Sekaa Gong Gunung Sari dan Masyarakat Peliatan

 Sekaa Gong Gunung Sari dan Masyarakat Peliatan

Kehadiran sebuah kesenian yang dalam hal ini seni pertunjukan, tidak akan pernah terlepas dari peran serta masyarakat pendukungnya. Masyarakat pendukung memiliki peran yang sangat vital dalam menentukan keberadaan sebuah organisasi seni dengan setiap karyanya, bahkan kadang terkesan sebagai “hakim” yang menentukan sebuah karya seni dapat diterima atau tidaknya didalam masyarakat. Masyarakat pendukung juga merupakan apresiator yang memberikan kritik dan saran dengan jujur serta lugu kepada seniman kreator dan para penyaji karya seni guna meningkatkan kualitas karyanya. Oleh kerna itu tak heran kehadiran sebuah organisasi seni, lahir dan berkembang berkat dukungan dan fanatisme masyarakat pendukungnya.

Sekaa Gong Gunung Sari yang lahir atas kerja kolektif dari 25 orang seniman, dimana keseluruhan seniman yang tergabung didalamnya adalah bagian dari masyarakat Peliatan yang memiliki potensi, kecerdasan serta kepekaan terhadap seni karawitan dan tari di desa Peliatan. Yang mana setiap proses kreatifnya baik karya cipta mandiri ataupun kolektif, dan juga tak jarang mendatangkan seniman kreator dari luar daerah untuk bersama-sama berproses menciptakan sebuah karya yang berkualitas dan berkarakter. Sehingga secara tidak langsung masyarakat Peliatan dilibatkan dalam proses kreatif penciptaan dan penghayatan dari setiap karya yang selanjutnya menjadi “gaya” Peliatan, karena mewakili karakter masyarakatnya.

Sekaa Gong Gunung Sari yang hadir ditengah-tengah masyarakat Peliatan, menjadi sebuah organisasi mandiri yang membidangi kesenian pertunjukan, baik itu seni karawitan, tari, dan juga teater. Selain aktivitas berkesnian yang secara visual dapat disaksikan seluruh proses dan pertunjukannya oleh masyarakat, aktivitas lain yang mengandung nilai-nilai keyakinan juga menjadi lelaku yang tak terelakan bagi setiap anggota Sekaa. Terdapat sebuah Pura yang diyakini menjadi sumber ilham dalam daya cipta karya revolusionernya, dan juga sebagai dasar pijak berdirinya Sekaa Gong Gunung Sari, dimana peran Griya sebagai tempat menempa diri atas kesadaran rohani menjadi nilai penting bagi keberadaan Sekaa. Adalah Pura Gunung Sari dan Griya Gunung Sari yang “manunggal” sebagai konsep dasar Sekaa, sehingga darisana terblesit ilham menjadikan Gunung Sari sebagai nama dari Sekaa ini.

Baca Juga:  Bulan Menari Bertabur Bintang

Para, Puri, Pura, Purana, Puruhita, menjadi dasar pijak dalam membentuk Sekaa Gong Gunung Sari. Dengan kesadaran dan kerendahan hati, penulis bermaksud untuk memaparkan secara umum tentang lima konsep diatas.

  • Para bermakna pemangku kebijakan dalam masyarakat dimana yang dimaksud
    adalah pemerintah yang menjalankan sistem pekraman.
  • Puri sebagai pusat kebijakan tertinggi dalam mengatur dan mengelola pekraman
    yakni kumpulan atas seluruh parajuru yang mengamalkan setiap kebijakan yang
    tercetus oleh Sang Raja.
  • Pura bermakna sebagai sumber keyakinan yang mana bersemayam didalamnya
    nilai-nilai ketuhanan yang memuja keagungan alam semesta.
  • Purana sebagai dasar pijak dalam kehidupan yang didalamnya terkandung etika dan
    aturan dalam kehidupan bermasyarakat (pekraman).
  • Puruhita sebagai cerminan orang ahli baik secara rohani maupun sebagai pengamal
    nilainilai luhur sastra.

Penggabungan kelima konsep diatas ketika kita menilik kembali sejarah Sekaa Gong Gunung Sari yang lahir pada tahun 1926 di Puri Kaleran Peliatan, dan Alm. Anak Agung Gede Ngurah Mandera selaku ketua yang mengorganisir dan mengelola Seka yang dibantu oleh parajuru Sekaa. Dari sini kita dapat melihat hubungan antara Para dan Puri yang bersinergi demi terbentuknya Sekaa ini. Pura Gunung Sari dan Griya Gunung Sari sebagai konsep keyakinan dan cerminan orang ahli, yang senantiasa menuntun dan mengarahkan sesuai dengan yang tertera dalam sastra suci. Disini dapat kita lihat penunggalan antara Pura, Purana dan Puruhita. Lima konsep inilah yang diamalkan sebagai konsep dasar dalam Sekaa Gong Gunung Sari, sehingga memiliki karakter yang kuat, dan penggabungan lima konsep ini secara keseluruhan membahas tentang etika dan tata cara dalam kehidupan berorganisasi masyarakat (pekraman) di Bali.

Sekaa Gong Gunung Sari
Alm. Anak Agung Gede Ngurah Mandera, Ketua Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan

Maka dari itu, Sekaa Gong Gunung Sari tidak akan pernah terelakan dari peran serta masyarakat Peliatan sebagai pendukung yang selalu mengawal dan mencurahkan hati serta kecintaanya terhadap Sekaa Gong Gunung Sari, baik yang berperan secara langsung didalam Sekaa, maupun sebagai penikmat dan pengamat diluar Sekaa, yang kemudian seluruh karya ciptanya, didedikasikan kepada khasanah kebudayaan Bali. [B]

Baca Juga:  Kesenian Janger Bernuansa Sosial, Tari dan Nyanyian Penuh Percintaan.
I Wayan Sudiarsa
I Wayan Sudiarsa

I Wayan Sudiarsa yang akrab disapa Pacet, komposer asal Peliatan, Ubud, Gianyar, tamatan S2 ISI Solo, Penggagas Festival Rurung, Ketua Sanggar Gamelan Suling Gita Semara dan Dosen di UNHI Denpasar

I Wayan Sudiarsa

Dosen dan Koordinator Prodi PSP FSP ISI Denpasar, dilahirkan di Banjar Pekandelan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, 6 September 1973.

Related post