Komang Adi Pranata Pentaskan ‘Kanda Pat’ Eksplor Pameran Susiawan ‘Bridges of Light’

 Komang Adi Pranata Pentaskan ‘Kanda Pat’ Eksplor Pameran Susiawan ‘Bridges of Light’

Komang Adi Pranata pentaskan ‘Kanda Pat’ mengeksplor pameran tunggal Seniman Susiawan ‘Bridges of Light’/Foto: ist

Pembukaan pameran seni rupa bertajuk “Bridges of Light” yang berlangsung di Sudakara ArtSpace Sanur, Sudamala Resorts, Jumat 27 Desember 2024 sangat atraktif. Pengunjung tak hanya menikmati karya seni rupa yang unik, tetapi juga seni pertunjukan sarat makna.

Artinya, keindahan setiap gerak ataupun benda yang ditarikan oleh seorang penari itu menyampaikan pesan moral, sosial dan religius kepada penonton. Pengunjung seakan diingatkan, bahwa di dalam kehidupan manusia itu tidak sendiri, melainkan ada energy yang menyertainya.

Garapan seni itu merupakan tari kontemporer berjudul “Kanda Pat” dibawakan oleh Komang Adi Pranata yang tampil bersama Yogi Meduri sebagai pengiring musiknya. Tari ini diiring dua alat musik djembe, musik perkusi ritmis dari Afrika dan Didgeridoo (didjeridu) dari Australia.

“Garapan tari ini untuk mengekplor pemahaman Sang Perupa, Susiawan tentang “Kanda Pat”, empat saudara spiritual yang selalu membimbing dan melindungi manusia sepanjang hidupnya,” kata Komang Adi Pranata usai pementasannya itu.

Baca Juga:  Susiawan Pamerkan ‘Bridges of Light’, Tentang Perjalanan Melalui Lukisan Intuitif dan Wayang di Sudakara ArtSpace Sanur

Pada kesempatan itu, seniman terkemuka Susiawan memajang lebih dari 20 lukisan yang merupakan karya-karya mendalam dan intuitif dari seniman asal Solo, Jawa Tengah itu. selain karya lukis, juga memamerkan wayang yang terbuat dari bahan daur ulang.

Komang Adi Pranata pentaskan ‘Kanda Pat’ mengeksplor pameran tunggal Seniman Susiawan ‘Bridges of Light’/Foto: ist

Pameran dimulai pada, Jumat 27 Desember 2024 yang ditandai dengan pembukaan pintu Sudakara ArtSpace secara bersama-sama oleh Susiawan, Susan Allen dan Direktur Komersil Sudamala Resorts, I Wayan Suwastana. Pameran akan berlangsung hingga 5 Pebruari 2025.

Ketika pintu Sudakara ArtSpace itu dibuka, Komang Adi Pranata menari dengan balutan busana bernuansa putih, menari penuh imajinasi dan menarik. Setiap alunan gerak, dijiwa dengan suara alat musik tiup Didgeridoo. Tema itu semakin kuat, ketika aksen gerak dipertegas musik djimbe.

Komang Adi Pranata mengolah tubuhnya dengan gerak-gerak penuh simbol mengambarkan empat saudara manusia, yakni Getih (darah), Lamas (lemak kulit/tali pusar), Yeh nyom (air ketuban), Ari-ari (plasenta) yang selalu memiliki keterhubungan dalam eksistensi manusia.

Baca Juga:  Peluncuran Buku ‘Agung Rai Museum of Art The Sidelined Prince and His Collection’. Perayaan Kecintaan Terhadap Seni Budaya

Gambaran itu semakin jelas, karena didukung dengan peoperty yang ada di areal stage, seperti guwungan (keranjang) ayam jantan, patung bayi dengan sesajennya, dan benda yang menyerupai ari-ari yang selalu direspon sang penari.

Komang Adi Pranata pentaskan ‘Kanda Pat’ mengeksplor pameran tunggal Seniman Susiawan ‘Bridges of Light’/Foto: ist

Jebolan Institut Seni Indonesia itu manjelaskan, garapan seni ini bercerita tentang kelahiran manusia, mulai dari pertemuan antara elemen air ketuban, ari-ari, darah dan lamas membentuk sebuah embrio kehidupan, dan kelahiran siap menyambut dunia nyata.

Disitu, sprit Kanda Pat, merupakan empat saudara yakni Anggapati, Prajapati, Banaspati dan Banaspati Raja dihadirkan dengan mood magis. Property guwungan sebagai simbol pelindungan terhadap bayi yang baru lahir dengan saran prasarananya.

“Property topeng, guwungan, bayi dan dupa tidak menafsirkan, tetapi hanya memberi energi baru saja terhadap ruang, dan karya yang dipamerkan serta menonjolkan suasana magis dengan ritualnya,” jelas pria asal Singapadu, Gianyar ini.

Baca Juga:  Mengangkat Tradisi Lokal, Teater Ombak Tampil Memukau dengan 'Bulan Kuning'

Dalam garapan itu, Komang Adi Pranata ingin menyampaikan pesan bahwa, semua mesti menyadari dalam kehidupan ini, manusia tidak sendiri melainkan memiliki empat saudara, sehingga tidak perlu takut ada energi yang tak nampak melindungi manusia (Kandapat).

Sementara busana yang dikenakan, seperti celana, baju, selendang rembang, dengan benang tebus merupakan rasana yang biasa dibutuhkan pada saat upacara bayi baru lahir. “Semua itu untuk mendukung garapan, sehingga menjadi lebih indah dan berisi,” jelasnya.

Setelah, Komang Adi Pranata mengganti tapel (topeng) pertanda garapan itu berakhir, kemudian dilanjutkan dengan penampilan seorang dalang wanita, Susan Hellen memainkan wayang berbahan daur ulang menampilkan kisa sebagai tuntunan hidup. [B/darma]

Balih

Balihbalihan merupakan website yang membahas seputar informasi pariwisata dan seni budaya di Bali

Related post