Tayang Perdana di JAFF Ke-19, ‘When Cening Meets Kawa, the Magical Forest’ Curi Perhatian Publik
‘When Cening Meets Kawa, the Magical Forest’, film pendek yang disutradarai oleh Epriliana Fitri Ayu Pamungkas tayang perdana di JogjaNETPAC Asian Film Festival (JAFF) ke-19, dalam program Layar Anak Indonesiana kategori fiksi, Minggu 1 Desember 2024 pukul 14.15 WIB.
Film yang mengangkat budaya Bali dan fantasi anak-anak itu berhasil mencuri perhatian public ketika ditayangkan perdana di Empire XXI Yogyakarta itu. Pada saat itu, When Cening Meets Kawa, the Magical Forest tayang bersama empat film pendek lainnya.
When Cening Meets Kawa, the Magical Forest ditayangkan di program Layar Anak Indonesiana menawarkan pendekatan unik dengan visual magis dan cerita yang mengangkat hubungan ibu dan anak, tanggung jawab pada alam, dan penghormatan terhadap budaya.
Dalam film ini, Epriliana Fitri Ayu Pamungkas atau yang akrab disapa Ayu itu berkolaborasi dengan I Made Denny Chrisna Putra selaku produser sekaligus sinematografer film ini. Mereka, berhasil menciptakan sebuah cerita yang memadukan fantasi dan nilai budaya Bali.
Film ‘When Cening Meets Kawa, the Magical Forest’ ini diproduksi oleh DENFILM Bali di bawah naungan PT. Sinemedia Kreatif Bali. Film ini juga mendapatkan dukungan dari program open call Layar Anak Indonesiana yang digagas oleh Indonesiana.tv.
Ayu Pamungkas yang kini menetap di Bali mengaku, menjadi seorang ibu dari anak perempuan memberi dirinya tantangan tersendiri dalam memahami dunia anak. “Motivasi saya menciptakan cerita ini untuk memberikan nasihat melalui media yang menyenangkan anak-anak,” ujarnya.
Selain itu, cerita ini diangkat sambil mengeksplorasi tema lingkungan yang erat dengan budaya tradisional Bali. “Proses penciptaan karakter Kawa, yang menjadi daya tarik utama film ini, membutuhkan eksplorasi mendalam,” aku Ayu polos.
Menurut Ayu, itu karena ingin menciptakan karakter bersahabat, bukan menyeramkan, sehingga anak-anak merasa nyaman dan terhubung dengan cerita.
“Dengan prosthetic makeup dan kostum memukau, Kawa menjadi ikon unik yang memikat anak-anak tanpa kehilangan unsur budaya,” paparnya.
Selain itu, film ‘When Cening Meets Kawa, the Magical Forest’ juga menyisipkan elemen tari tradisional yang ditampilkan oleh penari-penari muda yang kreatif, sehingga menambah nuansa budaya yang kuat.
“Dengan menggunakan fantasi dan latar budaya Bali memungkinkan anak-anak untuk memahami nilai tradisi dengan cara menyenangkan,” ujar Ayu.
Film ini diproduksi sangat serius dengan sentuhan professional. Denny Chrisna Putra seorang dosen Film di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar sebagai produser mengerjakan film ini dengan teliti dan serius.
Dalam karya film ini, Denny didukung teknologi visual yang canggih, production value-nya terlihat menonjol dibandingkan karya lain di kategori yang sama.
“Visual dan narasi yang kami bangun dibuat ringan dan mudah diterima oleh anak-anak, namun tetap memiliki kedalaman untuk penonton dewasa,” jelas Denny tersenyum bangga.
Denny tak hanya ingin karya film ini menjadi sebuah hiburan saja, tetapi lebih menyoroti pentingnya pengembangan konten anak-anak di Indonesia. “Kita membutuhkan lebih banyak konten menarik untuk anak-anak,” ujarnya.
Hal itu penting agar anak-anak bisa mengalihkan kebiasaan bermain gadget kepada tontonan yang edukatif. “Maka, program seperti Layar Anak ini penting untuk dilanjutkan setiap tahunnya,” harapnya.
Selain pemutaran film, Festival yang berlangsung dari 30 November – 7 Desember 2024 ini juga diisi dengan acara film market di JEC yang menjadi wadah penting bagi pelaku industri untuk berjejaring dan memperkuat ekosistem perfilman Indonesia.
Ayu lalu menegaskan, keberhasilan film ini sebagai bagian dari Layar Anak Indonesiana membuktikan bahwa program open call, seperti ini adalah langkah strategis dalam mendukung sineas lokal.
“Kami sangat membutuhkan program seperti ini. Selain memberikan ruang bagi sineas untuk berkarya, ini juga menjadi cara untuk menghadirkan lebih banyak konten berkualitas bagi anak-anak Indonesia,” ucap Ayu senang.
Denny kemudian berharap kepada pemerintah untuk terus memperkuat dukungan terhadap sektor perfilman melalui program-program serupa. “Dukungan seperti ini, maka bisa menciptakan generasi yang lebih baik melalui media film yang mendidik dan menyenangkan,” jelasnya.
Salah satu daya tarik utama film ini adalah keterlibatan kru dan pemain berbakat yang mampu menghadirkan karya dengan kualitas produksi atau production value yang sangat baik.
Beberapa kru dan talent juga ikut meramaikan penayangan perdana film ini di JAFF, seperti Gus Adi (camera assistant), Ega (camera best boy), Pradnya (HMU), dan Wira yang berperan sebagai Kawa.
Para kru menyampaikan rasa bangga mereka dapat berpartisipasi dalam festival bergengsi seperti JAFF. “Setelah pemutaran perdana di JAFF, ini saya dan tim merencanakan untuk mengirimkan film ini ke berbagai festival nasional dan internasional,” sebut Denny.
Ayu lalu mengatakan, ”Saya ingin mengadakan private screening di Bali, tentunya setelah mendapatkan izin dari Indonesiana.tv sebagai pemegang hak siar”. [B/*/darma]
Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali