Topeng Tri Murti Ditopang Akar Seni Tradisi
Pesta Kesenian Bali (PKB) yang kini memasuki penyelenggaraan ke-44 tahun adalah gagasan visioner untuk kemuliaan seni budaya Bali. Orientasi pijakan pesta seni yang berawal pada tahun 1979 ini jelas, yaitu mengusung martabat dan harkat seni tradisi. Karena itu dalam perjalanan perhelatan yang digelar di Taman Budaya Bali (Art Center), beraksentuasi pada pelestarian dalam implementasi penggalian, revitalisasi hingga rekonstruksi pada ekspresi seni yang sudah sekarat. Spirit pengembangan pada sumber-sumber tradisi di arena ini diberi ruang yang lapang. Alhasil, denyut beragam karya seni warna baru telah menguak dari rahim peristiwa seni akbar ini senantiasa disongsong antuasias masyarakat Bali.
Salah satu greget kreativitas seni yang unjuk diri pada Selasa malam lalu, 28 Juni 2022, di Gedung Ksiarnawa, adalah Tari Topeng Tri Murti suguhan Sanggar Seni Nretya Graha Siwanataraja, Sukawati, Gianyar. Pagelaran seni pertunjukan yang bertajuk “Legong-Kebyar” ini, selain menampilkan tari Legong Kraton Lasem dan Legong Raja Cina serta tari genre kebyar seperti Selat Segara, Kebyar Duduk, Tarunajaya dan Palawakya, juga khusus mementasperdanakan tari topeng kreasi tersebut. Garapan pertunjukan anyar yang koreografi dan iringangannya merupakan ciptaan Kadek Suartaya ini dibawakan oleh penari topeng Bagus Bratanatyam, bergulir sepanjang 10 menit dan disimak tekun para penonton.
Topeng Tri Murti melukiskan manifestasi Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam wujud Brahma, Wisnu, dan Siwa. Dibawakan secara tunggal dengan menggunakan tiga topeng yaitu topeng berwarna merah sebagai simbol Brahma, topeng hijau identifikasi Wisnu, dan topeng putih sebagai karakteristik Siwa. Menariknya, penggunaan ketiga topeng secara bergantian itu dihadirkan dengan trik tertentu yang mengundang surprise penonton. Tema tari kreasi ini, menurut Kadek Suartaya, adalah religiusitas dalam konsepsi Hindu. Dosen ISI Denpasar ini menambahkan gagasan penggunaan tiga topeng sekaligus terinspirasi dari Bian Lian, sebuah tari-sulap topeng kuno Tiongkok.
Nuansa tradisi terasa kental pada cipta tari dari sanggar seni pimpinan penari muda Sri Ayu Pradnya Larasari yang akrab dipanggil Laras ini. Iringan gamelannya dibingkai dengan tabuh telu yang teduh melodius. Namun guratan dan aksen baru terdengar menyembur. Alunan vokal oleh seluruh penabuh dan koor tembang oleh tiga orang vokalis wanita mengisi celah-celah tatabuhan yang menjadikannya apik dalam pembawaan terampil dari para seniman dan seniwati muda. Narasi yang ditembangkan terasa merasuk ke dalam relung sanubari lewat lirik puitis: om hyang siwa hyang brahma hyang wisnu, ida sanghyang widi wasa sang pramakawi, dan lain-lainnya, baik dikumandangkan di bagian pengawak maupun di pengecet-nya.
Penataan tarinya menunjukkan karisma nan agung. Berbusana tari topeng dengan gelungan cecandian yang berbinar. Topeng berwarna putih berkarakter arif bijaksana yang tersenyum tipis membuka sajian tari ini. Melalui liukan tari, berpaling sejenak menghadap belakang, berubah dengan mengenakan topeng berwarna merah, selanjutnya lewat aksen lain muncul dengan topeng hijau. Topeng kreasi ini menuju klimaks dalam tempo menanjak ritmis, bergerak lebih energik dalam laku yang berwibawa, lalu menutup tariannya ke titik hening, sang penari menstyalisasi gerakan halus wingit mudra, di kedua tangannya tergenggam topeng Brahma dan Wisnu dalam berbagai pose.
Alunan vokal tunggal wanita menggarisbawahi dengan melodi bersyair: brahma wisnu siwa hyang tri murti. Kadek Suartaya, selaku penggarap Topeng Tri Murti itu, tampak lega. Apa obsesi dan asa dari buah karyanya ini? “Semoga bisa diterima masyarakat pecinta seni. Kita, di Bali masih melimpah dengan nilai-nilai estetika yang agaknya tak akan pernah lekang dijadikan sumber penciptaan karya seni baru. Akar seni tradisi dengan segala taksu-nya telah bersumbangsih menopang jagat seni kita, sejak dulu hingga sekarang. Karena itu, mari kita apresiasi penuh hormat,” pungkasnya meyakinkan. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali