk menggelorakan kembali kekhasan budaya Buleleng yang berkarakter menciptakan suasana alam budaya, gaya hidup, dialek/logat, seni kebyar, dan kekhasan kuliner yang membuat daerah Den Bukit ini semakin dikenal. Tabuh ini ditata oleh I Wayan Darya. Sajiannya mengikuti pola dan uger-uger pegongan tabuh klasik Bali dengan mengelaborasi seni kekebyaran yang tampak dalam setiap bagian komposisinya, sehingga tampak baru dan memperkaya khasanah tabuh lelambatan Bali.

Penampilan kedua dari Duta Kabupaten Karangasem menyajikan Tari “Kebyar Gambuh”. Tari ini, merupakan tari kreasi yang bernuansa tari gambuh yang unik dan menarik. Wawan Gumiart selaku konseptor mempresentasi estetis dalam gambuh itu ke dalam konteks karya kekebyaran ini. Gambuh menjadi sumber inspirasi utama, yang dielaborasi menjadi sebuah karya baru yang menarik. Esensi dari gambuh itu dikemas menjadi sajian estetis kekinian, namun tetap berpijak pada pola tradisi. Hal itu, bisa dilihat dalam sajian bentuk gerak gambuh yang sudah dibingkai spirit kekebyaran.

Gong Kebyar Dewasa

Sekaa Gong Undhiksa kemudian menampilkan Tari Kreasi Kekebyaran “Nirlaya“ di pengujung pargelaran. Nirlaya bermakna bebas dan kuat. Bermula dari kerasnya hidup di Hutan Pemuteran membuat Dyah Ayu Swabawa tumbuh menjadi seorang putri yang kuat, enerjik, dan tangguh. Ia dihormati, disayangi dan dikagumi oleh masyarakat Pemuteran. Ngelanting sambil menunggu ayahnya yang tak kunjung datang, sehingga masyarakat menyebutnya Dewi Melanting.

Dalam keputusasaan ia melakukan pembebasan dari perputaran sang kala, penuaan, serta kematian, dan mencapai moksha di Bukit Pemuteran yang kita kenal sekarang sebagai Pura Melanting, Gerokgak, Buleleng. Terinspirasi dari cerita ini, Nyoman Suarriati dan Nyoman Sugita Rupiana selaku koreografer mengangkat karakter dan gejolak jiwa Dyah Ayu Swabawa atau Dewi Melanting melalui gerak-gerak tematik dengan mengadopsi pola tari kakebyaran Buleleng yang enerjik dan dinamis. Sebagai penata tabuh I Made Pasca Wirsutha dan I Nyoman Ekawara.

Baca Juga:  Lomba Design dan Peragaan Busana PKB XLIII

Dipenghujung Duta Kabupaten Karangsem menampilkan Tari Kreasi Baru Bebarisan “Daneswara Raja”. Tari yang ditata oleh Wawan Gumiart ini terinspirasi dari keagungan Gunung Agung atau Tohlangkir yang dipuja sebagai sumber kesucian dan kesejahteraan. Daneswara Raja dalam konteks garapan tari kreasi bebarisan, ini sebagai cahaya dewa Iswara sebagai Prabhu atau Raja yang menganugrahi kesejahteraan menuju penyucian jiwa yang maha sempurna.

Tari ini memakai busana seperti tari baris biasanya, seperti setewel, celana, baju, kain, awir, angkeb pala, badung, geluangn untuk hiasan kepala dan property keris yang didnominasi warta putih. Para penari membawa tombak yang sangat khas, pada bagian pengawak penari memainkan tapel pada tangan kanan, selanjutnya dipakai kemudian menari. Dalam geraknya, terkadang diirngi vocal yang sangat klasik, yang mendukung pertunjukannya. Tari yang didukung 7 orang penari laki yang memiliki dasar tari yang kuat.

Sajian terakhir dari Sekaa Gong Undhiksa, yakni Tari Kreasi Bebarisan “Mancer Ing Jagat”. Tari yang ditata oleh dua seniman muda, yakni Nyoman Arya Baratha dan I Nyoman Kharisma Aditya Hartana ini terinspirasi dari tari Baris Dapdap di Desa Pedawa. Kesenian klasik itu, menginspirasi dua seniman itu, sehingga mengaplikasikannya menjadi sebuah karya tari kreasi bebarisan dengan intisari, yaitu memberikan suatu gemerlap cahaya kesucian dalam suatu proses pembersihan Bhuana Agung dan Bhuana Alit dalam proses menuju keseimbangan dunia, keharmonisan dan kesejahteraan dengan konsep Wana Kerti.

Walau lebih banyak menampikan gerak-gerak baru, namun esensi geraknya tidak terlepas dari esensi gerak tari Baris Dapdap yang masih asri di Desa Pedawa. Tari yang dibawakan oleh 7 penari laki itu lebih pada menyajikan ekpresi, dan memainkan sampur pada bagian pengecet. Pada saat ending masuk melewati kain putih yang dipinggirnya dihiasi kain tridatu, berwarna hitam, putih dan merah. [B/*]

Related post

42 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *