Adilango FSBJ III “Kursi” Teater Agustus, Beri Pesan Matinya Kuasa atas Perusakan Alam

 Adilango FSBJ III “Kursi” Teater Agustus, Beri Pesan Matinya Kuasa atas Perusakan Alam

Irama musiknya terdengar renyah. Tempo, lebih dominan, dan melodi memberinya rasa manis. Para aktor dan aktris membeber kisah yang penuh konflik. Keserakahan memberinya rasa benci, hingga matinya rasa toleransi dan tatwamasi. Itulah suasan Adilango (Pergelaran) teater berjudul “Kursi“ persembahan Sanggar Teater Agustus pada Festival Seni Bali Jani (FSBJ) III di Gedung Ksirarnawa, Art Center Taman Budaya, Provinsi Bali, Minggu 31 Oktober 2021. Adilango ini diwarnai kritik sosial yang wajib dipetik jika ingin hidup damai.

Pementasan teater modern konvensional yang disutradarai oleh Ida Bagus Putra Celuk dan sebagai Astradara Ida Bagus Gede Sariana tak hanya digarap dengan menarik, tetapi juga syarat pesan. Teater yang dipadu dengan permainan music itu memberi pesan matinya kuasa atas perusakan alam dan lingkungan. Pergelaran teater ini mengangkat naskah karya Gus Martin tahun 1983, dengan tema umum, tentang sosok manusia yang berambisi berkuasa; berkuasa atas keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan alam.

Kursi (kedudukan) untuk berkuasa setinggi-tingginya selalu menjadi dambaannya. Dengan penampilan yang khas, persembahan Sanggar Teater Agustus ini tak hanya memberikan hiburan segar, tetapi juga memberikan inspirasi untuk hidupnya kembali kelompok-kelompok teater yang ada di Pulau Dewata. Bagaimana tidak, pemaparan kisah dan pendramaan setiap pemain sangat kuat yang menjadi puakan.

Pergelkaran teater berdurasi sekitar 90 menit itu mengisahkan Tuan Bandar yang dibuat terduduk dan tak berdaya di kursi bagai patung oleh istri keduanya. Nyonya Bandar bekerjasama dengan Dokter Gantang berupaya agar suaminya mati perlahan-lahan. Orang-orang dekat atau yang pernah dekat dengan Tuan Bandar, seperti Purnama (anak Tuan Bandar dari istri pertamanya), Pengkor (mantan pembantu kesayangan Tuan Bandar), Pak Lurah, Hansip, hingga Saudagar Tay, menggugat dan prihatin atas keadaan ini. Mereka menuduh Dokter Gantang yang dekat dengan Nyonya Bandar ada dibalik tak berdayanya Tuan Bandar ini.

Baca Juga:  Cara Memperkenalkan Gender Wayang Style Tunjuk

Dalam perjalanan waktu, Nyonya Bandar menuntut Dokter Gantang menikahinya. Sejak awal memang Nyonya Bandar berniat membunuh suaminya, mengambil-alih semua hartanya, termasuk tanah-hutan-ladangnya yang berhektar-hektar, kemudian pergi ke luar negeri serta menikah dengan Dokter Gantang. Ternyata, selama ini Dokter Gantang hanya bersiasat, kedekatannya dengan Nyonya Bandar hanyalah pura-pura. Dokter Gantang telah bekerjasama dengan Tuan Bandar, memanfaatkan kedekatannya untuk mengorek rahasia dari ambisi Nyonya Bandar. Tuan Bandar hanyalah berpura-pura seolah-olah “mati”, lumpuh tak berdaya dan duduk di kursi beberapa lama.

Memanfaatkan kedekatannya, Dokter Gantang berhasil membuka segala niat dan rencana jahat Nyonya Bandar, termasuk membuka rahasia bahwa dialah yang telah meracun istri pertama Nyonya Bandar. Ketika saatnya tiba, Tuan Bandar yang telah mendengar langsung pengakuan istri jahatnya itu, bangkit dari kursinya. Ia berdiri sambil membidik moncong pistolnya yang ia selipkan dibalik bajunya selama ini, ke wajah Nyonya Bandar dan menyuruh Nyonya Bandar gantian duduk di kursi yang ia duduki selama ini. Didahului dengan mengucapkan terimakasih kepada Dokter Gantang yang telah membuka kedok busuk istrinya, Tuan Bandar lalu menembak Nyonya Bandar.

Selama Tuan Bandar berpura-pura “mati” atau lumpuh tak berdaya, Nyonya Bandar telah memperlakukan semua harta terutama tanah-hutan milik Tuan Bandar dengan menyimpang. Hutan dibabat habis, dijadikan kawasan perumahan. Pun hektaran ladang, dialih-fungsikan menjadi kawasan industri perdagangan. Hal ini yang banyak disayangkan oleh para kerabat Tuan Bandar karena mereka semua tahu Tuan Bandar adalah sosok pelestari alam. Matinya Nyonya Bandar kemudian dianalogikan sebagai matinya kuasa atas perusakan alam. [B/*]

Related post