Reuni Agung Istakari Digelar 16 Juli 2022 Perkenalkan Hymne Istakari dan Tari Kebesaran “Istakari Puspa Kencana”
Ikatan Siswa Tamatan Kokar Bali (Istakari) Sanggraha Budaya Bali bakal menggelar “Reuni Agung” pada tanggal 16 Juli 2022. Acara temu kangen para seniman yang pernah mengasah kemampuan seni di Konservatori Karawitan (Kokar) Bali itu pasti istimewa. “Acara reuni akan diisi dengan penampilan perdana Hymne dan Mars Istakari dan menyajikan tari kebesaran “Istakari Puspa Kencana”, kata Ketua Umum Yayasan Istakari Sanggraha Budaya Bali, Drs I Wayan Madra Aryasa MA didampingi I Made Sukadha Ketua I usai rapat persiapan di SMKN 3 Sukawati, Senin 9 Mei 2022.
Reuni Agung akan dilaksanakan setelah Pesta Kesenian Bali (PKB) bertempat di Gedung Ksirarnawa, Art Center Taman Budaya Provindi Bali. Peserta yang hadir diperkirakan sebanyak 500 orang merupakan perwakilan dari masing-masing angkatan. “Reuni Istakari Agung pertama digelar secara dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring) bertempat di ITB-STIKOM Bali. Pada saat itu, kasus Covid-19 masih tinggi-tingginya, sehingga peserta dari luar daerah dan luar negeri hanya bisa mengikuti secara daring. Saat itu, kegiatan hanya diisi dengan peluncuran buku, seminar kesenian dan peresmian Yayasan Istakari oleh Wakil Gubernur Bali,” ungkap pria asal Tabanan ini.
Madra Aryasa mengatakan, Hymne Istakari telah digarap secara apik oleh I Komang Darmayuda, S.Sn.M.Si sejak persiapan reuni agung pada tahun sebelumnya. Lirik dan melody yang ditata sungguh cantik, sehingga tinggal mengadakan latihan bersama para petugas yang dipercaya membawakan saat pelaksanaan reuni. “Hymne Istakari ini sangat penting sebagai identitas dari organisasi yang anggotanya para seniman. Semoga, semuanya berjalan lancar, sehingga lagu ini tak hanya menyatukan kita semua, tetapi juga memberi pesan lewat liriknya,” ujarnya serius.
Sementara untuk tari kebesaran berjudul Istakari Puspa Kencana ini digarap oleh I Gusti Ngurah Giri dan Dewa Selamat Raharja sebagai penata tari, I Nyoman Windha S.Skar, MA sebagai penggarap iringan tari dan Dr. Anak Agung Gede Agung Rahma Putra, S.Sn.M.Sn sebagai penata kostumnya. Para penari dan penabuh dipercayakan kepada siswa-siswi SMKN 3 Sukawati. “Kami berharap, tari kebesaran ini dapat memberikan semangat bagi para alumnus Kokar ataupun yang masih menimba ilmu seni di sekolah seni ini. Mudah-mudahan adanya Istakari dapat memberi nafas kejayaan Kokar seperti tempo dulu,” harapnya.
Pada wawancara sebelumnya, Penasehat Istakari, Prof Dr I Made Bandem MA mengatakan, Kokar merupakan sekolah modern pertama di Bali. Dulu pendidikan seni itu berlangsung di geria, banjar, namun ditahun 60-an berdiri Kokar Bali. Sejak itu kontribusi Kokar sangat banyak, mulai lahir Gong Kebyar Wanita, Dalang Wanita, Sendratari, Drama Gong serta inovasi seni lainnya. Kokar Bali juga banyak melahirkan pemikir kebudayaan, termasuk lahirnya kursus-kursus tari yang sebagian besar tamatan Kokar. “Dengan dibentuknya Yayasan Istakari ini tidak hanya sekedar menjadi wadah berkumpul, namun juga wadah untuk saling bertukar pikiran dan berkontribusi untuk kemajuan Kokar ke depan,” terangnya.
Prof Dr I Wayan Dibia SST MA mengatakan, Kokar adalah pusat olah seni, mulai dari penciptaan, pelatihan seni, dan termasuk inovasi-inovasi seni. Bekal-bekal yang diberikan selama belajar di Kokar sesungguhnya membesarkan keberanian alumninya untuk melakukan inovasi seni di Bali. “Walaupun saya dan Prof Bandem pernah kuliah di Amerika, pernah belajar di ISI, tetapi pondasi keberanian untuk melakukan inovasi dan olah seni itu ditanamkan dari Kokar, dengan tidak menghilangkan identitas budayanya,” jelasnya.
Budayawan asal Desa Singapadu ini menambahkan, Kokar yang kini bertransformasi menjadi SMKN 3 Sukawati pantas disebut sekolah kesenian kebanggaan Bali yang memulai modernisasi pendidikan seni di Bali, di mana awalnya pendidikan seni dilakukan secara tradisional di tempat-tempat seperti banjar dan griya. Selain itu, Kokar juga memulai demokratisasi seni, yang sebelumnya pelatihan seni dikhususkan untuk kalangan tertentu. Misalnya saja, dulu wanita tidak boleh bermain gamelan, bermain wayang, dan masih banyak lagi.
Sementara Pengarah Yayasan Istakari, Ida Pedanda Gde Putra Bajing menceritakan sejarah awal perjuangan berdirinya sekolah seni modern pertama di Bali itu. Sebagai siswa angkatan pertama, benyak pengalaman belajar dialaminya. “Dulu saat baru dua angkatan, sempat dibuatkan gubuk di Jalan Ratna Denpasar sebelum akan disiapkan gedung untuk Kokar Bali di sana. Saat ini dengan adanya Yayasan Istakari, meskipun tamatan Kokar berada di mana-mana, tapi tetap ada wadah organisasi yang menyatukan kita,” tutup Ida Pedanda. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali