Desa Tibubeneng Melestarikan Subak dengan Menggelar Lomba Lelakut
Jangan bilang di jaman ini budaya lelakut sudah hilang. Kreativitas membuat orang-orangan sawah yang dijadikan para petani untuk menakut-nakuti burung yang suka memakan biji padi itu masih ada. Lelakut, juga berfungsi untuk menjaga sawah dari hal-hal negarif.
Lelakut kini, bentuknya semakin unik dan menarik. Bahkan ada lelakut yang bisa bergerak, terangguk-angguk ketika ditiup angina. Hanya saja, jumlah lelakut sekarang tak seramai dulu. Maklum, keberadaan sawah saat ini sudah semakin sedikit karena alih fungsi lahan.
Sebagai bentuk kreativitas para petani yang tak pernah mati, lelakut kini dilombakan sebagai cara untuk melestarikan subak. Melalui benda berwujud patung berbahan benda-benda sawah yang ramah lingkungan itu, diharapkan mampu menggugah generasi muda peduli terhadap sawah
Sebut saja lomba lelakut yang digelar Desa Tibubenang, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung ini. Lomba yang didukung oleh Delapan Desa Adat itu sebagai cara untuk melestarikan subak yang ada di daerahnya.
Lomba dengan tema “Lelakut Art Show” ini diikuti sebanyak 16 peserta. Lomba berlangsung dalam satu bulan dengan melibatkan panitia sebanyak 20 orang berasal dari 8 Desa Adat se kecamatan Kuta Utara. Karya-karya lelakut yang dipajang sangat menarik.
Lomba dibuka oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Badung, I Wayan Adi Arnawa yang ditandai dengan memukul pentungan bertempat di Pura Subak Daksina, Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara pada Minggu, 15 Oktober 2023.
“Lomba lelakut atau petakut orang-orangan sawah sebagai bentuk konkrit kesadaran sebagai generasi penerus memberikan sumbangsih semangat dalam menjaga adat dan budaya Bali,” kata Ketua Panitia I Gede Surya Gunawan disela-sela lomba.
Lomba Lelakut ini dalam rangka menyambut hari pangan sedunia. Walau demikian, panitia tidak hanya menyelenggarakan lomba, tetapi juga membantu memberikan dana motivasi kepada Sekaa Teruna yang berpartisipasi.
“Sekaa Teruna yang berpartisipasi dalam lomba ini, kami berikan dana motivasi sebesar Rp 10 juta. Dana yang dipergunakan dalam lomba ini, kami peroleh dari bantuan 8 LPD yang ada di Kecamatan Kuta Utara serta bantuan dana dari Yowana Kabupaten Badung,” ucapnya.
Sekda, Adi Arnawa menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan lomba lelakut Tibubeneng itu. “Sebagai daerah pariwisata, kita harus menyadari bersama bahwa pariwisata juga didukung oleh budaya Lelakut, salah satu budaya yang perlu harus dijaga dan lestarikan,” ucapnya.
Bagaimana caranya, subak mesti dipertahankan. “Apalagi secara goodwilden dan politikelwil, bahwa pemerintah Provinsi Bali dari UU terbarunya ada satu pengakuan kearifan lokal kita seperti Desa Adat dan Subak menunjukan bahwa kita harus tetap konsisten untuk menjaga subak dengan segala eksistensinya,” tegasnya.
“Berbicara subak, tidak bisa hanya kelembagaannya saja. Selama ini, sering orang terjebak bahwa subak itu kelembagaan, tetapi isiensi yang kita harapkan dengan subak ini adalah bagaimana menjaga kawasan yang merupakan sumber memproduksi pangan itu,” ujarnya. [B/*]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali