Tari Upacara Dalam “Piodalan Nadi” dan “Mecaru Rsi Gana” di FuramaXclusive Resort & Villas Ubud

 Tari Upacara Dalam “Piodalan Nadi” dan “Mecaru Rsi Gana” di FuramaXclusive Resort & Villas Ubud

Tari Baris Gede pada upacara di Pura FuramaXclusive Resort & Villas Ubud/Foto: doc.balihbalihan

Puh, iiiih…..! Puh, iiiiih….! Puh, iiiih…! Puh! Suara gamelan pun kemudian melambat, pelan, namun tetap kuat.

Bagai seorang prajurit kerajaan, para penari pria itu kemudian melangkah ke depan dengan pakem tari yang gagah dan berwibawa. Tombak di atas pundak, ujungnya menghadap ke belakang dengan sorot mata yang tajam, namun penuh ekspresi.

Ketika mereka mengangkat badannya, suara gamelan lebih cepat dan keras seakan mempertegas gerak para penari itu. Gerak-geraknya sangat sederhana, busannya didominasi warna poleng (kotak hitam dan putih), tetapi mengandung makna penuh iklas, tulus dan penuh pengabdian.

Itulah sajian Tari Baris Gede pada upacara “Piodalan Nadi” dan “Mecaru Rsi Gana” di Pura FuramaXclusive Resort & Villas Ubud pada Purnamaning Sasih Kepitu, Rabu 27 Desember 2023. Tari baris ini biasa dipentaskan saat adanya upacara di pura dan menjadi salah satu bagian pelengkap dari upacara.

Tari Baris Gede termasuk dalam kategori tari sakral yang dipentaskan di pura-pura, juga saat Piodalan Nadi di hotel penuh nuansa desa ini. Tari Baris Gede yang diperkirakan telah ada sejak abad ke-8 itu, ditarikan oleh 8 orang penari dewasa dengan karakter tari yang kuat.

Mereka merupakan penari alami dari Banjar Bindu, Desa Mekar Bhuana, Kecamatan Abianselam, Kabupaten Badung, Bali merupakan lokasi dari FuramaXclusive Resort & Villas Ubud itu berada. Keterlibatan masyarakat setempat membuktikan adanya hubungan baik antara pengelola hotel dengan warga desa itu.

“Proses upacara Piodalan Nadi dan Mecaru Rsi Gana ini tak hanya melibatkan staff di internal hotel saja, tetapi melibatkan masyarakat setempat sebagai bukti hubungan kami dengan sesama dan lingkungan sekitar terjalan sangat baik,” kata General Manager (GM) Sales FuramaXclusive Bali, Wayan Sumandia.

Baca Juga:  Wapa di Ume Ubud Tantang Chef Muda Membuat Nasi Goreng Bongkot
Tari Rejang Dewa dibawakan oleh anak-anak Desa Adat Bindu/Foto: ist

Piodalan Nadi yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali itu, juga mempersembahkan Tari Rejang Dewa yang ditarikan oleh anak-anak, Rejang Renteng oleh ibu-ibu PKK, Topeng dan diiringi Sekaa Gong Kebyar Desa Adat Bindu. Setiap bilah gending itu terdengar “ngilis” dari permainan para penabuh dengan teknik tinggi.

Sajian tari upacara itu terasa lebih sacral, ketika suara gamelan itu ditimpali lantunan kidung (tembang-tembang suci) dari Sekaa Santi dan suara genta Sulinggih yang magis. Suasana pun menjadi lebih khusuk, membangkitkan rasa para pengayah yang lebih tulus.

Seluruh staff dan karyawan yang biasa melayani turis, kini mengenakan busana adat Bali saling bahu membahu mensukseskan upacara tersebut. Wisatawan yang sedang menginap di hotel itu, dengan malu-malu mengabadikan momen budaya di tempat tinggal para turis itu.

“Piodalan Nadi yang dibarengi dengan Mecaru Rsi Gana sebagai bentuk syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Sedang upacara Rsi Gana itu bertujuan untuk menetralisir alam semesta,” jelas Sumandia.

Hal ini sudah menjadi tradisi. Masyarakat Bali pada umumnya, akan melaksanakan upacara mecaru tersebut di areal pura atau di areal rumah yang biasanya diadakah setiap tiga tahun, lima tahun dan sepuluh tahun sekali.

“Upacara ini sebagai bentuk syukur, karena kami sudah diberikan keberlimpahan rejeki, sehingga sampai saat ini kami masih melanjutkan semua usaha, pekerjaan kami, baik sebelum Copid-19, saat Covid-19 dan setelah Covid-19 itu,” jelas Jero Mangku ini.

Sementara pecaruan Sri Gana ini untuk nyomya, menetralisir pengaruh negative menjadi positif. “Masyarakat Hindu di Bali percaya, bahwa di luar alam manusia juga ada alam Bhuta Kala, sehingga untuk menetralisi dengan melakukan ritual mecaru,” tegas pria yang aktif dalam organisasi pariwisata ini. [B/*]

Related post