Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta Meriahkan PKB XLVI dengan “Satria Jati”

 Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta Meriahkan PKB XLVI dengan “Satria Jati”

Pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI, khususnya para pecinta seni mendapat pengetahuan baru setelah menyaksikan rekasedana (pergelaran) Tari dan Karawitan Gagrak Yogyakarta, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Selasa 25 Juni 2024.

Wawasan dibidang seni kian bertambah, ketika menyaksikan rekasedana (pergelatan) oleh mahasiswa-mahasiswi Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta. Khususnya pada sajian sedratari yang mengangkat Epos Ramayana yang mengisahkan sosok Kumbakarna.

Kisahnya mungkin sama dengan di Bali, tetapi disajikan dengan gaya khas Yogyakarta yang lembut, namun dengan ekpresi gerak yang kuat dan menarik. Suguhan kesenian luar daerah itu, menjadi inspirasi bagi para seniman muda untuk menciptakan karya-karya baru.

Pada malam itu, Grup kesenian Grup kesenian ini menampilkan tiga sajian seni yang diawali dengan Tari Golek Ayun-ayun, lalu Konser Karawitan Ladrang Wirangrong (gending laras pelog patat 6). Suara gamelan yang terkesan klasik, membuat penonton semakin senang dan nyaman.

Baca Juga:  Jembrana Perkenalkan ‘Kendang Mebarung’ di PKB ke 46

Tari Golek Ayun-ayun diciptakan oleh KRT Sasmintadipura pada 1976. Tarian yang dibawakan oleh enam penari wanita ini merepresentasikan seorang gadis yang beranjak dewasa dan mulai senang berdandan, merias diri.

Demikian pula halnya, sajian Ladrang Wirangrong yang tak hanya mengedepankan permainan alat musik gamelan, tetapi dipadu dengan suara sinden dengan tembang-tembang yang khas, serta tepukan tangan yang ditatat sangat apik. Permainan nada, vocal dan tepuk tangan yang padu.

Sedangkan sendratari yang didukung sekitar 70 penari dan penabuh itu mengangkat judul “Satria Jati” yang mendapat apresiasi dari pengunjung PKB malam itu. Sendratari Satria Jati mengangkat tema kepahlawanan yang sesuai dengan tema PKB.

Tari Golek Ayun-ayun diciptakan oleh KRT Sasmintadipura pada 1976/Foto: doc.balihbalihan

Cerita itu berasal dari epos Ramayana, yang menggambarkan sosok Kumbakarna sebagai satria pembela negara. Kumbakarna membela Kerajaan Alengka sampai titik darah penghabisan. Ia membela negara, bukan karena kakaknya Rahwana berkuasa melakukan segala cara mendapatkan Dewi Sita.

Baca Juga:  Joged Bungbung Adi Semara Hibur Pengunjung PKB XLV

Kumbakarna membela kerajaannya karena gempuran dari prajurit kera pimpinan Rama Wijawa yang hendak merebut kembali istri tercinbtanya Dewi Sinta dari tangan Rahwana. Pergelaran sendratari ini sangat menarik.

Sajiannya, tetap berpijak pada seni tradisi di Yogyakarta dan memadukan unsur tari tradisi kerakyatan dan klasik istana yang menarik. Apalagi dipadu dengan kreativitas kekinian, sehingga mampu memberikan dinamika tanpa meninggalkan akar budaya yang ada.

Pimpinan produksi, Ari Dwi Rahmawati mengatakan, sendratari “Satria Jati” itu diangkat sesuai dengan tema PKB XLVI, yakni “Jana Kerthi Paramaguna Wikrama” harkat martabat manusia unggul.

Menariknya, dalam ajang PKN XLVI ini, Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta juga menggelar pameran bertajuk “Wayang Gagrak Yogyakarta” di areal penyambutan tamu atau sebelum pintu masuk ke tempat pementasan Gedung Ksirarnawa.

Baca Juga:  Pentas di Jakarta, Teater Monolog Drupadi Padukan Sastra dan Drama Visual

Para pengunjung disuguhkan pameran dengan berbagai benda seni berupa wayang dan jenis kesenian khas Yogyakarta. Penonton yang hendak menyaksikan pergelaran seni pertunjukan, diawali dengan melihat-lihat berbagai benda-benda seni khas Yogyakarta.

Penjaga stand mengenakan busana khas Yogyakarya yang sangat ramah. Mereka menjelaskan setiap benda yang dipamerkan, sehingga para pengunjung mendapatkan gambaran tentang benda seni yang disaksikannya itu.

Bukan hanya penjaga dan penampil, peserta dan pendamping dari Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mengenakan busana khas daerah, sehingga memberi warna berbeda dalam hajatan seni itu.

Pengunjung, lebih banyak dari pecinta seni itu, tampak semangat dan merasa mendapatkan sesuatu yang baru khususnya dalam bidang seni pertunjukan. “Dari menyaksikan pertunjukan dan pameran ini, saya mendapat pengetahuan baru dibidang seni,” ujar Dek Pa, sapaan mahasiswi jurusan Tari ISI Denpasar itu.

Baca Juga:  Makna Enam Jenis “Tumpek” Bagi Masyarakat Hindu di Bali

Daerah Yogyakarta terkenal dengan pakem tari klasik yang kuat, sehingga secara langsung akan menjadi pembelajaran seni, khususnya tari gaya Yogyakarta. Pihaknya, mengaku juga mendapat kuliah pratek tentang kesenian daerah lain. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi seni budaya di Bali

Related post