Menjaga Seni dan Harmonisasi dengan Alam

 Menjaga Seni dan Harmonisasi dengan Alam

Seniman, seperti yang kita ketahui bersama adalah insan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan untuk kemudian diaplikasikan melalui kerja kreatif. Pemahamannya akan nilai-nilai kebudayaan menjadikannya sebagai insan yang memiliki kehalusan budi sebagai dasar dalam lelakunya sebagai seniman. Hasil kerja kreatif melalui dasar kehalusan budi menggugah para apresiator untuk larut dalam buaian indah karya mereka yang didalamnya terselip nilai-nilai kearifan alam juga kehidupan sosial didalamnya.

Meskipun saat ini dunia dilanda Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang menjadi Pandemi dalam waktu sangat lama dan tanpa kepastian, namun tidak pernah mempengaruhi kehausan seniman untuk berhenti berkarya. Walaupun ada beberapa hal yang berubah atau terpengaruh dengan berkurangnya kesempatan dalam menyajikan karya seninya baik itu karya pertunjukan atau karya pameran. Seniman memaknai situasi ini sebagai jalan untuk berkontemplasi lebih untuk memaknai esensi lebih dalam mengenai alam ini.

Karya baru selalu hadir oleh para seniman walaupun intensitasnya sedikit menurun, namun tetap melahirkan karya yang inspiratif mewakili situasi dan kondisi saat ini. Apapun situasinya, sang seniman memiliki tanggung jawab besar dalam mengekspresikannya ke dalam bentuk karya seni. Karena melalui karya seni, kita bisa memahami kondisi saat ini secara jujur untuk dibedah di masa mendatang.

Seniman dalam kehidupannya di tengah masyarakat mempunyai andil tersendiri, yakni menyerap keluh kesah masyarakat terhadap situasi yang terjadi saat ini. Tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu yang esensial tentang keterhubungan manusia dengan segala entitas kehidupan yang ada di bumi, yang oleh para leluhur Bali dihimpun dalam sebuah konsep “ Tri Hita Karana”.

Menjaga Seni dan Harmonisasi

Para seniman yang tergabung dalam Paguyuban Seniman Bali, dalam menjawab keprihatinannya terhadap situasi saat ini, menginisiasi dan melaksanakan Upacara Pamlepeh Jagat yang diselenggarakan di Pura Penataran Ped, Nusa Penida. Dalam proses melaksanakan upacara ini, banyak dukungan yang mengalir mulai dari Puri, Sulinggih, Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat karena diyakini gering agung yang terjadi saat ini adalah kehendak Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan sudah selayaknya kita memohon pengampunan beliau agar gering agung dihapuskan dan dikembalikan seperti sediakala.

Baca Juga:  Aksi Sosial Villa Kayu Raja dan The Evitel Resort Ubud Menjelang “Tumpek Wayang”

Tetap Kreatif di Masa Pandemi

Berakar pada tradisi, sastra, adat dan istiadat budaya di Bali telah diwariskan begitu mulia, hingga Bali memiliki nafas berbeda dengan daerah lainya di nusantara. Namun, pandemi yang melanda dunia, identitas Bali sebagai destinasi pariwisata tak dipungkiri berdampak pada sistem sosial serta ekonomi.

Seniman Bali salah satunya juga merasakan dampak dari Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Sejak virus ini mewabah di Bali, ruang gerak seniman terbatasi, dimana kalangan sebagai tempat pentas semakin menjauh dari mereka. Keseniaan Bali yang dominan bersifat sosial, yang biasa ditarikan lebih dari dua orang terjebak dalam protokol kesehatan (prokes) khususnya dalam menjaga jarak. Kesenian Bali yang terkenal komunikatif itu, seakan mati suri karena tak bisa menghadirkan penonton. Beruntung kemudian ada solusi pergelaran dibuat dalam bentuk virtual, sehingga sajian seni bisa dinikmati masyarakat dari rumah saja.

Seniman yang memang kreatif, justru menjadikan masa pandemi ini sebagai ajang untuk introsfeksi diri, rehat mencari ketenangan untuk menghasilkan ide-ide baru. Tidak sedikit seniman menciptakan karya-karya baru gara-gara pandemi. Menariknya lagi, ada yang menjadikan wabah Covid-19 ini menjadi ide garapan baru, dengan nuansa baru serta dengan makna mendalam. Mereka tak hanya menghasilkan karya baru, tetapi juga ide- ide berlian untuk pelestarian dan keharmonisan alam.

Menjaga Seni dan Harmonisasi

Seniman Bali memang kreatif. Mereka tak hanya berpikir dalam mengekspresikan gerak tubuh, memainkan gamelan dan melantunkan alunan vocal melalui tembang, tetapi juga bergerak dalam merancang kegiatan terkait dengan profesinya. Termasuk ide para seniman yang tergabung dalam Paguyuban Seniman Bali dalam menggelar Upacara Maplepeh Jagat di Pura Dalem Ped Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.

Kemuliaan para seniman dalam menciptakan kerahayuan dan keharmonisan jagat (alam) mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah, sulinggih dan tokoh masyarakat.[B]

Baca Juga:  “Rta” Gambaran Toleransi di Bali, Goes to Galeri Indonesia Kaya Jakarta
I Wayan Sudiarsa
I Wayan Sudiarsa

I Wayan Sudiarsa yang akrab disapa Pacet, komposer asal Peliatan, Ubud, Gianyar, tamatan S2 ISI Solo, Penggagas Festival Rurung, Ketua Sanggar Gamelan Suling Gita Semara dan Dosen di UNHI Denpasar

I Wayan Sudiarsa

Dosen dan Koordinator Prodi PSP FSP ISI Denpasar, dilahirkan di Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, 6 September 1973.

Related post