Jembrana Perkenalkan ‘Kendang Mebarung’ di PKB ke 46

 Jembrana Perkenalkan ‘Kendang Mebarung’ di PKB ke 46

Jembrana Perkenalkan ‘Kendang Mebarung’ di PKB ke 46/Foto: ist

Pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI dikejutkan dengan dua kendang besar pada pergelaran Gamelan Angklung Duta Kabupaten Jembaran, Minggu 23 Juni 2024. Bentuknya besar, suaranya juga besar menggema hingga menggetarkan hati.

Namanya gamelan Kendang Mebarung merupakan gamelan khas Kabupaten Jembrana yang tampil di Panggung Ratna Kanda, Taman Budaya Bali. Salah satu jenis gamelan Bali ini termasuk barungan (ensemble musik) langka yang diperkirakan sudah ada sejak tahun 1820-an.

Dalam ajang PKB ini, disajikan oleh dua sekaa masing-masing Sekaa Tri Datu dari Desa Tegalbadeng Timur Kecamatan Negara dan Sekaa Cipta Suara dari Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana.

Duta seni asal bumi makepung ini menampilkan penabuh dari tiga generasi. Diawali dari menampilkan tabuh “Pengungkap Sabda”. Tabuh ini memiliki filosofi sebelum pergelaran dimulai memohon izin kepada Ida Sangyang Sabda (suara).

Baca Juga:  Festival Seni Bali Jani Ruang Strategis Pengembangan Seni Inovasi, Modern dan Kontemporer

Bapa sajian berikutnya, menampilkan tabuh petegak “Licing-licing Paku”. Tabuh ini menyiratkan hubungan harmonis manusia dengan alam dalam kaitanya dengan konsep Tri Hita Karana. Tabuh ini terngera manis dan harmoni diantara gamelan yang ada.

Kemudian menampilkan Tabuh Bebarungan yang bertujuan sebagai eksistensi kendang mebarung, sportivitas mengarungi introveksi diri. lalu, sajian pamungkas mempersembahkan “Tabuh Pemuput” yang dimainkan sebagai tanda seni pertunjukan berakhir.

Para penabuh tampak penuh semangat di dalam memainkan gamelan klasik itu. Sayangnya, tak diikuti dengan perhatian para pengunjung. Kalangan Ratna Kanda tempat gamelan itu digelar hanya berisi beberapa penonton. Padahal, jika dinikmati tabuh-tabuh yang disajikan sangat klasik, dan jarang ditemukan.

Pembina, I Wayan Gama mengatakan, gamelan ini biasanya mengiringi kegiatan upacara yadnya tertentu, seperti manusia yadnya, pitra yadnya. Keberadaannya, tetap eksis bertahan hingga saat ini. “Gamelan Kendang Mebarung ini dinobatkan sebagai kendang terbesar di dunia, dan diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Unesco tahun 2023,” paparnya.

Baca Juga:  Problematika Penulisan Budaya dan Nasib Wartawan Budaya

Gamelan Kendang Mebarung adalah seni tradisi klasik di Kabupaten Jembrana yang biasanya disuguhkan pada saat pelaksanaan kegiatan Panca Yadnya. Karena itu, kesenian ini termasuk bebali yang eksistensinya masih bisa dilihat sampai saat ini.

“Adanya Festival Budaya termasuk PKB, sehingga tampil di Taman Budaya, merupakan kesempatan bagi kami untuk memperkenalkan dan promosikan, bahwa di Jembrana ada Kendang Mebarung yang tergolong tua,“ ucap Wayan Gama.

Pementasan Gamelan Mebarung ini, sebagai wujud pelestarian dan perlindungan. Itu karena kesenian ini sangat klasik. “Kami sengaja menampilkan seperti ini. Kesenian klasik ini terkait dengan upaya pelestarian dan perlindungan. Apalagi gamelan mebarung ini diakui sebagai warisan budaya tak benda,” tegas seniman jebolan ISI Denpasar itu.

Kedepan, mestinya ada upaya program pengembangan selain menjaga keklasikannya dan uniknya, yakni kendang yang memiliki ukuran jumbo. Hal itu, bisa saja dikembangkan dalam olah kreasi, sehingga dihemasi dan semakin disintai oleh generasi muda.

Baca Juga:  Pameran Seni Rupa ‘Refined: Dinamika Simbolisme Keseharian’ di ARTspace ARTOTEL Sanur

“Bisa saja kedepan digarap dalam konsep kreasi atau perpaduan, sehingga garapan bisa mengikuti jaman kekinian. Kendang ini memiliki kekhasan unik berdiameter 80-85 cm. Bayangkan saja, mencari kayu sebesar itu sangat sulit khususnya kayu jenis nangka,” pungkasnya. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post