Membuat dan Memahami Makna Banten Otonan Sesuai “Sastra”
Bagai menyama braya saja. Ibu-ibu, wanita Hindu di Banjar Kayangan, Desa Peguyangan Kangin, Kota Denpasar mengikuti pelatihan membuat Banten Otonan, Selasa 1 November 2022. Banten otonan penting dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali, sehingga tak hanya mampu membuatnya, tetapi juga perlu mengerti dan memahami maknanya sesuai dengan sastra Hindu. “Melalui pelatihan ini, kami dapat mengetahui cara membuat banten otonan yang benar sesuai dengan sastra Hindu,” kata Kadek Ani Monalisa, salah satu peserta pelatihan itu.
Kadek Ani Monalisa mengaku sangat senang bisa mengikuti pelaksanan pelatihan membuat banten otonan yang dilaksanakan Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Kota Denpasar. Pelatihan ini dapat mengetahui cara membuat banten otonan yang benar sesuai dengan sastra Hindu. “Saya suda biasa membuat banten otonan, namun perbedaan ada pada sampiannya. Jujur, di dalam pelatihan ini. kami baru memahami bahwa dari memotong janur, menjarit hingga metanding ada maknanya,” ungkapnya.
Ketua WHDI Kota Denpasar Ny. Sagung Antari Jaya Negara, usai membuka kegiatan pelatihan itu mengatakan, pelatihan membuat banten otonan ini dilaksanakan secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan pemahaman makna upakara bagi masyarakat terutama bagi wanita Hindu tentang filosofi dan makna yang terkandung dalam sarana upakara. “Banten otonan penting dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali, sehingga perlu dipahami maknanya sesuai dengan sastra Hindu,” ungkapnya.
Selain itu, Banten Otonan juga diperlukan setiap 6 bulan sekali untuk memperingati hari kelahiran. “Untuk itu kami harapkan ibu rumah tangga khususnya wanita Hindu bisa membuat banten Otonan sendiri untuk keperluan anggota keluarganya sendiri dan bila sudah terbiasa dapat diterapkan pada lingkungan yang lebih luas lagi,” harap Ny. Sagung Antari Jaya Negara.
Sementara narasumber Ni Wayan Sukerti mengatakan, pelatihan membuat banten otonan ini bukan mengajarkan ibu-ibu membuat banten namun sharing terkait makna dari banten mulai dari cara memotong janur, menjaritnya maupun metandingnya. “Masyarakat pasti sudah terbiasa membuat banten otonan namun yang berbeda pasti pada sampiannya , sehingga dalam pelatihan ini kami akan jelaskan secara detail cara membuatnya dan maknanya,” jelas Sukerti.
Pelatihan ini digelar juga karena belum ada yang memberikan pembinaan kepada umat Hindu pemula atau Sudhi Wadani. “Dengan memahami makna dan cara membuat banten. Maka akan bisa menjelaskan secara detail jika warga yang Sudhi Wadani atau masuk menjadi agama Hindu ketika bertanya, sehingga tidak ada lagi istilah nak “mulo keto” (gugon tuwon),” tutupnya. [B/*].
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali