Tiga Seniman Asal Bali dan Yogyakarta Sambungkan Parasaan dan Isi Pikiran di Artspace ARTOTEL Sanur – Bali
Pameran seni rupa di Artspace ARTOTEL Sanur – Bali sangat menarik. Tiga seniman, yakni Eka Sudarma Putra (Bali), Herman Priyono (Yogyakarta), dan Surya Subratha (Bali) yang memajang hasil karyanya. Karya-karya mereka seakan memiliki kesamaan, yakni melibatkan garis, bermain dalam zona hitam dan putih. Ketiga seniman itu menyambungkan perasaan serta isi pikirannya melewati pengalaman-pengalaman yang belum pernah mereka utarakan sebelumnya dalam sebuah pameran atau ruang publik.
Pameran bertajuk “The Wounds That No One Can See” boleh disebut sebagai sebuah pameran yang muncul dari percakapan erat dan personal setiap seniman yang terlibat. Simbol-simbol bertebaran dalam karya-karya mereka menjadi tanda, juga arti yang indah jika didiskusikan dengan para senimannya. Pameran itu seakan menjadi jembatan para seniman untuk dapat terhubung dan berkomunikasi dengan para penikmat seni, begitu pula sebaliknya.
Eka Sudarma Putra dikenal memiliki garis tebal yang tegas dan bermain melalui tekstur yang bisa dijumpai pada karya-karyanya. Ia merupakan salah satu seniman yang sedang naik daun, dan mendobrak ruang seni baru di Bali. Karya yang ditampilkan banyak mengambil adegan keseharian Desa Sanur, mulai dari Pantai Mertasari hingga salah satu pura penting yang tidak jauh dari lokasi ARTOTEL Sanur.
Herman Priyono, sosok seniman dari Yogyakarta ini tidak terlihat seperti karya-karyanya yang romantis sekaligus tragis. Luka dalam yang ia tampilkan dalam karya-karya penuh arti dan dekat dengan kekaguman dan penghormatannya kepada perempuan. Kali ini, Herman khusus membuat karya dengan charcoal dan media kertas yang akhir-akhir ini sedang ia geluti. Garis charcoal begitu jujur dan lugas.

Herman menghabiskan waktu enam bulan untuk merampungkan karya yang ditampilkan itu. Salah satu karyanya yang berjudul Heart of The Sea yang terlukis sebuah kepala wanita dalam bentuk lautan, ia ingin menyimbolkan betapa dalamnya hati seorang wanita melebihi dalamnya lautan. Uniknya, Herman biasanya menampilkan karyanya dalam bentuk detail-detail dan besar, kini ia menyertakan 3 karya baru dalam ukuran kecil yang terapeutik.
Sementara Surya Subratha menghabiskan kegiatan berkeseniannya antara Bali dan Yogyakarta. Ia melihat luka dalam bentuk sebuah pencarian. Kali ini, ia menampilkan 4 karya yang berhubungan satu sama lain, sebuah media komunikasi yang terikat dengan simbol-simbol yang menyenangkan. Karya-karya yang terlihat dalam detailnya begitu riang dan bergembira, bahkan Surya sering disebut sebagai Smiley Artist, seniman yang selalu tersenyum. Kali ini ia ingin menceritakan tentang pencarian sebuah Lingga-Yoni, sebuah ide yang ia temukan saat mencari Lingga – Yoni di seputaran candi di Yogyakarta hingga sebuah Lingga yang Yoninya hilang di Pejeng, Bali.
Saat pembukaan pameran The Wounds That No One Can See, Sabtu 9 September 2022 itu menampilkan seniman Ayu Anantha Putri yang merespon karya-karya dari ketiga seniman ini melalui gerak tari. Ayu Anantha, salah satu pendiri Sanggar Tari Kerta Art di Ubud yang mengolah emosi luka dalam tarian yang melibatkan para undangan dan seniman untuk menggerakkan tariannya. Ia memperlihatkan luka yang tidak dapat dilihat, sesungguhnya melibatkan banyak emosi dari berbagai energi yang menerimanya.
General Manager ARTOTEL Sanur – Bali, Agus Ade Surya Wirawan tampak bangga bisa menyediakan ruang bagi seniman untuk menampilkan karyanya. “Suatu kehormatan bagi ARTOTEL Sanur untuk dapat bekerja sama dengan seniman Yogyakarta dan Bali yang memajang karyanya. Kami berharap pameran The Wounds That No One Can See ini dapat dinikmati oleh semua kalangan pencita seni kontemporer Indonesia di Bali dan khususnya tamu. Pameran ini bisa dikunjungi dari 9 September – 9 November selama 24 jam setiap hari,” ucapnya senang. [B/*]

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali