Made Taro: Kebangkitan Mendongeng di Indonesia Ketika Dongeng Diagungkan di Barat
Workshop serangkaian Rare Bali Festival 2024 bersama Made Taro, kini berlanjut. Jika, kemarin mengangkat materi maplalianan, permainan tradisional, maka kali ini diisi dengan sesi mendongeng. Pesertanya, sebanyak 60 guru yang tergabung dalam Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Kota Denpasar.
Ruang kreatif Rumah Budaya Penggak Men Mersi, pada Selasa 4 Juni 2024, diramaikan dengan para pendidik anak usia dini. Mereka duduk di tempat duduk yang telah disiapkan oleh panitia. Beda dengan kemarin, para peserta duduk melantai, sehingga dengan mudah melakukan pratek permainan yang diberikan narasumber.
Made Taro sebagai narasumber bersama anaknya Gede Tarmada dan dibantu cucunya untuk mengisi iringannnya. Mengawali workshop itu, Made Taro bukannya langsung berteori, melainkan mengawali dengan memainkan tingklik, alat musik berbahan bambu bersama Gede Tarmada. Sementara, cucunya alat musik berbahan kulit.
Tabuh-tabuh yang dimainkan terdengar ngelangenin, sangat manis. Meski tabuh itu tergolong polos, tetapi suaranya seakan sebuah terapi bagi para peserta untuk fokus dan berkonsenstrasi. Dan, itu benar! Guru-guru yang didominasi kaum perempuan itu tampak santai, namun siap menerima materi.
Made Taro kemudian mengawali pembicaraannya dengan menjelaskan, bahwa mendongeng itu sebuah literasi. Dulu, mendongeng diremeh temehkan, karena dianggap kegiatan yang tidak penting, dan dapat mengganggu kegiatan belajar. Fenomena itu, yang mendorong berdirinya Sanggar Kukuruyuk untuk mengajak anak-anak bermain, bernyanyi dan mendongeng.
Kegiatan bermain, bernyanyi dan mendongeng sering dipandang sebelah mata. Bahkan, sering diejek, karena dianggap pekerjaan yang tidak menguntungkan, serta tak akan menghasilkan apa-apa. Setelah ia diundang mendongeng di Hari Anak Nasional dan kemudian muncul di koran, baru ramai.
Dalam berita itu, ia disebut sebagai orang yang mampu menghidupkan yang sudah mati. Permainan juga dongeng yang tergilas jaman dibangkitkan kembali, bahkan ditambah dengan yang diciptakan baru. Kegiatannya itu juga mampu menumbuhkan kepercayaan diri, sehingga anak itu tumbuh ceria dan kreatif.
Dalam penjelasnnya, Made Taro mengatakan dongeng itu mengalami tiga masa. Pertama dongeng diciptakan saat manusia sudah mengenal pemukiman, sehingga muncul berbagai budaya, kesenian antara lain dongeng. Dongeng itu, tradisi lisan yang diceritakan lewat mulut secara lisan dan didengarkan kepada anak-anak.
Dongeng diciptakan oleh rakyat, sehingga sering disebut sebagai cerita rakyat. Dongeng itu, lalu menyebar turun-temurun melalui tradisi lisan, sehingga dongeng mengalami perubahan sesuai dengan kepentingan, sehingga dongeng lahir dengan banyak versi dan variasi.
Kedua, dongeng kemudian dilupakan, sehingga tidak ada bekal tidur bagi anak-anak, seperti tempo dulu. Karena alasan itu pula, dirinya mendirikan rumah dongeng pada tahun 1973. Kegiatan itu berlagsung selama 6 tahun, karena kemudian masuk menjadi agenda tayangan TVRI Bali, sehingga rumah mendongeng kemudian menjadi Sanggar Kukuruyuk. “Jujur, saat itu tantangannya begitu banyak,” ujarnya.
Tantangan itu, seperti meyakinkan orang saat dongeng dianggap remeh, membahayakan bagi anak kalau diajak berfantasi secara terus menerus. Dongeng sering dianggap angin kecil lalu dibuang di tempat sampah. Walau demikian, dirinya tetap mempertahakan budaya mendongeng, bernyanyi dan bermain.
Ketiga merupakan kebangkitan dongeng. Sekaranglah bangkitnya dongeng itu yang bisa dilihat dari beberapa tanyangan TV, juga di media masa. Hal itu bermula dari kebangkitan di barat, dongeng begitu diagungkan. Bahkan sampai dibuatkan festival dongeng dengan nama story telling festival. Penghargaan terhadap dongeng di barat itu, berimbas pada dirinya yang tak pernah lepas dari kegiatan mendongeng.
Made Taro sering mendapat undangan mendongeng ke luar negeri, seperti Singapura. Di negeri yang terkenal dunia perdagangan itu, ia disambut dengan penonton yang penuh semangat. Itu artinya, mereka sangat menghargai dongeng karena mereka percaya kalau cerita itu sebagai bekal anak cucunya nanti. Semangat masyarakat di Singapura mendengarkan dongeng begitu tinggi, walau mereka harus membayar tiket.
Demikian pula ketika Made Taro mendongeng di Afrika Selatan. Penonton yang mendengarkan, bukan anak-anak, melainkan para dosen, guru dan tokoh. “Di negara barat dongeng sangat dihargai, lalu mengapa di Indonesia dianggap sepele? Untungnya, setelah dongeng dihargai di negara barat, barulah orang-orang kita di Indonesa buka mata,” paparnya.
Kini, apa yang dilakukan di luar negeri, juga dilakukan di Indonesia. Termasuk di Bali yang dibuktikan dengan bermunculan kegiatan-kegiatan mendongeng. Termasuk pula komunitas mendongeng yang salah satunya Bali Mendongeng. “Sekarang mendongeng di hargai di Bali, sehingga saya sering mendapat undangan mendongeng,” ungkapnya.
Jika sebelumnya berharap pada guru SD, namun harapan itu sekarang berpindah kepada guru PAUD dan TK yang diyakini dapat mewarisi aktivitas mendongeng itu adalah guru TK. Ia kemudian mengajak para orang tua, untuk membiasakan mendongeng atau memberikan cerita bekal tidur sejak dini kepada buah hatinya. “Dongeng itu, sarat nilai karakter dan pendidikan moral,” sebutnya.
Pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. Salah satunya bisa melalui dongeng. Pengaruh positif dari dongeng yang dibawakan oleh para orang tua, ataupun kakek dan nenek akan dapat menyusup dalam hati anak-anak. “Ada sebuah penelitian yang menyampaikan dampak dari mendongeng itu, akan melekat hingga 25 tahun mendatang,” ucapnya.
Anak yang sudah berumur tiga tahun, sudah bisa diberikan dongeng. Agar bisa menjadi lebih menarik, maka saat mendongeng bisa sembari diberikan peragaan dan disertai gambar. “Kalau materi dongeng untuk anak-anak TK, tentu dimulai dari apa yang dikenal di lingkungannya. Kalau menceritakan yang mereka kenal, maka mereka lebih cepat mengenal, sehingga senang,” paparnya.
Made Taro mengaku, sudah 50 tahun menemani anak-anak melalui dongeng, lagu dan permainan tradisional tanpa putus-putusnya. Dari pengalaman itu, maka dongeng yang diberikan kepada anak-anak harus disesuaikan dengan usia dan lingkungan mereka. Sebut saja untuk anak-anak PAUD dan TK itu dongeng yang diberikan bisa yang untuk mengenal dunia binatang dan lingkungan.
Contohnya, dongeng Ekor Tikus yang Hilang itu dapat mengajarkan pada anak-anak mulai mengenali lingkungan mereka, apa yang dilihat dari kesehariannya. Bisa saja mengenal tokoh tikus, kucing, sapi, petani, pedagang, tukang potong daging dan sebagainya. Cerita tentang binatang tersebut diberikan, maka mereka akan lebih tertarik.
Berbeda halnya dengan dongeng untuk anak-anak setingkat SD yang sudah bisa mengklasifikasi dan memiliki imajinasi lebih luas. Maka dongeng yang diberikan, bisa diarahkahkan pada dongeng dengan peran yang lebih beragam. “Sementara itu untuk dongeng yang diberikan kepada remaja, bisa dongeng tentang cinta. Contohnya dongeng tentang Bangau Jatuh Cinta pada Gelatik,” ujarnya.
Made Taro menegaskan, dongeng yang diberika kepada anak-anak itu dimulai dari yang ada di lingkungannya. Misalnya tentang kucing, anjing, ibu dan bapak, tikus, kecoak, dan burung ayam. Jangan mendongeng tentang Rajawali yang jarang mereka lihat.
Stail mendongengnya juga beda, yakni banyak pengulangan, lalu klimaknya adalah penyelesaian, sehingga anak merasa berkesan. Karena dongeng itu masalah hati, bukan masalah logika. Apalagi itu, untuk anak-anak Paud dan TK, maka lebih banyak memberikan masalah hati,” ungkapnya.
Made Taro kemudian mencontohkan koruptor yang menjamur saat ini, anak membunuh orang tua dan orang tua membunuh anaknya. Tawuran anak-anak sekolah, semua itu terjadi karena kurang memiliki hati.
Karena itu, dongeng di Indonesia lebih menekankan pada karma, hasil perbuatan, bukan pembalasan. Dongeng di Indonesia juga tidak ada yang meneteskan darah, berbeda dengan di luar negeri dongeng lebih banyak bengis.
Kalau anak ingin cerdas, maka berikanlah dongeng. Kalau anak ingin cerdas sekali, maka berikanlah banyak dongeng. Itu pengalaman dari luar negeri. “Dongeng itu bermanfaat bukan saat diciptakan, tetapi akan bermanfaat di masa kini. Dongeng kita masih ada kelemahannya, maka kita bangkitkan bersama-sama,” ajaknya.
Apa yang dilakukan Made Taro itu, sebagai alasan Penanggung Jawab sekaligus Klian Penggak Men Mersi Kadek Wahyudita mengangkat sosok Made Taro dalam pelaksanaan Rare Bali Festival tahun 2024 ini. Ide awalnya mengajukan proposal ke Kementerian dana Indonesiana untuk dokumentasi Maestro Made Taro.
Sosok Made Taro dan hasil karyanya akan didokumentasikan dalam bentuk video dokumenter dan juga tutorial. Kegiatan pendokumentasian karya termasuk kegiatan workshop ini merupakan program yang telah lolos hasil seleksi dana Indonesiana Kemendikbud RI. Rare Bali Festival mengusung tema “Merawat Tradisi, Cipta Inovasi, Untuk Generasi” menjadi ragam kegiatan festival, seperti pendokumentasian karya, workshop, lomba, pergelaran, parade budaya anak, pameran, dan saresehan. [B/*/puspa]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali