“The Lost Of Equilibrium” Karya Kontemporer Adi Siput Kenang Sang Guru Nyoman Sura

 “The Lost Of Equilibrium” Karya Kontemporer Adi Siput Kenang Sang Guru Nyoman Sura

“The Lost Of Equilibrium” sebuah pementasan tari kontemporer dalam ajang Festival Seni Bali Jani (FSBJ) III di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar Provinsi Bali, Minggu, 24 Oktober 2021 memukau penonton. Sajiannya tak hanya sebagai pementasan seni kekinian, tetapi juga mengingatkan para penikmat seni itu terhadap Koreografer dan Penari Kontemporer, I Nyoman Sura yang namanmya tersohor di tahun 2000-2013. Olah gerak para penari, property, busana serta alunaman music yang disajikan, hampir semuanya bernuansa seniman kontemporer asal Desa Kesiman Denpasar itu.

Pementasan seni itu memang digarap untuk mengenang sosok I Nyoman Sura, seorang guru yang telah memberikan pengaruh terhadap dunia seni tari kontemporer Bali, Indonesia bahkan belahan dunia lainnya, sehingga diberi tajuk “Tribute To Sura”. Sebagai konseptor, I Ketut Gede Agus Adi Saputra (Adi Siput) dan didukung lebih dari 30 penari anak-anak, remaja dan dewasa, serta 20 tim produksi dari Sanggar Seni Sura Pradnya Tampaksiring. Semua crew sangat kompak dan kreatif. Karya seni itu, bukan memindahan karya I Nyoman Sura begitu saja, tetapi mengolah dan menyesuaikan dengan tema FSBJ 2021 yaitu “Jenggala Sutra Susastra Wana Kerthi”.

Garapan The Lost Of Equilibrium mengungkapkan kehilangan keseimbangan sebagai bentuk penyadaran akan pentingnya menjaga satu sama lain, baik harmonisasi manusia dengan Tuhan, manusia dan alam. Tuhan yang memberi hidup, manusia yang memberikan semangat serta alam yang memberi kehidupan, sehingga semua akan menjadi harmonis. “Konteksnya pada judul sentral adalah penyadaran akan kehilangan keseimbangan. Biasanya ketika kita kehilangan kita baru sadar akan hal itu sangat penting. Kalau belum kehilangan, biasanya orang-orang akan lalai. Itu yang biasanya terjadi. Maka itu, Penyadaran ini penting ditujukan pada hububgan Buana Agung dan Buana Alit yang korelasi antara hubungan guru dan murid,” papar adi Siput.

Baca Juga:  Generasi Muda Ikuti Lomba Pidarta Basa Bali PKB XLIII

The Lost Of Equilibrium

The Lost Of Equilibrium sesungguhnya satu garapan utuh, namun dalam penyajiannya dibagi menjadi beberapa bagianj. Di awal pertunjukan menampilkan life mantra sebagai awal untuk menghayati setiap pergerakan. Gerak itu sebagai doa. Adi Siput menari sendiri dengan memakai kain panjang dalam dua warna yang berbeda. Dua kain itu dimainkan membentuk garis indah, yang biasa Sura maan saat pentas. Setelah itu, memasuki profil I Nyoman Sura melalui tayangan slide. Profil itu mengisahkan Sura sebagai penari kecil yang kemudian memutuskan untuk menjadi seorang penari.

Karya kedua berupa Topeng dan Topeng sebagai symbol manusia dewasa itu bertopeng dua, yakni mukanya sendiri dan topeng yang dimunculkan dari lingkungan. Manusia diingat kan untuik selalu jujur, tideak menutup diri dengan topeng-topeng kepalsuan. Pada karya ketiga Adi Siput eksplorasi gerak denga puisi yang dibaca oleh Moch Satrio Wlang. Disitu menggmbarkan pemaknaan kehilangan sosok I Nyoman Sura. Busana yang dikenakan sangat uniki, mirip topi besar terbuat dari bamboo yang dianyam.

Pada garapan keempat, ada The lost sebuah rekonstruksi karya Alm. Nyoman Sura. Disini ada pengganbaran kehilangan sesuatu yang sangat esensial dalam diri sendiri kalau bermain dengan topeng yang salah. Kehilangan jati diri serta kehilangan lainnya akan terjadi tanpa disadari. Inspirasinya dari sosok yang kuat, teguh pendirian dan ketika digoda oleh Surpanaka. Khusus untuk garapan ini musik digarap I Wayan Rakananda Saputra. Karya kelima, Modular Move yang menggambarkan hubungan antara Guru dan Murid yang terinspirasi dari benerapa gerak dasar yang sempat dikasi oleh Nyoman Sura menjadi satu repertuar karya terkoneksi dengan musik Modular Gamelan Oleh I Wayan Rakananda Saputra Texas Amerika.

The Lost Of Equilibrium

Pada bagian enam, ada Sircle Of Life. Karya Rekonstruksi dari karya Alm I Nyoman Sura. Terinspirasi dari Film the lion king, sebuah penggambaran dari perputaran kehidupan. Ketika keseimbangan itu ada perputaran maka akan mutlak terjadi. Sedangkan pada bagian ketujuh, equilibrium. Karya ini menggambarkan aktualisasi diri keseimbangan pada masa kini, yaitu keseimbangan ekonomi. Namun, terkadang manusia menuju keseimbangan ekonomi, sehingga lupa pada kesimbangan lain. Kesrimbangan kesehatan tubuh, kesimbangan alam (eksploitasi) dan kesimbangan lainnya. Esensi dasar keseimbangan ekonomi atau equilibrium adalah tidak ada yang dirugikan dan tidak ada yang terlaku dirugikan.

Baca Juga:  Taman Safari Bali Luncurkan "Varuna", Pertunjukan Teatrikal Bawah Air Pertama di Indonesia

Pada tengah garapan, disajikan testimony terhadap Nyoman Sura. Walau itu berupa komentar dan pendapat, tetapi para tokoh yang memberikan testimony itu seakan menjadi satu8 kesatuan dari garapan tersebut. Empat orang yang memberikan testimony itu seakan menguatkan garapan The Lost Of Equilibrium yang betul-betul sebagai penghoramatan terhadap Sang Guru (I Nyoman Sura).

Testimony pertama dari Rahtut XXX yang mengungkapkan Sura penari kontemporer yang memberikan inspirasi. Kadek Wahyudita mengatakan sura memiliki karya-karya sebagai catata sejarah perkembangan seni tari kontemporer di Bali. A.A Gede Agung Rahma mengaku banyak belajar disiplin dari I Nyoman Sura. Sementara Suklu mengisahkan kolaborasi yang pernahy dilakukan dengan Sura.

The Lost Of Equilibrium

Diakhir pementasannya, Adi Siput mengatakan, melalui karya seni ini dirinya ingin mengenang dedikasi seorang I Nyoman Sura. Berpijak dari ide tersebut, maka garapan ini mengangkat keharmonisan hubungan antara murid dan guru yang mampu melahirkan karya-karya baru. Namun, tetap menjaga spirit penciptaan dan kebermanfaatan ilmu serta implementasinya kepada banyak orang, seperti spirit alam dan bumi yang memberi tanpa berharap, namun diperlukan sebuah kesadaran dan penyadaran untuk menjaga keseimbangannya.

Konsep garapan menampilkan Profile I Nyoman Sura sebagai tokoh seni Tari Kontemporer yang disajikan ke dalam bentuk berbagai media ungkap, seperti audio visual, rekonstruksi karya tarinya juga pembaharuan karya yang disajikan oleh beberapa murid dan tim Komunitas Seni Sanggar Seni Sura Pradnya. “Kami berharap, gagasan karya ini dapat memberikan pemantik dalam berkesenian bagi masyarakat luas, khususnya pada seni Tari Kontemporer,” ujarnya.

Garapan ini juga melibatkan koreografer muda, seperti Agus Adi Yustika, I Komang Adi Pranata dan IB. Putu Dharmayasa. Menghadirkan perupa Suklu untuk merespon instalasi, dan mempercayakan Show Director, lighting n Efeck kepada BTS Crew, Narator atu Puisi diisi oleh Moch Satrio Welang dan komposer I Wayan Rakananda Saputra, Wahyu Etnika dan I Wayan Supertama Yasa. [B/*]

Related post

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *