Debat Mabasa Bali, Para Yowana Pasih Berbahasa Bali

 Debat Mabasa Bali, Para Yowana Pasih Berbahasa Bali

Menyaksikan debat, sering kali membuat kita jengkel bahkan emosi. Tetapi, tidak demikian halnya dengan Debat Mabasa Bali, sebuah Wimbakara (Lomba) dalam ajang Bulan Bahasa Bali IV yang berlangsung di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Center Denpasar, Selasa 15 Pebruari 2022. Para peserta begitu piawai menyajikan argument dengan vocal yang jelas, tegas dan lugas. Bahkan, kerap kali dibarengi dengan gaya dan ekpresi seperti sebuah pertunjukan drama gong. Maka tak heran, penonton yang hadir mau berlama-lama duduk manis menyaksikan debat hingga tanda bunyi berakhir.

Satu hal yang membuat debat ini menarik lagi, yakni para peserta merupakan generasi muda setingkat SMA dan SMK merupakan perwakilan dari kabupaten dan kota di Bali. Walau mereka menggunakan Bahasa Bali halus dalam berdebat, namun masing-masing peserta memiliki keunikan baik dalam bergaya, berbusana dan dialek dalam setiap berbicara. Wimbakara Debat Mabasa Bali kali ini memang tidak klop. Artinya, tidak semua kabupaten kota di Bali yang mengirim perwakilannya. Kabupaten Tabanan dan Bangli absen dalam ajang kali ini, sehingga yang tampil hanya 7 peserta (tim) saja.

Masing-masing peserta menyajikan argumentasi atau pendapat secara lugas, baik itu dari peserta yang berperan sebagai Tim Pro (mendukung topik) dan Tim Kontra (menolak topik). Semua peserta menyampaikan dengan bahasa Bali halus dengan cepat dan tepat dalam berpendapat. Satu tim terdiri dari 3 orang pembicara. Topik yang diperdebatkan diberikan oleh panitia yang diawali dengan mengundi. Sistim pengundian dilakukan diatas panggung, didiskusikan di atas panggung, lalu diperdebatkan di atas panggung pula. Dalam kesempatan yang sempit, mereka mampu menampilkan argument yang terbaik.

Para peserta mula-mula menentukan Tim Pro dan Tim Kontra melalui sintem undi, selanjutnya melakukan pengundian untuk menentukan topik. Setelah mendapatkan topik, Tim Pro dan Tim Kontra langsung berdiskusi selama 3 menit untuk menyusun bahan dan strategi yang akan disampaikan dalam debat tersebut. Tim 1 sebagai tim pro dan Tim 2 sebagai tim kontra yang mendapatkan topik Pergub Bali No. 24 tahun 2020 tentang perlindungan mata air, danau, sungai dan laut berdebat dengan sengit. Tim Pro ini menyampaikan berbagai argument dibarengi dengan contoh keberhasilan menjaga sumber-sumber air. Sementara Tim Kontra menyampaikan kelemahan dan belum sampainya sosialisasi ke akar rumput.

Baca Juga:  Festival Nyurat Lontar dan Ngetik Aksara Bali. Ini Ikon Baru Bulan Bahasa Bali ke-5

Debat Mabasa Bali

Tim-tim lain yang tampil dengan topik yang berbeda. Mereka berdebat yang diperkuat dengan data, pengalaman dan kenyataan di lapangan. “Kami melakukan persiapan secara matang sebelum mengikuti lomba kali ini. Setelah mendapatkan gambaran topik saat teknik kalmeeting, kami sudah melakukan penggalian data melalui membaca buku, membuka google dan dari pembina. Kami juga latiahn berdeta dengan adik-adik kelas, sehingga pasih bernbahasa Bali dan semakinj membuka wawasan,” kata Ni Kadek Pridayanti siswa SMA Negeri 2 Semarapura sebagai wakil Kabupaten Klungkung.

Hal itu juga dikatakan Kadek Wulan Indra Mahiswari merupakan siswa SMA Negeri 1 Kuta Utara (Sakura) sebagai wakil Kabupaten Badung. Ia bersama teman-temannya melakukan persiapan secara matang dengan menggali bahan-bahan dari media sosial. Latihan juga dilakukan di sekolah dengan melibatkan pembina yang memberikan bahan-bahan dari buku atau pengalaman. “Kami menggali bahan selanjutnya membuat bahan sendiri. Kami mengambil bahan dari pengetahuan umum, lalu membawakan dengan Bahasa Bali dengan penekanan tata Bahasa,” ungkapnya.

Melihat penampilan para generasi muda itu, Tim Juri I Gusti Lanang Subamia memberikan apresiasi kemampuan para Yowana berdebat dalam bahasa Bali. Pihaknya bangga dengan kemampuan anak-anak muda yang tampil cukup bagus. Debat menggunakan bahasa Bali sangat sulit, tapi masing-masing peserta mampu mencerna topik yang diangkat kemudian dibahas dengan baik. “Walaupun dari segi penyampaian ada kurang atau lebih, begitupula emosinya terkadang tidak terkontrol, secara umum penampil baik yang pro maupun kontra di atas panggung luar biasa,” kata praktisi bahasa Bali itu.

Meski semua tim tampil lugas, namun dewan juri tetap memilih yang terbaik dari tim yang tampil. Setelah melakukan penilaian dengan mempertimbangkan dari isi yaitu argumen yang dibangun, bobot, gaya atau penggunaan bahasa Bali dan cara menyampaikan argument serta strategi atau metode dalam penyampaian argument, maka tim juri menetapkan Duta Kabupaten Badung menjadi “ jayanti “ atau Juara I, disusul duta Kabupaten Jembrana Juara II dan Kabupaten Klungkung menjadi Juara III. [B/*]

Related post