12 Film Peran Perempuan di ‘Perempuan Dalam Sinema’: Persembahan Sanur Cinema Creative di Amphitheatre Living World Denpasar

 12 Film Peran Perempuan di ‘Perempuan Dalam Sinema’: Persembahan Sanur Cinema Creative di Amphitheatre Living World Denpasar

Komunitas Sanur Cinema Creative persembahkan ‘Perempuan Dalam Sinema’ di Amphitheatre Living World Denpasar/Foto: darma

DUA BELAS film pendek yang dipersembahkan Komunitas Sanur Cinema Creative di Amphitheatre Living World Denpasar, menjadi gambaran perkembangan perfilman di Pulau Dewata saat ini. Sebab, para sineas yang tampil merupakan anak-anak muda berbakat, dan kreatif.

Acara bertajuk “Perempuan Dalam Sinema”, sebuah program penayangan film pendek yang menyoroti peran perempuan, baik di balik layar maupun dalam narasi cerita itu berlangsung pada, Minggu 27 April 2025 malam yang disaksikan oleh ribuan masyarakat pecinta seni film.

“Program “Perempuan Dalam Sinema” ini, hasil kolaborasi Sanur Cinema Creative dengan Living World Denpasar serta Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV, digelar untuk memaknai Hari Kartini,” kata Direktur Sanur Cinema Creative (SRCO), Putu Bagus Windhi Santika.

Program ini menghadirkan ragam film fiksi, dokumenter, dan animasi yang disutradarai oleh perempuan atau mengangkat kisah tentang perempuan. Para sineas yang memiliki keahlian tentang cara dan teknik pembuatan film itu, menampilkan karya terbaik dengan pesan yang menarik.

Baca Juga:  “Teater Tanpa Tepi: Refleksi Pengembaraan Diri” Desertasi I Gusti Made Darma Putra Dalam Ujian Doktor Seni

Film-film dalam program ini, merefleksikan dunia dari lensa yang jarang mendapat sorotan dalam sinema arus utama. Tentu saja, semua itu melalui sebuah pendekatan visual yang peka dan narasi yang intim.

Merujuk pada tema, maka karya-karya itu mengangkat perspektif perempuan, lalu dihadirkan melalui pengalaman yang lebih mendalam, emosional, dan kompleks. Bahkan menantang stereotip serta memperkaya keragaman cerita dalam lanskap perfilman Indonesia.

“Film adalah cermin peradaban. Ketika semakin banyak perempuan berbicara melalui karya film, kita mendapatkan cermin yang lebih jujur dan utuh tentang kehidupan,” ungkap Putu Bagus Windhi Santika senang.

Sebagai bentuk dukungan nyata, Sanur Cinema Creative turut memberikan apresiasi berupa piagam penghargaan dan trofi kepada para filmmaker muda Bali, sebagai penyemangat agar terus berkarya dan menghidupkan keberagaman perspektif dalam dunia perfilman.

Baca Juga:  Made Sanggra Sastrawan Bali Modern

Program ini juga mendapat dukungan juga datang dari berbagai lembaga dan komunitas, antara lain: Badan Ekonomi Kreatif Kota Denpasar, Balai Media Kebudayaan – Indonesiana.TV, Luar Kotak Production, HMP Animasi FSRD ISI Bali, Prodi PFTV FSRD ISI Bali.

Termasuk BROFI SKENSA – SMKN 1 Denpasar, Dersik – SMKN 6 Denpasar, Komunitas Rumah Produksi Ottororin, Heirloom Studio, Edisi Production, Andana Creative, Dokdo Studio, serta film animasi hasil kompetisi Sastra Saraswati Sewana – Yayasan Puri Kauhan Ubud.

“Sanur Cinema Creative sengaja menghadirkan panggung bagi karya-karya dari para filmmaker perempuan serta suara-suara tentang perempuan, agar dapat diapresiasi oleh publik yang lebih luas. Semua itu dikemas melalui kegiatan Perempuan Dalam Sinema ini,” paparnya.

Kurator program, Vanesa Martida menyebutkan, ini bentuk perayaan dan pengakuan terhadap suara-suara perempuan dalam dunia kreatif. Sebanyak 12 film diputar, menampilkan beragam perspektif dan ekspresi dari sineas perempuan maupun karya yang mengangkat isu-isu perempuan.

Baca Juga:  Tari Panji Masutasoma; Merawat Kebhinekaan, Memupuk Toleransi

Menurut Vanesa, sapaan akrabnya, program ini lahir dari keresahan akan terbatasnya ruang bagi sineas perempuan. “Kami berharapan, ruang ini akan memperluas akses, menciptakan dialog, serta menyemai keberanian untuk terus berkarya,” ungkapnya.

Karena itu, melalui “Perempuan dalam Sinema”, Sanur Cinema Creative mengajak publik untuk menyadari, bahwa sinema bukan sekadar tontonan, melainkan medium representasi, empati, dan pembentukan budaya.

“Ketika perempuan diberi ruang untuk bercerita, kita semua memperoleh cara pandang yang lebih kaya terhadap dunia,” lanjut Vanesa dengan penuh keyakinan, seraya penayangan 12 film ini sebagai buktinya.

Sebanyak 12 film pendek adalah TANTRI (2023) merupakan film fiksi dengan durasi 12 menit mengisahkan perjuangan seorang remaja perempuan dalam menantang dominasi dunia seni rupa yang maskulin melalui karya lukis.

Baca Juga:  Ni Ketut Yudhani, “Pramisuari Raja” Biasa Hipnotis Penonton

Film yang disutradara oleh Vanesa Martida dan diproduksi Sanur Cinema Creative & Indonesiana.TV menampilkan pemain; Luh Pratiwi, Ni Made Suci, G. Pinno Confessa, Luh Yesi Candrika, Ketut Sadia, Wayan Diana, Komunitas Baturulangun Batuan.

WINGKANG RANU (2024) film fiksi dengan durasi 12 menit) disutradara Adi Artama dan diproduksi Sanur Cinema Creative & Indonesiana.TV. Film ini mengisahkan seorang gadis muda yang berjuang menyelamatkan danau dan pertanian keluarganya dari dampak perubahan iklim.

Film ini disukung oleh pemain yang berpengalaman, seperti Thaly Kasih, Aryani Willems, Ketut Rina, Kumirawati, Dayu Kiran Sandra, Wayan Adnyana, Agus Widia Purnamia

INI JUGA BALI (2025) merupakan film animasi dengan durasi 12 menit, mengisahkan seorang gadis Jakarta mencoba menyambung kembali identitasnya dengan akar budaya Bali melalui seni. Film ini disutradara Tanaya Nayaka & I Wayan Kalani Kekai Kastawa, diproduksi Heirloom Studio & Prodi Animasi FSRD ISI Bali.

Baca Juga:  Sekaa Gong Desa Menyali Sejarah Panjang Perjalanan Gong Kebyar di Bali

DEVADHAMMA JATAKA (2025) merupakan film animasi verdurasi 11 menit yang mengadaptasi cerita Jataka,menyoroti nilai-nilai kebajikan dan refleksi spiritual dari masa lalu seorang Bhikkhu. Film ini disutradarai Tanaya Nayaka dan diproduksi Saddhamma Group.

OHAYO (2018) merupakan film animasi dengan durasi 1 menit mengisahkan sebuah animasi bergaya anime klasik yang menggambarkan rutinitas pagi dua gadis muda dengan penuh kehangatan dan keceriaan, dan disutradara oleh Tanaya Nayaka dan diproduksi Ottororin.

DESA CILIK (2024) jenis film animasi durasi waktu 7 menit disutradarai oleh Intan Swandari dan diproduksi Edisi Production & Sastra Saraswati Sewana – Yayasan Puri Kauhan Ubud. Film ini mengangkat kisah seorang pemimpin yang putus asa menemukan kembali arah hidupnya setelah pertemuan sunyi, namun bermakna dengan seorang orang suci di sebuah gubuk sederhana.

#ILUH PASO (2025) merupakan film fiksi durasi 9 meni disutradarai oleh Dewi Estede & Ngurah Ucil, dan diproduksi Andana Creative. Kisahnya, Iluh Sekar yang tengah berjuang mencari pekerjaan menolak meneruskan usaha ibunya sebagai pengrajin gerabah. Namun, gerabah akhirnya membantunya menemukan kembali jati dirinya sebagai orang Bali.

Baca Juga:  I Wayan Suweca Seniman Karawitan Pencetus Penabuh Wanita dan Penggagas Lomba Gender Wayang

OMANG DAN PERJALANAN WAKTU (2024) merupakan film animasi berdurasi 14 menit mengisagkan, Omang, anak kota yang tinggal di desa, menemukan portal waktu di lemari kamar neneknya yang membawanya ke masa lalu dan mengubah cara pandangnya terhadap kehidupan desa. Film ini disutradarai Ade Devindra Rajeshwari R.S dan diproduksi: DOKDO Studio & Prodi Animasi FSRD ISI Bali.

TERBIT CAHAYA ANDHARA (2021) merupakan film fiksi berdurasi 15 menit yang disutradarai oleh Mertha Ambara dan diproduksi Program Studi Produksi Film dan Televisi ISI Bali. Thalia, seorang ibu tunggal, khawatir akan masa depan putrinya yang buta. Tapi lewat permainan biola Andhara, lahir secercah harapan akan kemandirian sang anak. sebagai pemeran, yakni Dewi Pradewi, Sari Dewi, Padma Dewi, Gilang Aditya, Sri Andayani, Evita Parwati

CLARITY (2025) merupakan film fiksi berdurasi 4 menit yang disutradara oleh Komang Ayu Intan Triana Dewi dan dipproduksi BROFI SKENSA. Adapun kisahnya, Komang, seniman muda baligrafi, menemukan kepercayaan diri dan kesuksesan lewat eksplorasi karya digitalnya yang viral, membuktikan bahwa keberanian berinovasi membuka jalan pengakuan.

KAWYAGITA MANDALA (2023) sebuah film documenter dengan durasi 10 menit disutradara Nyoman Lia Susanthi dan diproduksi Sanur Cinema Creative. Film ini mengeksplorasi gamelan sakral Gong Luang dan usaha pelestariannya melalui penciptaan film musik bertajuk “Kawyagita Mandala” sebagai musik pengantar roh menuju Sang Pencipta.

Baca Juga:  Resonance of Change: Film Dokumenter Karya Putu Arya Dhamma Nanda Lahir dari Pengalaman Pribadi

Lalu SILA (2025) sebuah film fiksi berdurasi 15 menit yang disutradara oleh Zakira Maysoniya, dan diproduksi Dersik Production (SMKN 6 Denpasar). Film ini mengisahkan, seorang fotografer menyimpan kenangan lewat bidikan kameranya, namun di balik setiap foto tersimpan perjalanan emosional yang lebih dalam dari sekadar gambar diam. [B/darma]

Related post