Gong Peliatan dan Pinda, Dua Legendaris Bertemu di Ancak Saji Puri Agung Peliatan
Dua gong legend, yakni Sekaa Gong Gunung Sari, Desa Peliatan, Kecamatan Unud dan Sekaa Gong Dharma Kesuma Banjar Pinda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar tampil satu panggung di Ancak Saji Puri Agung Peliatan, Senin 30 Mei 2022. Dua gong yang telah memiliki nama besar ini tampil ujicoba sebelum melenggang ke Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV mengisi materi pentas gong legendaris. Saat itu, tampil juga Gong Kebyar Wanita duta Kabupaten Gianyar juga tampil lengkap dengan materinya.
Penonton yang merupakan masyarakat dari berbagai daerah di Kabupaten Gianyar, bahkan luar daerah seni itu menyaksikan dengan serius pertemuan dua sekaa gong tersohor itu. Kedua sekaa gong yang menjadi mutiara seni dari Kabupaten Gianyar itu seakan menjadi obat rindu bagi penggemar seni karawitan tradisional Bali. Termasuk, turis asing khususnya yang mencintai kesenian Bali itu tak mau melewatkan moment penting tersebut, sehingga ikut berdesak-desakan merasakan getaran nada dari dua gamelan yang berumur tua itu. Dua gong legend ini masing-masing menampilkan tari dan tabuh-tabuh yang mampu menghipnotis masyarakat yang hadir.
Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan mementaskan Tabuh Pisan Lelambatan dengan genre lelambatan pepanggulan serta menggunakan sistem kolotomi pegongan dan struktur tabuh yang pendek (pegongan pisan). Selanjutnya menyajikan Tari Kebyar Trompong yang dilanjutkan dengan Tari Kebyar Duduk. Karya tari ini diciptakan oleh Alm. I Ketut Marya (Mario) yang memiliki daya spontanitas, kelenturan dan keluwesan gerak tubuh, yang dilakukan dalam posisi duduk sambil dengan lincah dan ekspresifnya memainkan instrumen terompong.
Pada penempilan berikutnya, menyajikan Tabuh Kapiraja, yang menggambarkan keagungan dan kewibawaan Sang Raja Kera (Sugriwa) dengan dinamika yang kompleks sebagai cerminan situasi dan kondisi pada masa awal abad ke-19. Diakhir pertunjuukannya menyajikan, Tari Oleg Tambulilingan. Tari ini diciptakan Alm. I Ketut Marya dengan menggunakan konsep koreografi Ballet dengan materi gerak Bali. Tari ini menggambarkan seekor kumbang yang terbang mengitari bunga seakan memuji keindahan, kecantikan, dan keharumannya.
Menarik dari pementasan di Ancak Saji Puri Agung Peliatan adanya sebuah realita tiga masa, yakni pertemuan tiga generasi penari Kebyar Duduk Peliatan dalam satu panggung. Pertama, Anak Agung Oka Dalem menarikan Tari Kebyar Terompong yang masih serumpun dengan Tari Kebyar Duduk. Lalu, dilanjutkan oleh Anak Agung Gde Bagus Mandera Erawan menarikan bagian awal dari Tari Kebyar Duduk yang kemudian diteruskan oleh I Made Putra Wijaya selaku generasi muda penerus yang menarikan Tari Kebyar Duduk sampai akhir.
Penempilan Tari Kebyar Duduk tiga generasi itu bagaikan sebuah konsep kehidupan yang selalu berbicara tentang masa lalu, masa kini, untuk kemudian mempersiapkan diri dalam menyongsong masa depan. Begitulah konsep regenerasi yang dilakukan oleh para seniman seni pertunjukan Peliatan, yang selalu bersinergi dalam menjaga warisan dari kecerdasan masa lampau para tokoh seniman pendahulu.
Sementara Sekaa Gong Dharma Kesuma atau yang lebih akrab dikenal dengan Gong Pinda, menampilkan Tabuh Lelambatan Kembang Kuning. Tabuh lelambatan ini terinspirasi dari mekarnya sekuntum bunga menyambut pagi nan ceria. Sinar matahari berwarna kuning emas, memberikan rasa hinggar bingar setiap insan bumi tuk menyambut hari dengan penuh harapan. Kembang kuning disajikan dalam gending lelambatan tabuh telu dan dirangkai dengan Tabuh Pat. Tabuh Lelambatan Kembang Kuning diciptakan pada 1969 oleh I Nyoman Senen, dan saat penampilan ini dibina oleh Jero Mangku Nataran.
Tari Kebyar Goak Macok sajian berikutnya. Tari kebyar Goak Macok merupakan penggambaran seekor burung Goak melayang-layang di udara dan terkadang menukik ke darat untuk memangsa binatang buruannya. Diadopsi dari Selat Duda dan digubah di Pinda hingga menjadi tabuh Kebyar seperti saat ini. Pada awalnya gending ini merupakan tabuh petegak untuk mengawali sebuah pementasan. Akan tetapi, merangsang Ida Bagus Oka Wirjana (Alm) atau yang lebih dikenal dengan Gus Oleg, untuk menari merespon ruang estetik gending dengan gerak-gerak tari nan luwes namun tajam. Ida Bagus Oka Wirjana menarikan Kebyar Goak Macok pertamakali pada upacara di Blahbatuh tahun 70-an. Kali ini, Tari Kebyar Goak Macok ditarikan oleh muridnya, yaitu I Wayan Purwanto serta I Nyoman Kader Kariasa sebagai pembina tabuh.
Selanjutnya menyajikan, Tabuh Kreasi Manuk Anguci yang terinspiarasi dari kehidupan agraris komunal masyarakat Pinda yang hidup tidak jauh dari Pantai saba, mempengaruhi prilaku berkesenian masyarakatnya. Kicauan Burung dan deburan ombak memberikan inspirasi artistik terciptanya gending Manuk Anguci. Kilitan gangsa seolah-olah kita sedang mendengar burung sedang berkicau dipagi hari. Sesekali ditimpali oleh kebyar mengingatkan kita akan deburan ombak nan gemuruh. Ketua DPRD kabupaten Gianyar, Bupati Gianyar dan Camat Blahbatuh yang menjabat saat itu (tahun 1969) sepakat memberikan nama gending ini, yaitu Manuk Anguci Jeladi Arsuruh yang diciptakan oleh I Nyoman Senen. Dalam penampilan kali ini dibina I Made Arsana/Jero Mangku Puseh.
Pada penampilan terakhir, menyajikan Tari Truna Jaya, merupakan penggambaran seorang remaja dengan sepak terjang energik penuh gaerah, semangat menggelora, dinamis dan lugas. Nama Truna Jaya diberikan oleh Presiden Sukarno setelah menyaksikan penampilan tari ini di Istana Tampak Siring pada tahun 1950. Di mata seorang Presiden, tari ini terlihat adanya gelora generasi muda yang pantang menyerah memajukan bangsanya. Tari ini diciptakan oleh Pan Wandres dengan nama Tari Kebyar Legong, dan disempurnakan oleh I Gede Manik. Keduanya merupakan seniman karawitan dari desa Jagaraga, Buleleng. Kali ini, Tari Trunajaya ditarikan Kadek Dewi Ariani dan I Ketut Cater sebagai pembina tabuhnya. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali