I Ketut Muka Pendet Lakoni Dunia Seni Patung Sejak kecil

 I Ketut Muka Pendet Lakoni Dunia Seni Patung Sejak kecil

Seniman I Ketut Muka Pendet.

Dalam dunia seni, khususnya seni rupa pasti kenal dengan I Ketut Muka Pendet. Pria kelahiran Gianyar pada 31 Desember 1961 ini merupakan seniman seni rupa asal Banjar Nyuh Kuning, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Sehari-harinya, pria dengan kumis khas ini  tergolong low profil, penampilannya kalem dan tak banyak bicara. Tetapi, jangan ditanya kalau sudah berhadapan dengan pahat, ia akan mampu menyihir kayu, batu padas, beton dan bahan lainnya menjadi karya seni patung yang artistik.

Untuk bisa menjadi seniman patung, suami dari Ni Wayan Sariasih melalui proses yang panjang. Perjalanan kesenimanannya sejak kecil, dimulai ketika menjadi siswa Sekolah Dasar (SD) sekitar tahun 70-an. Lingkungan seni yang memberinya pengaruh untuk menggeluti seni rupa. Maklum, Nyuh Kuning merupakan lingkungan seni seakan memberinya aura untuk bisa melakoni seni itu. Apalagi, orang tuanya Mangku Pendet kemudian mengajari anak-anaknya cara membuat patung.

Ketika bertemu dengan anak-anak di desa itu, ayahnya selalu mengarahkan anak-anak membuat seni patung. Sekarang, anak-anak itu sudah berhasil menjadi pematung, bahkan ada yang menjadi dosen. Pada saat itu, anak-anak di Desa Nyuh Kuning termasuk Muka Pendet juga dilatih membuat patung dari bahan kayu. Karya itu dalam wujud binatang, seperti kodok, babi dan binatang lainnya. “Kami membuat patung setelah pulang sekolah,” kata Muka Pendet.

Baca Juga:  Merayakan Seni, Keberlanjutan, Budaya dan Kopi “Brewing for a Sustainable Future”

Walau hal itu menjadi kebiasaan, namun yang dosen seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu tak meninggalkan dunia bermain bersama teman-temannya. Saat kecil, ia biasa membantu kakeknya membajak sawah, menanam padi dan ketela. Tanaman itu menjadi makanan pokok, sehingga harus menanam sendiri. Di tengah kesibukannya membantu orang tua, ia tetap belajar seni patung bersama anak-anak lainnya. “Saat itu, kehidupan agraris dan olah seni seakan menyatu,” ungkap pengelola Museum Patung Pendet di Nyuh Kuning, Ubud, Bali ini.

Wujud karya seninya berupa binatang sawah yang sangat beragam, lalu dituangkan kedalam seni patung. Maka, ide-ide patung pada jaman itu lebih banyak membuat binatang sawah, seperti jubel, belalang, capung dan dan lainnya. Disamping itu, juga membuat patung binatang berkaki empat yang banyak dikenal oleh masyarakat. Bahkan, saat ini pun karya-karya Muka Pendet lebih banyak berwujud binatang, namuan lebih berkreasi, sehingga mengikuti perkembangan jaman atau sesuai dengan pasar di jaman ini.

Membuat patung seperti itu sudah menjadi kebiasaannya hingga menjadi siswa SMP. Namun, setelah tamat SMP, ia sempat bingung yang tidak tahu arah untuk melanjutkan pendidikannya. Ayahnya, seorang pemangku dan seniman memiliki pergaulan luas, sehingga mendapat info ada sekolah lanjutan khusus belajar kesenian. Pemikiran awalnya untuk melanjutkan ke SMA, lalu Sang Ayah mengarahkan untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) kini SMKN 1 Sukawati.

Saat itu, Muka Pendet masih buta terhadap sekolah itu. Ia tak memiliki gambaran pelajaran yang bakal diterimanya. Ia hanya bermodal seni rupa, membuat patung hanya sedikit saja. Di sekolah seni itu, ia kemudian belajar seni rupa dengan teknik, sekaligus pratek. Meski belajar seni lukis murni, namun ia sangat senang ketika mengerjakan patung. Selama dua tahun belajar pelajaran umum, kemudian penjurusan lalu belajar seni patung di Ubud. Pada awalnya, ia memilih belajar lukisan tradisi selama dua tahun pada salah satu seniman di Ubud, bernama Bapak Ketut Udiana. Beliau selalu membimbingnya dengan baik.

Baca Juga:  Laporan Pentas “The Seen and Unseen” dari Australia [2] – Kami Merayakan Galungan di Negara Lain

Ketika menjadi siswa SMSR, pria tamatan S1 Kriya Keramik di Program Studi Seni Rupa dan Desain (PSSRD) Unud (1983-1988), S2 di Kajian Budaya Estetika Fakultas Sastra Unud (2001-2004) dan S3 jurusan Kajian Budaya Unud (2011-2016) itu tidak memahami seni lukis. Berbeda dengan teman-temannya yang kebanyakan piawai membat lukisan indah dengan ide yang menarik. Melihat situasi itu, penulis beberapa buku itu, kemudian banyak mengisi diri dengan belajar melukis secara khgsus di Padangtegal Ubud.

Apa yang dilakukan itu, sangat membantu dirinya saat mendapat pelajaran seni lukis murni di sekolah. Namun, sebagai siswa ia sangat terbuka dengan teman-temannya, sehingga ia memiliki teman akrab yang biasa diajak diskusi. Di sekolah seni itu, ia sering mendatapat rengking 2 dalam pelajaran, termasuk dalam berkarya.

Setelah tamat SMRS, Muka Pendet kemudian melanjutkan di Universitas Udayana (Unud) memulih jurusan Kriya Keramik pada Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD). Ilmu seni lukis tradisi yang dipelajar di Ubud menjadi bekal untuk melanjutkan di Unud. Di kampus kebanggaan masyarakat bali itu, Muka Pendet menjadi mahasiswa yang rajin dan sangat kreatif. Dosen-dosen memberikan perhatian, sehingga ilmu seni yang dimilikinya bisa terasah. Setalah tamat, ia kemudian terpilih menjadi dosen FSRD Unud. Kemudian menjadi dosen ISI Denpasar, setelah FSRD Unud bergabung dengan ISI Denpasar. [B*/]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post