Gending “Bopong” Khas Kayumas Kian Meredup

 Gending “Bopong” Khas Kayumas Kian Meredup

Putu Hartini memberikan pelatihan dan pembinaan Gending Bopong di Sanggar Tabuh Kembang Waru/Foto: ist

Kekhawatiran terhadap hilangnya gending-gending gender wayang, juga dialami Putu Hartini, S.Sn, M.Si. Jaman canggih yang melahirkan permainan digital cendrung menjadi pilihan setiap generasi muda, hingga melupakan warisan leluhur yang klasik dan unik.

Hal ini mesti segera dihentikan dan dicarikan solusi, sehingga warisan leluhur tetap lestari. “Karena itu, saya melakukan penelitian serta pelatihan kemudian memperkenalkan Gending Bopong kepada generasi muda,” kata Putu Hartini, Senin 28 Agustus 2023.

Bopong adalah salah satu gending petangkilan dalam seni pertunjukan pewayangan Bali, merupakan khas Kayumas, Kota Denpasar. Gending ini sudah jarang disajikan dalam pementasa wayang kulit. Semakin hari, Gending Bopong khas Kayumas kian meredup.

“Melalui Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), dan dengan melakukan beberapa langkah kegiatan saya mencoba mendorong anak-anak muda untuk mempelajari hending-gending kuno, termasuk Bopong,” ucap Dosen Prodi Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan Intitut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini.

Garapan Gending Bopong ini memiliki beberapa motif gending untuk mengiringi tokoh-tokoh wayang yang akan mengadakan sidang, pauman atau musyawarah. Sayangnya, gending-gending itu semakin jarang dimainkan.

Baca Juga:  Pelebon Raja Denpasar IX, Daya Pikat Ecotourism Berkelanjutan

Dalam sejarah Wayang Kulit Bali, sebelumnya hanya diiringi oleh seperangkat instrumen Selonding, Suling, dan Kemanak, namun pada tahun 1920-an menggunakan gamelan Gender Wayang.

Pernyataan tersebut tercantum dalam kakawin Wretta-Sancaya karya Mpu Tanakung dan Kakawin Bharatayudha karya Mpu Sedah pada jaman pemerintahan Jayabaya di Jawa Timur pada abad XI.

Nah, Gending Bopong ini dimainkan setelah gending pemungkah. Itu pun hanya dimainkan sekali dalam setiap pentas. Sementara Gending Petangkilan dalam wayang kulit Bali ada tiga macam yaitu Gending Alas Arum untuk karakter halus, Rundah untuk karakter sedang (mata dedeling), dan Bopong untuk karakter raksasa (keras).

Pada umumnya ketiga gending gaya Kayumas Denpasar ini pasti disajikan dalam sebuah pertunjukan Wayang Kulit Bali. Namun belakangan, gending bopong sudah jarang dimainkan. “Beberapa seniman maupun pegiat seni gender yang kami tanyakan membenarkan Gending Bopong jarang dimainkan,” ucapnya.

Suhartini merasa penting untuk dapat melakukan pembinaan atau pelatihan terhadap penguasaan Gending Bopong tersebut. Gending Bopong itu diteliti dan pelajarinya dari Master Gender Wayang dari Kayumas Denpasar yaitu I Wayan Konolan (almarhum) dan I Wayan Suweca (almarhum) yang juga seorang pensiunan dosen dan salah satu seniman karawitan yang mumpuni dibidang gamelan Gender Wayang.

Gending Bopong ini, terdiri dari tiga paletan atau bagian dengan adanya pengulangan pada tiap bagian sebanyak dua kali. “Bisa dikatakan, gending ini merupakan gending petangkilan yang memiliki bagian paling panjang,” imbuhnya.

Baca Juga:  Penyuluh Bahasa Bali Selamatkan Naskah Kuno di Buahan Kintamani

Kekhawatiran Putu Hartini sangat beralasan. Apalagi saat ini, keberadaan Gending Bopong di Denpasar itu hanya bisa dimainkan I Wayan Suweca saja (ketika beliau masih hidup). Maka itu, jika tak segara dipelajari, makan gending ini terancam hilang.

Putu Hartini kemudian melaksanakan pembinaan di sekitar Kota Denpasar untuk mempermudah dan mempelancar proses pelatihan dan penguasaan gending ini. Generasi muda dikumpulkan kemudian diberikan materi gending tersebut.

“Prioritas utama dalam menyelamatkan aset warisan tak benda ini, tidak hanya fokus pembinaan mengenai penguasaan teknik keahlian menabuh dan penguasaan materi gending secara praktis, namun juga membangun kecintaan, kesadaran akan rasa memiliki warisan kesenian dan budaya Bali,” tambahnya.

Program PKM ini, terdiri dari beberapa langkah kegiatan, yakni pengenalan Gending Bopong, pembacaan notasi, permainan musikalitas, pelatihan dengan demonstrasi teknik dasar yang memainkan gending Bopong Gender Wayang.

Proses pelatihan dan pembinaan gending Bopong di Sanggar Tabuh Kembang Waru berlangsung selama 10 kali pertemuan yang diikuti oleh 12 orang peserta didik, yakni terdiri dari 8 anak laki-laki dan 4 anak perempuan.

“Pewarisan gending-gending gender wayang khususnya gaya Kayumas Denpasar, harus mendapat perhatian dari para seniman karawitan khususnya pecinta gender wayang,” harap Putu Hartini serius. [B/puspa]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post