Semakin Tinggi Minat Generasi Muda “Ngwacen Lontar”

 Semakin Tinggi Minat Generasi Muda “Ngwacen Lontar”

Gadis dan pemuda ini tak hanya tampil cantik dan ganteng, tetapi juga menarik. Mereka mengenakan busana adat Bali, begitu anggun menuju Kalangan Angsoka silih berganti. Setelah duduk bersila (pemuda) dan bersimpuh (gadis), mereka lalu mengambil lontar di atas dulang, lalu memegang kemudian membaca aksara yang tertulis dalam lontar itu. Suaranya lugas, intonasinya menarik, sehingga sangat enak didengar. Pada bagian tertentu, mereka menampilkan ekspresi yang manis, sehingga menjadi tontonan yang sangat menarik.

Menyaksikan kemampuan para generasi muda dalam Wimbakara (Lomba) “Ngwacen” (membaca) Lontar dalam ajang Bulan Bahasa Bali ke-5 ini, seakan tak perlu ragu kesungguhan mereka dalam mencintai budaya Bali, khususnya dibidang aksara, bahasa dan sastra Bali. Mereka begitu pasih dalam membaca lontar. “Kami sangat bangga, ternyata banyak generasi muda yang berminat, dan ingin tahu bagaimana ngwacen lontar itu,” kata dewan juri Prof. Dr. Drs. I Made Surada, MA. disela-sela lomba yang berlangsung di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin 20 Pebruari 2023.

Apalagi, sekarang aksara Bali itu sudah masuk ke ranah Informasi dan Teknologi (IT) dengan Laptop, keyboard dan sebagainya, sehingga ini sangat membantu untuk memberikan dasari untuk belajar. Dari segi kualitas, lomba Ngwacen Lontar terjadi peningkatan yang luar biasa. Mereka begitu pasih dalam membaca lontar. Meski lontar yang dibaca baru dibagikan, menjelang lomba. “Saya tak merasa khawatir dengan kemampuan anak-anak muda dalam membaca lontar. Artinya, banyak anak-anak yang berminat, dan tahu cara ngwacen lontar,” ujarnya.

Ngwacen Lontar
Juri, panitia dan pemenang lomba ngwacen lontar foto bersama.

Para peserta sangat pasih saat membaca lontar. Walau mereka belum sempat mempelajari lontar itu, karena baru dibagikan menjelang lomba. Tetapi, para peserta bisa membaca dengan baik. Kalau pun ada kesalahan itu biasa. Lontar yang dibaca ada kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan, sehingga memakai lontar Tutur Sarining Kerta Gosana sangat tepat. “Lontar ini tentang sesananing kesulinghan, bagimana semestinya seorang sulinggih ketika makan, melakukan pemujaan dan lainnya,” ucap guru Besar Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa ini.

Baca Juga:  Penghargaan “Adi Sewaka Nugraha” untuk Sembilan Pengabdi Seni

Dalam lomba ini, yang menjadi kriteria penilaian dewan juri adalah keutuhan, ketepatan intonasi, penampilan dan menyimak. Dari kriteria keutuhan itu, peserta dituntut melakukan yang baik dan benar mukai dari membuka lontar, membaca secara utuh, dan mengembalikan ke tepat semula. “Kami sangat bangga dengan penampilan para peserta kali ini. Mereka begitu pasih dalam membaca lontar,” tegas pemerhati aksara Bali ini.

Jika kegiatan Bulan Bahasa Bali ini memiliki dana yang lebih besar, maka kedepan akan lebih bagus diadakan lomba ngwacen lontar secara bebas tarung, sehingga lebih semarak. Saat ini, peserta masih dibatasi yang hanya diikuti satu peserta merupakan perwakilan dari kabupaten dan kota di Bali. Hal itu banyak dibantu oleh penyuluh Bahasa Bali yang ada sebanyak 700-an tersebar untuk memotivasi masyarakat. “Kalau dibuat lepas bebas, umur tetap dibatasai, tetapi boleh diikuti masyarakat umum, saya kira lomba menjadi lebih semarak lagi,” pungkas Prof. Surada. [B/*]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post