Selamat Jalan Putu Sulastri, Tokoh Galuh Liku Drama Gong Bintang Bali Timur
Pecinta drama gong Bintang Bali Timur pasti ingat Galuh Liku yang kocak, manja, dan sering membuat penonton jengkel dengan kelakuannya yang klinyar. Tokoh galuh liku itu diperankan Putu Sulastri yang selalu membuat panggung drama gong menjadi lebih hidup.
Ia begitu lihai dalam menjiwai karakter, dan selalu serius dalam pentas, sehingga berhasil memerankan tokoh antagonis itu dengan nyaris sempurna, sampai-sampsi penonton bisa gemas, kesal, sekaligus membuat penonton tertawan.
Kini, acting Putu Sulastri dalam seni peran tradisional itu menjadi kenangan. Ia telah berpulang. Wanita kelahiran Galiran, Desa Subagan, Kecamatan Karangasem, 31 Desembar 1959 itu meninggal dalam perawatan di RSUD Sanjiwani, Gianyar, pada Sabtu (5/8), pukul 04.30 Wita.
Putu Sulastri yang dikenal sebagai seniman multi peran (peran liku, dayang, dan permaisuri) sejak tahun 1970-an ini meninggal karena mengidap penyakit komplikasi, yaitu penyakit Ginjal, Paru-Paru, dan Diabetes. Almarhum meninggalkan seorang suami, 2 orang anak, dan 5 cucu.
Pelebon rencananya akan dilakukan pada 8 Agustus 2023. Saat ini, jenazah dititip di Rumah Sakit Sanjiwani, dan akan dipulangkan tanggal 7 Agustus, dan besoknya tanggal 8 Agustus akan dilakukan upacara mekingsan ring gni. Karena itu, Bali sangat kehilangan seniman drama gong lawas.
“Kami Paguyuban Drama Gong Lawas merasa bersedih atas berpulangnya Bu Putu Sulastri. Beliau adalah sosok pemain drama gong legend,” kata Ketua Paguyuban Drama Gong Lawas A.A. GD. Oka Aryana, SH. MKn, melalui pesan WhatsApp, Minggu 5 Agustus 2023.
Suami almarhum, I Wayan Suradnya memang terkenal dengan peran liku itu sudah melegenda dan pasti dikenal oleh sebagian besar masyarakat Bali, khususnya pecinta drama gong. Putu Sulastri merupakan pigur yang multi peran dalam drama gong, kadang sebagai Liku, dayang bahkan juga memerankan permaisuri.
“Tetapi, paling sering dan masih melekat dihati pecinta drama gong adalah peran Liku yang kocak,” sebut Oka Aryana yang keseharianya sebagai notaris itu.
Berpulangnya tokoh Liku yang khas itu, membuat anggota Paguyuban Drama Gong Lawas yang sekretariatnya berlokasi di Puri Gandapura, Jl. Gandapura No. 11 Kesiman, Kertalangu, Denpasar itu merasa sangat kehilangan sekali.
“Kami dari pengurus Paguyuban Drama Gong Lawas bersama beberapa seniman tabuh dan pregina akan melayat ke rumah duka pada tanggal 7 Agustus untuk memberikan doa atas kepergian beliau untuk selamanya” sebutnya.
Oka Aryana berharap nantinya muncul tokoh Liku, seperti Sulastri. “Semoga ke depannya, lahir lagi Putu Sulastri. Putu Sulastri yang lainnya untuk bisa menggantikan peran beliau,” harapnya.
Rasa sedih dan kehilangan tokoh yang selalu menginspirasi juga dirasakan oleh I Wayan Suarta (Rawit), pemeran punakawan manis yang lucu. Sejak tahun 1991 sampai 1996-an, Rawit sering pentas sepanggung dengan Putu Sulastri dalam group Drama Gong Kerti Bhuana Sari.
“Mogi lanus nyujur sunia mesikian ring sangkan paraning dumadi, Amor ing Acintya Mbok Tu Silastri,” ucap Rawit dalam sambungan telpon.
Menurut pria asal Keramas Gianyar ini, saat ini, sangat sukar mencari karakter peran Liku yang mempunyai ciri khas tersendiri, seperti Putu Sulastri yang kocak, menjiwai karakter, dan selalu serius dalam pentas.
Sebagai senior, Putu Sulastri tidak segan-segan memberi tuntunan, berkoordinasi tentang pertunjukan seni, khususnya drama gong. Saat itu, pemain-pemain drama yang serasa keluarga, seperti Nyoman Supadma, Mangku Becol, Nyoman Pidada, Made Randat, Nyoman Luwes, BP Sukeh, Dewa Aji Manira, dan lainnya.
Saat itu, Rawit sebagai Parekan Manis berpasangan dengan Becol. Ketika satu adegan dengan Putu Sulastri, ia merasa tak pernah kering dengan bahan. Sebab, Putu Sulastri selalu merespon dengan memasukkan unsur-unsur kekinian yang ngetrend di jaman itu.
“Kami saling memberi dan menerima materi, saling mendukung tidak mementingkan diri sendiri, sehingga suasana menjadi lebih hidup,” kenangnya.
Meski sudah melakukan kesepakatan sebelum pentas, namun terkadang ada lelucon yang lepas dari konsep karena situasi dan kondisi saat itu. Hal itu, membuat kami tertawa, walaupun kadang-kadang penonton tidak mengerti, bahwa itu spontanitas.
“Jujur, saya sangat mengagumi ketokohan Putu Sulastri, kalau kocaknya di panggung persis, seperti sehari-harinya. Tetapi, Klinyar hanyalah penghayatan sebuah karakter di panggung saja,” tutup PNS di Pemkab Gianyar ini. [B/puspa]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali