Dihari Anak Nasional 2024, Taman Budaya Bali Bertabur Permainan Tradisional
Sore itu, sinar matahari masih terasa panas, walau jarum jam sudah menunjukan pukul 16.30 Wita. Namun, anak-anak setingkat Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) seakan tidak peduli. Mereka, begitu ceria dan asyik bermain permainan tradisonal. Mereka sungguh gembira.
Itulah gambaran Rare Bali Festival yang digelar Yayasan Penggak Men Mersi di Art Center, Taman Budaya Bali, pada Selasa, 23 Juli 2024. Sebelum ajang budaya anak ini dibuka secara resmi, para pengunjung diperkenalkan dan diajak terlibat dalam permainan yang ditelan jaman itu.
Menariknya, festival yang dihadiri ribuan anak itu menikmati permainan itu. Namun yang pasti, mereka bukan melakukan satu permainan, melainkan beragam jenis. Mulai dari permainan Keranjang Duren, Pongpongan, Poh-pohan, Kulkuk, Tiuk poh, Goak Maling Pitik, dan Megandu.
Areal depan Panggung Madya Mandaya, Angsoka dan depan Panggung Ratna Kanda penuh dengan kegiatan bermain. Kalau pengunjung itu para orang tua yang mengantar anaknya, sudah pasti akan menyaksikan permainan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Lalu, bagiamana dengan yang lain?
Nah, ini yang menarik. Para pengunjung yang ingin menyaksikan permainan itu sempat bingung, karena dilakukan secara bersamaan. Namun yang pasti, mereka menyempatkan diri untuk mengunjungi satu kelompok permainan ke kelompok yang lain.
Terlebih bagi mereka yang ingin mendokumentasikan permainan itu, baik melalui foto ataupun video. Mereka akan bergerak cepat, sehingga dapat merekam semua momen yang terjadi saat itu. “Semua permainan itu menarik,” kata Diah Dewi, salah satu guru SD yang tak mau melewatkan momen tersebut.
Walau demikian, permainan yang menjadi perhatian pengunjung adalah Permainan Tradisonal Pongpongan yang diciptakan oleh Made Taro. Pasalnya, Permainan Pongpongan itu diciptakan oleh pendiri Sanggar Kukuruyuk itu khusus untuk anak disabilitas.
Sebanyak 6 orang anak penyandang disabilitas dari YPK Bali sangat senang bermain permainan tradisional Bali itu. Mereka duduk di kursi roda sambil melakukan permainan yang secara khusus diciptakan dalam Rare Bali festival 2024 ini.
Seperti namanya, permainan ini menggunakan sarana pongpongan atau kelapa yang dilubangi tupai. Mereka menampilkan permainan dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. “Kami sangat senang permainan ini. Bikin kita gembira,” ucap Lanang, salah seorang pemain Pongpongan itu.
Permainan ini memang dirancang agar tidak banyak bergerak. Kalau bergerak hanya memindahkan pongpongan dan melemparnya. Permainan awal dimulai dengan menyanyikan lagu dengan memindahkan pongpongan ke teman sebelah.
Setelah tempo dipercepat, lalu dimulai dengan melempar secara acak. Siapa yang menjatuhkan, maka itu akan dihukum sesuai kemampuan anak. Permainan ini idealnya dilakukan 5 sampai 8 anak dengan melingkar.
Permainan ini dipandu oleh I Gede Tarmada yang merupakan putra dari Made Taro. “Ada filosofi dari pongpongan ini. Yakni, berbagi sesuatu kebaikan kepada semua makhluk, karena tupai melubanginya untuk itu,” jelas Tarmada, generasi pelatih permainan tradisional ini.
Sementara di bagian sisi utara, anak-anak yang sedang melakukan permainan tradisional Megandu, yang juga mendapat perhatian pengunjung. Sebanyak 7 anak tengah mengatur siasat agar bisa mencuri telor gandu yang sedang dijaga penjaga gandu (pencari).
Konon, permainan itu tumbuh dan berkembang di daerah agraris, sehingga semua alat dan prasaran yang dipakai itu berasal dari sawah. Seperti yang disebutkan MC, permainan Megandu ini telah mengantongi Haki, serta telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2023.
Kemeriahan permainan anak-anak itu kemudian terhenti, ketika anak-anak dari daerah Tabanan ngelawang (menari berjalan), menarikan barong. Ribuan pasang mata kemudian tertuju pada kesnian jalanan itu. Dua Barong menari mengundang anak-anak untuk larut di dalamnya.
Usai ngelawang barong, anak-anak dari Kabupaten Jembaran kemudian menampilkan permainan yang sudah ditata sebagai seni pertunjukan. Iringannya Jegog, gamelan khas Jembrana yang terbuat dari bambu besar. Sajian Jegog ini pentas di atas stage Madya Mandala.
Ketua Yayasan Penggak Men Mersi, Kadek Wahyudita mengatakan, pentingnya permainan tradisional dan dongeng sebagai bagian dari warisan budaya. Meskipun sering dianggap kuno, permainan tradisional bermanfaat untuk pendidikan karakter anak, termasuk sikap sportif, dan disiplin.
Kegiatan ini menampilkan berbagai kegiatan, seperti parade budaya anak, workshop, lomba, pameran, dan saresehan. Lomba-lomba yang digelar meliputi Lomba Meplalian karya Made Taro, aransemen musik/gending rare, dan lomba gambar ilustrasi permainan. [B/puspa]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali