Lomba Gender Wayang Anak-anak di PKB Ke-47: Permainan Membentuk Kepekaan Tubuh, Pikiran dan Moral

 Lomba Gender Wayang Anak-anak di PKB Ke-47: Permainan Membentuk Kepekaan Tubuh, Pikiran dan Moral

Lomba Gender Wayang Anak-anak di PKB Ke-47/Foto: sana

LOMBA Gender Wayang Anak-anak serangkaian dengan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 berlangsung di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali, Sabtu 28 Juni 2025. Lomba ini diminati pengunjung mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua, bahkan disukai para turis.

Hari itu, ada empat pasang penabuh yang tampil dalam ajang lomba, yaitu Sanggar Suara Murti, Banjar Babakan, Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati sebagai Duta Kabupaten Gianyar, Komunitas Semaralaras Klungkung, Desa Adat Kemoning, Kelurahan Semarapura Kelod, sebagai Duta Kabupaten Klungkung.

Sanggar Rare Kumara, Banjar Blungbang, Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli sebagai Duta Kabupaten Bangli, dan Sanggar Seni Kriya Sandhi, Banjar Dinas Saren Kauh, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem merupakan Duta Kabupaten Karangasem

Para duta kabupaten dan kota ini tidak tampil secara bersamaan. Penampilan mereka dibagi menjadi dua kali. Mula-mula Duta Kabupaten Gianyar berhadapan dengan Duta Kabupaten Kungkung, lalu Duta Kabupaten Bangli dengan Kabupaten Karangasem.

Baca Juga:  Peed Aya PKB Ke-47: Duta Buleleng Sajikan Akulturasi Budaya di Bali Utara

Setiap penampilan mereka mendapat sambutan dari pengunjung. Bahkan, ketika peserta memainkan gending keras, lalu tiba-tiba mengecil, namun tetap dengan tempo yang cepat, juga menarik perhatian penonton, hingga bertepuk tangan dengan gemuruh.

“Secara musical, penampilan para peserta lomba gender wayang anak-anak sangat menarik. Mereka memainkan dua panggul yang masing-masing tangannya memainkan secara berbeda, terkadang pula berbarengan, seperti berdialog,” kata Dewan Juri, I Gusti Putu Sudarta.

Dosen Pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Bali ini mengaku, secara pribadi ia merasakan dalam memainkan bilah gender itu berpengaruh terhadap pikiran, motorik, dan termasuk pendekatan yang mengarah pada budi.

Disitu, guru biasanya mengajarkan cara merasakan, istilah ‘nyurupang gending’. Lalu, terkait dengan kegiatan siswa, ini sanhat membanggakan. Siswa sudah mau belajar magender dan berkesenian maka semua tubuh akan terlibat, termasuk pikiran dan budi.

Baca Juga:  Paguyuban Drama Gong Lawas Siapkan ‘Sanan Tuak’ Pentas di PKB XLVII

Hal menarik lagi, dalam lomba kali ini diikuti banyak peserta. Hanya saja Kabupaten Buleleng yang absen. Jika dicermati, masing-masing daerah mengalami perkembagan pembelajaran gender wayang, dan itu menjadi sangat menarik bagi anak-anak sebagai pawaris.

Artinya, bukan hanya gong kebyar saja dan lainnya yang dipilih, tetapi gender wayang sudah diminati sebagai salah satu cabang seni. “Itu menjadi sangat menarik, karena dapat berpengaruh terhadap perkembangan bakat. Termasuk pula perkembanga pikian dan emposi,” jelasnya.

Menurutnya, perkembangan di masing-masing daerah juga sangat menarik. Hal ini memberikan warna berbeda yang sesuai dengan karakter daerahnya. Ini memang menjadi keinginan, sehingga dapat memberi warna dalam perkembangannya.

“Intinya, menampilan itu mesti sesuai dengan karakter lagu itu. Kemuadian spirit lagu ditranspormasi ke dalam bentuk kreativitas penyajian. Itu sangat menarik, itu dapat berpengaruh terhadap perkembangan bakat. Termasuk perkembanga pikian dan emposi,” imbuhnya.

Baca Juga:  Aprililia Gelar Pameran Tunggal ‘Resonansi Keberadaan’ di Sika Gallery Ubud

Sementara juri I Made Arnawa penampilan anak-anak dalam memainkan gender belum memperhatikan “kenyang lempung” atau “ngembang ngisep”. Mereka cenderung memainkan gamelan selalu cepat dan tidak memikirkan karakter dari gending itu.

“Saya tak habis pikir anak anak sekarang itu semuanya menampilan kecepatan, namun kurang menguasai teknik. Ketika tampil saja sudah kelihatan timpang dan kurang memiliki rasa dan jiwa,” sebutnya.

Salah satu Pembina, yang juga Ketua Sanggar Suara Murti, I Ketut Buda Astra untuk tampil dalam ajang lomba ini memang mempersiapkan diri secara baik. Apalagi, tahun lalu Duta Kabupaten Gianyar terpilih sebagai Juara I, sehingga prestasi harus dipertahankan.

“Kami harus berjuang agar mampu mempertahankan juara itu. Memang, mempertahankan itu yang sulit, sehingga saya sudah melakukan persiapan sejak setahum lalu, untuk dapat menghasilkan kualitas,” ujar pria yang akrab disapa Buda ini.

Baca Juga:  Lomba Kesenian Bali di Abiansemal

Pada awal tahun 2025 melakukan seleksi agar mendapatkan penabuh yang handal untuk mengikuti lomba tahun ini. “Terus terang pada waktu 2024 sudah menseleksi dan mendapatkan 5 penabuh untuk maju PKB, akan tetapi kita perlu 4 penabuh saja,” bebernya.

Diawal 2025 ini, kembali melakukan seleksi dengan mendatangkan tim dari luar, sehingga muncul anak-anak inilah menjadi duta Kabupaten Gianyar dalam PKB tahun 2025 ini.

Materi yang disajikan adalah Cangak Merengang yang mengisahkan burung bangau. Gending Pamungkah,yang memerlukan kecepatan tangan dalam memukul dan menutup bilah gamelan. Lalu dipungkasi dengan Gending Rebong merupakan pencampuran gending antara manis dan gemes (keras). [B/sana]

Related post