14 Perupa HPS Gelar Pameran “Soul of Sanur” di Santrian Gallery

 14 Perupa HPS Gelar Pameran “Soul of Sanur” di Santrian Gallery

Sanur yang dikenal sebagai kampung para turis, juga merupakan salah satu pusat perkembangan seni rupa di Bali. Para seniman Sanur mampu mengembangkan kekhasannya dengan menyerap berbagai corak seni lukis disekitarnya. Nah, gambaran perkembangan Sanur saat ini bisa disimak dari pameran bertajuk “Soul of Sanur” di Santrian Gallery, Sanur, Bali.

Sebanyak 14 orang perupa yang terhimpun dalam Himpunan Perupa Sanur (HPS) memajang 60 karya seni rupa di Santrian Gallery, Sanur, Bali. Karya seni dua dimensi dan tiga dimensi dengan berbagai ukuran itu tak hanya indah, tetapi banyak mengandung makna, baik berupa kritik ataupun ajakan. Pameran bertajuk “Soul of Sanur” sebagai gambaran perkembangan para seniman Sanur dibuka pada, Jumat 7 Oktober 2022 dan akan berlangsung hingga 7 Desember 2022.

Perupa yang memajang karya seninya itu, adalah Donik Dangin, Ida Bagus Ariana, Ida Bagus Putu Gede Sutama, Ida Bagus Rai Janardana, Ida Bagus Mayun, Ida Bagus Putu Purwa, Ni Nyoman Sani, I Made ‘Dollar’ Astawa, I Made Sudibia, I Wayan Paramarta, Kadek Dwi Armika, Teja Astawa dan Wayan Apel Hendrawan. Mereka menyajikan karya-karya seni sebagai cerminan unsur Sanur yang kuat, di mana Sanur sebagai daerah perlintasan budaya, sehingga karya yang dihasilkan sangat beragam, baik dari sisi tema maupun bentuk.

Kurator pameran, Rifky ‘Goro’ Effendy saat konferensi pers, sebelumnya menatakan, para perupa yang menggelar pameran itu menandai perubahan paradigma dalam memahami praktek seni yang dahulu selalu didominasi seni lukis, yang dalam perkembangannya sekarang banyak terpengaruh dunia luar dan dinamika seni rupa internasional atau global. “Hal itu tampak pada karya-karya patung dan instalasi yang disajikan para perupa Sanur ini,” katanya.

Baca Juga:  Ted van der Hulst Pamerkan ‘Aristocrats’ di Museum ARMA Ubud

Santrian Gallery

Karya patung dan instalasi dari I.B Putu Gede Sutama menampilkan dua patung dengan bahan kayu berasal dari dayung dan alat pertanian dan kemudi kapal jukung yang mengasosiasikan kepada bentuk binatang Tikus dan Capung, yang penuh simbolik. Sedangkan perupa Donik Dangin menghadirkan perahu jukung utuh dengan badan yang dipenuhi lukisan, sehingga memberikan makna artistik yang baru pada perahu tersebut.

Sementara Kadek Dwi Armika yang menampilkan instalasi layang-layang, dibuat dengan bentuk-bentuk struktur arsitektural, suatu perpaduan harmonis antara seni dan teknik. Kehidupan keseharian disekitarnya, terutama yang ada dipesisir pantai memberikan cakrawala yang luas dan kepekaan untuk kemudian dijadikan gagasan utama para seniman ini. Sekaligus untuk mengungkapkan berbagai hal melalui pemahaman estetik dan gubahan artistik personal.

Dalam medium lukisan, Ida Bagus Putu Purwa menampilkan berbagai fragmen kehidupan keseharian pesisir pantai Sanur saat ini dengan khas disetiap kanvasnya, termasuk elemen binatang laut, turis, penyelam, perahu dan sebagainya. Sedangkan Ni Nyoman Sani menampilkan lukisan dari abstraksi yang berasal dari olahan bentuk kerang dengan garis-garis ritmis yang imajinatif. Lain lagi I Made ‘Dollar’ Astawa lukisan-lukisannya diawali dengan “ketidak-sengajaan” menciptakan pola-pola abstrak dari sampah plastik yang hinggap diatas kanvasnya, yang kemudian ditimpali cipratan-cipratan cat yang enerjik.

Sedangkan karya-karya I.B Rai Janardana menampilkan keseharian pantai atau lalu – lintas dijalan raya Sanur yang terus berkembang dan semakin sesak dengan kendaraan bermotor , merekam dinamika sosial -ekonomi secara realis. Karyanya bisa menjadi suatu ungkapan kritik sosial. Lukisan-lukisan I Made Parma berkaitan dengan hal-hal simbolik melalui siklus kehidupan burung, topeng dan alamnya.

Santrian Gallery

Hampir senada dengan karya I Wayan Paramarta yang menampilkan 3 potret anak perempuannya dengan berbagai gestur seperti menghadap dan menempel pada jendela kaca. Dilatari dengan berbagai elemen mainan dunia anak, karya ini merepresentasikan situasi sosial lingkungan sekitarnya yang makin mengkhawatirkan.

Baca Juga:  Terinspirasi Pria Eropa Timur, Satrio Welang Luncurkan Danumaya

Para seniman Sanur kontemporer juga mengambil gagasan utama dari kehidupan adat-istiadat yang kental, mengacu seni tradisi, mistikal, mitologi dan sekaligus dengan menampilkan konteks ke-sekarang-an. Teja Astawa menampilkan lukisan dengan kekhasannya menafsirkan ulang lukisan kamasan yang ikonik, menjadi pewayangan yang naif dan jenaka dan warna yang cerah tapi lembut.

Wayan Apel Hendrawan menghadirkan karya lukisan dengan sosok-sosok manusia realis yang gerakannya seperti dalam adegan ritual tari Baris Gede. Dengan menghujamkan keris kepada tubuh masing-masing dan bidang kanvasnya diisi teks-teks aksara Bali secara dinamis. Lukisan I Made Sudibia menampilkan sosok perempuan yang sedang menjalankan ritual yang cenderung distorsif dan formalis.

Sangat menarik dengan Lukisan Ida Bagus Ariana yang menggambarkan suatu aspek kemistisan dalam keseharian . Sedangkan karya-karya Ida Bagus Mayun yang hitam putih menggambarkan kehidupan desa Bali pada masa lalu dan cerita pewayangan. “Maka itu, pameran HPS bertajuk Soul of Sanur ini merupakan gambaran perkembangan seni rupa kontemporer saat ini di Bali khususnya Sanur,” tegas Rifky ‘Goro’ Effendy. [B/*]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post