Paguyuban Drama Gong Lawas Siapkan ‘Sanan Tuak’ Pentas di PKB XLVII

 Paguyuban Drama Gong Lawas Siapkan ‘Sanan Tuak’ Pentas di PKB XLVII

Paguyuban Drama Gong Lawas siapkan ‘Sanan Tuak’ untuk pentas di PKB XLVII/Foto: darma

INI benar-benar pemain drama gong lawas dengan pengalaman luas. Sekali bertemu, kisah yang akan disajikan langsung cair di atas panggung. Lakon, dialog, tokoh dan penokohan serta musik langsung jadi, sehingga mereka tampil seperti dalam pentas yang sesungguhnya.

Itulah suasana persiapan Paguyuban Drama Gong Lawas yang akan tampil dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII. Semua pemain yang terlibat, hadir melakukan pemantapan naskah dan latihan secara kompak di Puri Gandapura, Kota Denpasar, Minggu 8 Juni 2025.

Meski kebanyakan dari mereka yang sudah lanjut usia, namun kalau urusan acting dan dialog jangan di tanya lagi. Hanya diberikan cerita, mereka sudah langsung bisa mempratekan, sesuai dengan keinginan sutradara. Namun, latihan tetap menjadi penting untuk hasil yang maksimal.

“Kami telah menyusun konsep, lalu latihan, sehingga dalam penyajiannya nanti tak hanya memberi tontonan yang baik, tetapi juga tuntunan,” kata Ketua Paguyuban Drama Gong Lawas, Anak Agung Gede Oka Aryana, SH.,M.Kn disela-sela latihan itu.

Baca Juga:  Seniman Drama Gong Lawas Bakal Meriahkan PKB XLVI Tahun 2024

Untuk pementasan kali ini, para seniman dari berbagai daerah di Pulau Dewaya itu mengangkat judul “Sanan Tuak” yang akan tampil menyapa nasyarakat di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali, pada 2 Juli 2025. Mereka akan tampil sekitar 2,5 jam.

Adegan Luh Santi bersama ibunya di Padukuhan Tanggun Titi/Foto: darma

Cerita yang diangkat, mulai dari kisah seorang Raja yang sangat diktator dikendalikan oleh Maha Patih Agung mengadakan jajahan yang sangat bengis dengan kerajaan lain. Karena tindak-tanduk Raja sudah dipegang oleh Patih Agung untuk merongrong kepemerintahan dari dalam.

Siapa lawan, yang mengetahui tindak-tanduk Patih Agung harus disingkirkan. Karena Patih Werda mengetahui beberapa upeti yang dipegang oleh Ki Dukuh Tanggun Titi dikorupsi oleh Patih Agung. Karena Patih Werda yang mengetahui masalahnya maka ia harus disingkirkan.

Pemerintahan seperti itu tidak akan bertahan, terbukti dengan kematian Ki Dukuh Tanggun Titi jalan untuk memusnahkan karma kerja Ki Patih Agung, munculah pergerakan pemuda desa dengan keyakinan yang besar. Keyakinan itu karena membawa jimat Sanan Tuak yang mampu memusnahkan perjalanan Ki Patih Agung.

Baca Juga:  PKB XLVI Ditarget Pengunjung 1.8 Juta, Sekaa Kesenian Wajib Tandatangai Pakta Integritas Sampah

Dalam penyajiannya, kisah Sanan Tuak ini dibagi menjadi 4 babak dengan 16 adegan. Pada babak pertama, mengisahkan dua punakawan manis bersama putra manis mengisahkan suka duka sebagai pedagang tuak. Mereka kemudian mencoba menjajakan tuaknya di kota.

Babak dua, mengisahkan suasana Kerajaan Bukit Seni. Dewi yang menuturkan kehidupannya di bawah kerajaan lain. Setelah menghadap orang tuanya, Sang Dewi kemudian mencari kanti (sahabat) melalui penyamaran untuk dapat lepas dari jajahan kerajaan tersebut.

Babak tiga, dikisahkan di Kerajaan Surya Kencana, dua punakawan buduh bersama raja buduh dan raja tua bersama istri serta Patih Werda yang membicarakan upeti Ki Dukuh Tanggun Titi serta penobatan Raja Buduh sebagai Raja.

Pemain Drama Gong Lawas yang sedang latihan tari dan aksen gamelan bersama penabuh/Foto: darma

Babak empat, mengidahkan suasana di Pedukuhan Tanggan Titi. Dalam babak ini terdiri dari 12 adegan, mulai dari pembicaraan Luh Santi bersama ibunya dan Ki Dukuh, hingga Patih Adung yang rakus terbunuh, dan raja muda dan dewi menjadi suami istri.

Baca Juga:  Wisatawan Belajar Mendalang, Wayang Sebagai Pedoman Hidup dan Kaya Falsafah

Pada saat latihan, hanya pada adegan dua punakawan manis, yakni Komang Apel dan Gulik bersama Made Karuna yang magegonjakan tentang kebersihan lingkungan, memilih sampah hingga tidak membuang sampah secara sembarangan karena akan berakibat banjir.

Dalam latihan itu, mereka tidak banyak melemparkan lelucon, seperti yang ada dalam pementasan aslinya. Adegan Luh Santi bersama ibunya di Padukuhan Tanggun Titi juga dicoba, lalu Galuh Buduh kemudian mencocokan aksen-aksen gamelan bersama penabuh.

“Meski judul drama ini sangat sederhana, yakni Sanan Tuak, tetapi dalam setiap adegan menyampaikan pesan penting, sesuai dengan tema PKB XLVII “Jagat Kerthi” serta keharmonisan lingkungan,” terang Anak Agung Gede Oka Aryana bersemangat.

Sanan tuak merupakan symbol keseimbangan. Kalau orang “negen” (memikul sesuatu) agar bisa berjalan seimbang, maka seimbang antara barang di depan dan di belakang. Maka, di dalam kehidupan sehari-haripun mesti seimbang, antara kebutuhan rohani dan jasmani.

Baca Juga:  Siapkan Sekehe Terbaik, Kota Denpasar Ikuti Seluruh Materi PKB XLVII

Sedangkan kata tuak terdiri dari kata “tu” atau “tuhu” memiliki arti benar sesuai dengan ajaran dharma, sedangan uak berbicara sesuai dengan filosofi Tri Kaya Parisuda “wacika”. Seseorang bisa berbicara baik dengan siapa saja dengan menjaga biar seimbang.

Anak Agung Gede Oka Aryana menegaskan, Paguyuban Drama Gong Lawas menyambut gembira perhelatan PKB yang merupakan ajang pesta tahunan bagi para seniman untuk menampilkan karya seni mereka. Karena itu, jauh-jauh hari mengajukan surat permohonan.

Surat tersebut ditujukan ke Kantor Dinas Kebudayaan (Disbud) Bali agar mendapatkan jadwal pentas pada PKB 2025 yang akan datang. Namun, dengan pertimbangan tertentu Paguyuban Drama Gong Lawas tidak mendapatkan jadwal pada PKB.

“Kami mohon kembali agar diberikan ruang ikut tampil dalam ajang PKB. Akhinya permohonan kami disetujui oleh Disbud Bali, dan mendapatkan jadwal pentas yaitu pada Hari Rabu, 2 Juli 2025 bertempat di Panggung Terbuka Ardha Candra dengan biaya mandiri,” paparnya.

Baca Juga:  Drama Gong Modern ‘Sri Tanjung’ Beber Kisah Legenda Daerah Banyuwangi di Bali Utara

Dalam pementasan drama gong “Sanan Tuak” ini Paguyuban Drama Gong Lawas menampilkan sebanyak 23 pemain dan didukung sebanyak 28 penabuh. Beberapa pemain absen karena sudah lanjut, seperti Moyo dan Wayan Lodra dengan alasan kesehatan.

Petruk Cs juga tidak terlibat dalam pementasan Drama Gong Lawas pada PKB nanti. “Pekak Petruk tidak ikut tampil dalam pementasan Drama Gong Lawas pada PKB tahun 2025, dan mengundurkan diri dari Paguyuban,” ucapnya.

Anak Agung Gede Oka Aryana sangat menyayangkan tidak tampilnya Pekak Petruk Cs dalam pesta seni milik masyarakat Bali di tahun 2025. Ada yang mengait-ngaitkan dengan masalah politik.

“Paguyuban Drama Gong Lawas ini dibentuk dari awal adalah dengan visi dan misi untuk ngajegang seni budaya Bali, khususnya Seni Drama Gong. Hal ini sangat sejalan dengan program dari Pemerintah Daerah Bali, yaitu “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”.

Baca Juga:  Ingat! 2 Juli, Drama Gong Lawas “Sanan Tuak” Pentas di PKB Ke-47

Anak Agung Gede Oka Aryana menegaskan, penyampaian ini juga sebagai bentuk klarifikasi untuk meredam pemberitaan yang semakin simpang siur di Media Sossial (Medsos). Polemik Pekak Petruk Cs yang tidak tampil di PKB 2025, bahkan keluar dari peguyuban tidak ada dari Panitia PKB atau Team Kurator yang melarang tampilnya Pekak Petruk Cs.

Pihak Paguyuban sempat meguhubungi Petruk untuk ikut tampil dalam ajang PKB XLVII, sesuai dengan arahan Gubernur Bali agar Petruk Cs dilibatkan dalam grama gong lawas. “Kami dari paguyuban sudah melakukan pendekatan dari hati ke hati dengan Pekak Petruk, namun dengan komunikasi yang sangat baik tidak berkenan ikut tampil,” ungkapnya. [buda]

Related post